JALAN MENUJU CINTA
Mendung tebal disertai hujan rintik menetes satu persatu jatuh ke bumi. Bagi mereka yang berada aman dalam kenderaan roda empat situasi ini tak bawa dampak berarti. Namun bagi pengendara sepeda motor maupun pejalan kaki ini merupakan ancaman. Mereka auto basah kuyup bila langit tumpahkan air mata berlebihan.
Seorang gadis muda kendarai motor jenis matic terobos hujan gerimis yang bakal jadi hujan lebat. Gadis ini tanpa perlindungan mantel hujan memaksa maju terus hanya mengandalkan helm sebagai payung kepala.
Sepeda motor gadis ini terus melaju memotong kenderaan lain sampai di pemukiman mayoritas berpenghasilan rendah. Tak banyak rumah mewah di sana. Hanya ada beberapa rumah lebih megah walaupun tak bisa dianggap rumah orang kaya.
Gadis ini hentikan motornya di salah satu rumah sederhana berhalaman luas. Rumah itu asri walau bukan rumah gedongan. Tanaman mangga dan buahan lain jadi pelindung rumah ini dari hawa panas mentari.
Hari ini tanpa perlindungan tanaman juga sudah adem.
Si gadis parkir motor di teras lantas copot helm dari kepala. Helmnya digantung di stang motor.
Gadis itu mengibas rambut hitamnya dari serpihan air hujan ikut pulang ke rumah dara cantik ini.
Pintu rumah terbuka menyembul satu sosok wanita berusia sekitar empat puluhan. Wanita itu ramping walau tak bisa dibilang kurus. Wajahnya lembut penuh keibuan membuat kita menduga wanita ini ibu dari anak gadis tadi.
"Assalamualaikum Bu.." Gadis itu mencium tangan wanita itu dengan sopan.
"Waalaikumsalam...kena hujan ya? Ayok masuk dan mandi!"
"Iya Bu...sebentar lagi Gin mau ngajar les!" Gina anak wanita itu masuk ke dalam rumah langsung masuk kamar.
Wanita yang dipanggil ibu prihatin lihat kesibukan Gina dulang rezeki. Anak itu tak kenal lelah kejar yang namanya rezeki. Tak ada waktu terbuang buat Gina. Dia kerja apa saja asal halal untuk bantu ibunya cari rezeki.
"Gin...hujan lho!"
"Bu...hujan atau tidak Gin harus tetap hadir." sahut Gina dari balik kamarnya.
"Apa kau jadi bantu Gani kerja di kantor?"
Gina keluar dari kamar berkalung handuk. Gina merasa ibunya terlalu memanjakan Gani. Semua permintaan Gani harus dia penuhi tanpa pikir perasaan Gina.
"Ibu tahu Gina sibuk sekali. Dia pergi untuk bersenang-senang sedangkan Gin sibuk sampai kentut saja lupa." sungut Gina tinggalkan ibunya di depan kamar.
Ibu Gina yang dikenal dengan nama Bu Sarah menghela nafas. Dia hanya punya dua anak kembar laki perempuan. Gina cewek tegar sedangkan Gani cowok gemulai. Gani selalu jadi bulanan Gina karena seperti cewek.
Bu Sarah pusing lihat kedua anaknya seperti salah posisi. Seharusnya Gina yang gemulai dan Gani yang kokoh. Ini malah terbalik.
Bu Sarah hanya dengar guyuran air di kamar mandi. Gina sedang mandi untuk pergi ngajar les privat pada anak di seberang jalan. Bu Sarah akui Gina gadis ulet dan rajin. Tidak malu kerja apa saja asal halal. Dari berbengkel, ajar les, bantu dia di warung juga ajar anak-anak karate. Gina persis anak cowok kalau rambutnya ditebas pendek.
Bu Sarah pesan Gina tak boleh potong rambut agar ada sisa profil ceweknya. Andai Gina potong rambut maka akan jadi cowok muda cantik.
"Gin...Kau tega lihat Gani kecewa?" teriak Bu Sarah biar didengar Gina.
"Bu...ibu kan tahu Gina hampir tak punya waktu main. Anak ibu itu pergi jalan-jalan buang duit sedangkan kita kekurangan duit. Apa ibu lupa kalau pak Haji sudah minta pelunasan rumah kita?" Gina keluar dari kamar mandi bersamaan menjawab pertanyaan sang ibu.
"Tapi Gani sudah nabung bertahun untuk lihat konser idolanya."
Gina berhenti di depan pintu kamar mandi menatap ibunya dalam-dalam. Ibunya terlalu sayang pada Gani sampai lupa mereka hidup dalam kesulitan.
"Bu...Gina tak bisa kerja kantoran. Gina ini pekerja kasar."
"Ya ampun nak! Kau lebih pintar dari Gani. Kau ini sarjana dua kali lho! Pak haji sudah bilang belum butuh duit. Boleh tunggu tahun depan. Kau mau ya?" Bu Sarah terusan bujuk Gina mau bantu Gani gantiin dia kerja di kantor sebagai Aspri pengusaha kaya.
"Nanti Gina pikirkan! Sekarang Gin harus berangkat ngajar dulu." Gina tinggalkan ibunya malas berdebat demi saudara kembarnya.
Bu Sarah menepuk dada sedih Gina sangat keras pada diri sendiri. Gadis itu sangat disiplin mengatur hidup sedemikian rupa. Herannya Gina tak kenal kata lelah. Dia selalu siaga diajak kerja.
Gina kembali pergi setelah pamitan pada ibunya. Seminggu tiga kali Gina beri les tambahan pada beberapa murid di seberang jalan. Tidak terlalu jauh maka Gina mau terima murid-murid untuk les pelajaran tambahan.
Sebelum magrib Gina sudah selesai ngajar. Gina tak berharap saudara kembar pulang bikin dia tambah puyeng. Gani sering kali tak pulang bila bosnya ajak keluar kota ataupun banyak kerja di kantor.
Untunglah hujan sudah reda sewaktu Gina sampai di rumah. Gina bergegas persiapkan diri untuk laksanakan ibadah ke mesjid. Gina termasuk remaja berakhlak baik karena patuh pada orang tua, rajin dan rajin ibadah. Semua ibu-ibu berharap dapat Gina jadi menantu namun justru cowoknya takut jadi pacar Gina. Salah sedikit buntung kaki atau tangan.
Hampir cowok satu kampung takut pada Gina. Tak ada yang berani ganggu gadis itu. Jangan kan ganggu, cakap kasar saja tak berani.
Mata Gina tertuju pada motor mahal milik Gani. Nyata si bebek sudah pulang. Gina kasih julukan bebek pada Gani karena jalannya persis bebek pulang petang. Lenggang lenggok kayak cewek.
Gina tak tahu masalah apa akan dibawa pulang oleh Gani kali ini. Anak itu selalu pulang dengan sejuta masalah. Selalu pancing emosi Gina untuk patahkan leher laki jadian itu.
Gina mengetok pintu. Tak butuh waktu lama pintu terbuka. Kehadiran Gina disambut bau minyak wangi harum semerbak. Bau minyak wangi mahal bukan kelas Gina. Gina cukup handbody untuk lindungi kulitnya dari panas matahari serta kerja kasar sebagai montir di bengkel om Sabri.
"Assalamualaikum." sapa Gina dingin pada Gani.
"Waalaikumsalam adikku yang cantik! Dari mesjid ya? Calon penghuni surga sahabat bidadari." ujar Gani kenes bak putri kecantikan dunia.
"Kamu kecebur ke tong kencing sapi ya?"
"Maksud lu? Aku bau kencing sapi? Masyaallah nih bocah! parfum ini kubeli ratusan ribu. Enak banget hina parfum mahal aku." Gani berkacak pinggang mirip emak tetangga kehilangan centong sayur.
"Aku tak cium parfum mahal. Yang ada bau undang kuntilanak. Ngapain pulang? Bawa duit ngak?" tanya Gina melangkah pergi.
Gani menyusul langkah saudara kembarnya tak mau hilang jejak gadis itu. Beginilah kalau ada maunya. Sok baik.
"Dek...kau sudah baca biodata Kevin?" tanya Gani lembut. Pintar banget Gani merebut hati Gina. Ada maunya panggil Adek. Coba kalau lagi berantem segala badak tapir muncul sandingkan ke nama Gina.
"Apa urusan denganku?" ketus Gina masuk kamar tak peduli saudaranya merengut.
"Nona manis baik hati sedikit pada Abang sendiri kenapa? Pahala lho bantu saudara sendiri. Kau kan mau masuk surga? Inilah waktunya kau pesan tiket perdana ke sana." Gani ikutan masuk ke kamar Gina guna bujuk gadis itu bantu dia.
Gina melirik saudaranya sekilas lalu menyimpan kain sembahyang ke tempat biasa dia simpan barang berupa kain itu. Gina malas ladeni Gani bila sudah merayu. Tak ada keuntungan buatnya. Yang ada bikin buntung.
"Gani...kau tahu aku tak punya waktu untuk kerja di kantoran. Cukup kamu saja jadi pegawai elite."
"Aku tahu...cuma sepuluh hari kok! Aku sudah bilang pada pak Kevin kalau teman aku akan gantiin aku selama sepuluh hari. Kau cukup berdandan seperti cowok. Kamu mirip kok seperti cowok. Nanti pakai Wig ya! Ibu tak boleh kamu potong rambut."
"Kok kamu yang atur aku? Sudah minta tolong mau nyusahin aku pula?" Gina maju tantang si gemulai.
Gani meringis takut dihajar oleh adik kembarnya. Tamparan Gina bisa tinggalkan jejak cukup lama. Gani sudah pernah rasakan telapak tangan kasar itu. Beda dengan tangan Gani lembut bak salju di musim dingin.
"Bukan gitu dek! Bos aku itu punya penyakit alergi cewek. Dia tidak suka cewek dekat dengannya. Orang bilang penyakit OCD. Kalau dia tahu kamu cewek pasti dia tolak."
"Cari saja teman kamu yang lain!"
"Gila ya? Ini sama saja auto resign. Orang cari kerja setengah metong. Ayoklah dek! Bosku takkan tahu kamu itu cewek karena badanmu sekeras baja. Pokoknya akting jadi cowok sejati. Bos pasti suka."
Gina mengerjit alis dengar kata suka dari Gani. Bos Gani suka cowok berarti ada kelainan jiwa. Bosnya itu gay pencinta sesama jenis.
"Bos kamu jeruk makan jeruk?"
"Jangan ngawur! Dia itu laki tulen cuma tak bisa dekat cewek. Jangan pikir aneh deh! Aku sudah beli wig untukmu! Soal pakaian kau bisa pakai baju aku. Kita hampir sama tinggi cuma kamu lebih berisi. Bokong mu lebih bundar dan satu lagi. Bukit kembar kamu harus dibalut biar tak ganggu mata pak Kevin!"
"Apa aku sudah bilang setuju?"
"Harus setuju...mami...mami.." teriak Gani panggil Bu Sarah.
Gani andalkan ibunya paksa Gina bantu dia. Dasar kutu kupret manja. Tak mampu bujuk Gina gantiin dia malah cari bala bantuan. Akal kancil sang pelanduk.
Gina mendorong Gani keluar dari kamarnya sebelum kesabarannya habis. Sudah dibilang tak bisa bantu masih ngotot.
Gani teriak-teriak tak terima diusir oleh adik kembarnya. Tenaga Gina sepuluh kali lebih kuat dari Gani. Kalau Gina sudah bertindak Gani tak bisa apa-apa selain minta bantuan ibunya.
Bu Sarah muncul dari dapur menatap kasihan pada Gani. Bu Sarah sudah bisa tebak kalau Gina tetap kekeh tak mau bantu saudara kembarnya.
"Gan...lebih baik kau Batak pergi saja! Gina memang sibuk. Kasihani dia dong!" bujuk Bu Sarah lembut takut sakiti hati anaknya.
"Mami...aku kan sudah bayar tiket tour ke Korea. Masa uang itu hangus! Itu hasil keringat aku."
"Tapi Gina juga punya pekerjaan sendiri."
"Alah kerja apa? Kerja ngak jelas. Semua tak perlu pakai surat cuti. Mami senang ya Gani dipecat sama pak Kevin?"
"Apa kau tak lihat Gina tak pernah istirahat? Dia rela tak masuk kantor karena mau bantu ibu di warung. Sudahlah nak! Minta balik uang kamu."
"Ngak bisa mami..semua sudah disetor ke travel. Gani janji segera pulang bila waktunya tiba. Mami bujuk Gina dong! Kata pak Kevin mulai besok Gina sudah harus masuk untuk belajar adaptasi. Ayok mami!" Gina mengguncang tangan Bu Sarah dengan kuat.
Gani sudah tak sabar ingin ke Korea untuk liburan sekaligus nonton konser penyanyi idolanya.
Bu Sarah habis akal hadapi kedua anaknya. Dua dunia berbeda.
"Ibu akan coba omong sama Gina. Kau bantu ibu ambil piring. Kita akan makan malam."
"Siap mami..." Gani berharap ibunya sukses bujuk Gina yang sifatnya keras. Susah dilumerkan.
Bu Sarah menatap pintu kamar Gina dengan aneka rasa. Bu Sarah tak tahu harus berpihak pada siapa. Gani dan Gina semuanya anaknya. Tidak bela kiri kanan.
Bu Sarah mengetuk pintu kamar Gina. Ketukan Bu Sarah pelan sekali.
"Gin...makan!" kata Bu Sarah dari luar.
"Iya Bu .." Guna segera keluar dari kamar untuk penuhi panggilan sang ibu.
Gani sudah ganti pakaian rumahan. Kaos oblong warna hitam dan celana pancung bawah lutut. Gina tak ubah anak remaja lain segar semangat.
Bu Sarah tak berani langsung tatap mata anaknya karena takut Gina bisa baca isi hatinya. Apa lagi kalau bukan bujuk Gina gantiin posisi Gani sementara waktu.
Gina sudah tahu namun tetap berlagak pilon. Gani tak tahu jauh angan Gina ikut kerja di kantor. Dia lebih suka kerja freelance tanpa dikekang orang. Bebas tanpa perlu makan hati pada perintah majikan. Soalnya Gina bukan penjilat.
Gina melihat Gani sudah duluan duduk manis di kursi menunggu Gina datang. Gina cuek bebek tak mau tahu masalah Gani. Mau bersenang tapi harus korbankan orang lain.
Gina menyendok nasi ke piring ibunya barulah menyendok ke piring sendiri. Gina sedang tunjukkan bakti seorang anak.
"Lha punya aku mana?" protes Gani karena Gina tidak menyendok nasi untuknya.
"Tanganmu untuk apa? Pencet hp?"
"Sombong amat!" ketus Gani tak senang ditegur Gina.
Gina mendengus tak peduli delikan tajam Gani. Gina tak peduli saudaranya kesal. Masih muda kok minta dilayani. Mubazir Tuhan karuniakan sepasang tangan.
"Gin...bantulah Gani! Kasihani adikmu!" Bu Sarah mulai memelas rasa iba Gina.
"Bu... sebenarnya aku dan Gani siapa lebih tua? Sebentar aku Kakak sebentar aku adik. Aku butuh kepastian siapa lebih tua. Kuharap aku ini kakak biar bisa hajar adik kurang ajar!" Gina melirik Gani.
"Oh maaf! Tentu saja Gani lebih tua. Tua lima menit!" Bu Sarah cepat ralat sebelum Gina merasa lebih tua. Bisa bonyok Gani bila Gani menjadi kakak. Seorang kakak berhak didik sang adik.
"Aku butuh pengakuan tertulis. Jangan jadi kakak sewaktu dibutuhkan!"
"Jangan konyol! Gani itu abangmu! Ibu cuma keseleo lidah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Tiana
hmmmmmmmmmm.. seruuu
2023-11-04
1
Be___Mei
akak ni orang malaysia ke?
2023-03-06
1
Bivendra
mak nya ni berat sebelah
2023-02-04
1