Liburan

"Dokter Natya", panggil Dokter Refan. Dia menghampiri Natya dengan setengah berlari.

Natya menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

"Saya ingin bicara sebentar", ujar Dokter Refan dengan nafas yang agak tersengal-sengal saat sudah berada di depan Natya.

"Ada apa, Dok?".

"Aku tahu kamu sudah memberikan jawaban waktu itu. Tapi aku belum mendengar alasannya. Tolong pertimbangkan kembali. Aku ... maaf, jika aku memaksamu, Natya", Dokter Refan menatap Natya dengan penuh harap.

Natya menarik nafas panjang. Dia pikir urusannya dengan Dokter Refan sudah selesai, tapi ternyata lelaki itu masih saja mengejarnya.

"Dokter, bukankah Anda pernah mengatakan bahwa Anda akan menerima apapun keputusan saya? dan saya sudah memberikan keputusan itu, maaf", jawab Natya merasa bersalah.

Tanpa permisi Dokter Refan menarik kedua tangan Natya. Dia menggenggam tangan itu dengan penuh perasaan.

"Maaf jika aku memaksamu. Tapi sungguh, Natya, baru kali ini aku benar-benar merasakan jatuh cinta yang dalam pada seorang perempuan dan itu kamu. Tolong beri aku kesempatan untuk menjadi orang yang spesial di hatimu", pinta Dokter Refan lagi.

Natya terdiam. Hatinya kalut. Di satu sisi, dia harus mengakui bahwa sampai saat ini Dokter Refan memenuhi semua ekspektasinya tentang seorang lelaki, tapi di sisi lain status istri yang Natya sandang lagi-lagi membuat hati kecilnya menjerit, mengingatkan bahwa dia tidak boleh menerima lelaki manapun di hatinya selain Dipta.

"Dokter, maaf. Aku benar-benar tidak bisa".

"Tapi kenapa, Natya? apa yang kurang dariku?".

"Maaf, aku tidak bisa menjelaskannya. Aku harap Anda menghormati keputusanku dan semoga Anda bisa menemukan wanita lain yang lebih baik dari aku", Natya menarik tangannya dari genggaman Dokter Refan dan berlalu dari hadapannya.

"Natya, aku tidak akan menyerah untuk memilikimu!", tegas Dokter Refan.

Ucapan itu menghentikan langkah Natya. Natya terdiam sejenak, lalu kembali melangkah untuk menjauh.

"Lihat saja, aku akan mendapatkanmu. Kamu harus menjadi milikku", tekad Dokter Refan serius.

Natya masuk ke dalam ruang kerjanya dengan frustasi. Betapa rumit urusan perasaan yang saat ini tengah dia hadapi.

"Ya Tuhan, aku harus bagaimana?. Aku tersiksa dengan keadaan ini", gumam Natya sambil menutup kedua matanya dan menarik nafas dalam-dalam.

Ceklek

Pintu ruang kerja Natya terbuka, rupanya Dipta yang masuk. Lelaki itu masuk tanpa permisi, membuat Natya menatapnya dengan tak suka.

"Mau apa kamu ke sini?", tanya Natya ketus.

"Kita harus bicara, Natya", ucap Dipta sambil mendudukkan dirinya di hadapan Natya.

Natya tersenyum sinis, "Bicara? apa yang mau kamu bicarakan? soal liburan ke Swiss atau tentang dirimu yang akan menjadi direktur di rumah sakit ini?", berondong Natya.

"Aku tahu kamu masih marah padaku dan aku juga tahu kamu sudah malas memberi maaf untukku. Tapi tolong, kali ini saja, dengarkan aku bicara sampai selesai", pinta Dipta.

Natya menatap malas ke arah Dipta. Tapi Dipta tidak peduli dengan tatapan itu.

"Natya, aku sudah mengurus cuti untuk kita. Lusa kita akan terbang ke Swiss dan aku juga tahu, kamu pasti terkejut mendengar cerita Mama tadi pagi tentang rumah sakit ini dan posisiku di sini, bukan?".

Natya belum memberikan respon apapun meski semua ucapan Dipta adalah hal yang memang ingin dia ketahui.

"Maaf, aku tidak bermaksud merahasiakan itu semua dari kamu. Bagiku, siapa aku dan apa jabatanku di sini bukanlah hal yang penting. Aku tetap bekerja dengan profesional dan aku tidak pernah memanfaatkan itu semua untuk keuntunganku sendiri", terang Dipta panjang lebar.

Natya masih diam di tempatnya.

"Aku harap kamu tidak menolak untuk pergi ke Swiss bersamaku. Ini bukan untuk memenuhi permintaan Mama meski dia yang mengatur semuanya. Tapi aku ingin kesempatan ini menjadi momen untuk kita saling mengenal dengan lebih baik dan memulai hubungan kita dari awal lagi", ucap Dipta sesaat sebelum dia keluar dari ruang kerja Natya.

Selepas Dipta pergi dari hadapannya, Natya menatap pintu yang sudah tertutup itu. Entah perasaan macam apa yang kini dia rasakan. Satu hal yang pasti, Natya cukup tersentuh dengan niat baik Dipta.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari ini Natya dan Dipta akan berangkat ke Swiss. Natya sudah mengabarkan hal tersebut pada kedua orang tuanya.

Mommy Dinda dan Daddy Wisnu ikut mengantarkan keberangkatan putri dan menantunya ke bandara.

"Take care ya, sayang. Pokoknya happy-happy di sana, ya", pesan Mommy Dinda setelah dia memberikan pelukan sayang pada Natya.

"Iya, Mom".

"Ingat, kamu sekarang sudah dewasa. Jangan bertindak kekanak-kanakan. Patuhi suamimu dan layani dia dengan baik. Daddy harap rumah tanggamu selalu bahagia", ucap Daddy Wisnu.

Entah kenapa Daddy Wisnu berkata seperti itu. Nalurinya sebagai seorang ayah seolah tahu rumah tangga macam apa yang sedang dijalani Natya dan juga Dipta.

"Doakan aku, ya Dad", Natya memeluk erat Daddy Wisnu.

"Sure, sweetheart", jawab Daddy Wisnu.

Mama Nita dan Papa Narendra juga ada di sana. Meski pekerjaan Papa Narendra begitu padat di negara ini, tapi mereka masih meluangkan waktu untuk putra dan menantunya.

"Happy holiday ya, sayang. Nikmati liburan kalian dan jangan pikirkan apapun selama di sana, termasuk pekerjaan. Pokoknya, kalian giat saja membuatkan cucu untuk kami", pesan Mama Nita tanpa ragu.

"Iya, Ma. Semoga saja Natya mau melakukannya", ucap Dipta datar sambil melirik Natya yang kini sudah menyembunyikan wajahnya yang merona.

"Jaga istrimu baik-baik. Awas saja kalau Papa sampai mendengar kamu berbuat kasar sama Natya. Papa pastikan statusmu dipertimbangkan kembali sebagai pewaris tunggal keluarga Narendra", pesan sekaligus ancaman itu sengaja Papa Narendra sampaikan pada Dipta setelah dia mendengar cerita dari istrinya tentang rumah tangga Dipta yang tampak tidak baik.

Dipta menelan salivanya. Sungguh seram pesan dan ancaman Sang Papa.

"Papa tega sekali padaku. Apa Papa lupa, anak Papa itu aku, bukan Natya?", protes Dipta tak terima.

"Siapa bilang? Natya itu anak Papa juga. Jaga dia dengan baik dan cobalah bermain dengan lembut dengannya nanti", Papa Narendra menyampaikan ucapan terakhirnya setengah berbisik di telinga Dipta.

Dipta menghela nafas panjang, sungguh dia tidak menyangka ada pesan semacam itu dari Sang Papa.

"Natya, kalau sampai Dipta berbuat kasar atau menyakiti kamu, segera telepon Mama. Biar Mama yang urus dia nanti", pesan Mama Nita lagi pada Natya.

"Nah, kamu dengar sendiri kan sayang, kami semua ada bersamamu", imbuh Mommy Dinda ikut andil untuk membuat Dipta tertekan.

Ya, Mommy Dinda dan Daddy Wisnu juga Mama Nita dan Papa Narendra, mereka semua sudah saling bertemu sejak dua hari yang lalu. Sebagai orang tua, kedua keluarga ini sama-sama berharap dan berusaha agar rumah tangga anak mereka berjalan sebagaimana mestinya.

Natya tersenyum kikuk. Semua pesan yang didengarnya terasa begitu aneh baginya.

Dipta dan Natya sudah ada di dalam pesawat. Mereka harus menempuh perjalanan selama 13 jam lamanya.

Sedari awal mereka duduk, keduanya tidak saling bicara. Natya lebih memilih membuang pandangannya dengan melihat langit dari balik jendela.

"Kamu mau makan sesuatu?", tanya Dipta membuat fokus Natya beralih padanya.

"Bolehkah?", Natya balik bertanya.

Jujur saja, perut Natya sangat lapar. Penerbangan ini sudah berlangsung selama tiga jam dan selama itu pula Natya sama sekali tidak memakan apapun. Tapi dia malu untuk mengatakannya pada Dipta.

Dipta tersenyum tipis. Dia senang Natya mau meresponnya.

"Tentu saja. Kamu boleh memesan apapun yang kamu mau", ucap Dipta.

Tak menunggu waktu lama, Natya segera memilih menu yang tersedia secara digital.

"Kamu tidak memesan makanan juga?", tanya Natya yang ternyata memerhatikan Dipta. Sedari tadi suaminya itu hanya melihat Natya memilih menu untuk dirinya sendiri.

"Maukah kamu memilihkan makanan untukku?", tanya Dipta hati-hati.

"Tentu. Sebentar", Natya kembali melihat daftar menu di depannya.

Tak lama, seorang pramugari menghampiri kursi Dipta dan Natya. Hidangan yang mereka pesan pun tersaji di sana.

"Selama makan", ucap Dipta pada Natya.

"Terima kasih", jawab Natya diiringi senyum tipis di bibirnya.

Kedua sejoli itu kini asyik menikmati makanan mereka.

"Aku harap perjalanan ini menjadi awal baru untuk hubungan kita, Natya", ucap Dipta di tengah acara makannya bersama Natya.

Natya menatap lekat suaminya itu.

"Maaf sudah membuatmu berlarut-larut merasa bersalah", jawab Natya.

Dipta tersenyum manis pada Natya. Ini kali pertama dirinya tersenyum selepas itu, seolah beban di dadanya luruh begitu saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!