Beda jauh dengan dirinya yang tiap hari bercanda dengan oli dan gemuk lahar. Tangan Gina kasar seperti kertas pasir sedangkan yang cowok halus lembut seperti sutera India.
"Emang aku pikirin? Kalau kau tak mau artinya aku takkan ikut bos kamu." Gina jual mahal.
Gani menelan air ludah. Rasanya kok pahit sekali. Bayangan K pop pujaan melayang jauh seperti hendak kabur dari retina mata Gani.
Gina tersenyum penuh kemenangan bisa tekan Gani lakukan tugas seperti dia lakukan. Ibunya terlalu memanjakan Gani tanpa ingat Gina juga anaknya. Bu Sarah selalu mementingkan Gani daripada Gina. Bu Sarah anggap Gani lemah harus dilindungi sedangkan Gina kuat mampu lindungi diri sendiri.
Menimbang, berkali dan bertambah memaksa Gani tunduk pada permintaan Gina.
"Dasar adik durhaka! Iya aku setuju cuci piring selama sebulan. Tapi aku kan kerja. Pulangnya sudah sore."
"Tenang ..piring itu takkan kabur walaupun kau pulang malam. Orang bersakit dulu baru bersenang tapi untuk kamu khusus bersenang dulu baru sakitan. Kau memang luar binasa." ejek Gina puas bisa kerjain Gani.
"Binasa...biasa tau...Ayok kerjakan tugasmu catat jadwal kerja pak bos selama di Sumatera!" Gani menyodorkan satu file buat Gina untuk masukkan semua jadwal Kevin selama dinas ke luar kota.
Gina terima tanpa protes. Untuk sementara dia takkan melawan. Gina akan tepat janji pada Ibunya bantu Gani selama sepuluh hari. Setelah itu Gina akan terbebas dari suasana kantor yang kurung jiwa bebasnya. Gina tak suka menjilat pada pemimpin maka pilih bekerja secara freelance. Semua akan dia lakoni selama itu halal.
Gina tenggelam dalam tugas barunya. Dia harus pandai bersikap karena status luar biasanya. Kalau ketahuan dia cewek habislah Gani. Laki gemulai itu auto ditendang dari kantor. Gina mana tega jadi penyebab Gani dipecat. Gina akan berusaha semaksimal mungkin kerja untuk Kevin.
Jam sembilan bos perusahaan tiba dengan bunyi sepatu telah dihafal Gani. Laki kemayu ini langsung berdiri menyambut bos besar sedangkan Gina bersikap pasif tak anggap Kevin sebagai bos harus diangkat. Gina bukan penjilat seperti saudaranya. Gina terlalu maskulin sebagai seorang cewek.
"Selamat pagi pak!" sapa Gani sambil bungkukkan badan bergaya orang Korea.
Maunya Gani dilahirkan di negara ginseng itu supaya tidak perlu nyusahin orang bila ingin main ke sana. Gani yang libur Gina jadi korban.
Kevin melirik ke pegawai cadangan pengganti Gani. Tak ada reaksi di balik topeng masker. Dalam kondisi aman dari virus covid masih betah kenakan masker.
"Sudah siap berangkat?" tanya Kevin mengarah pada Gina. Yang ditanya agak gelagapan. Gina belum terbiasa bekerja sama dengan para petinggi perusahaan. Dia selalu bersolo karir. Tanpa majikan selain om Sabri teman ibunya.
"Siap pak! Kita berangkat sekarang?"
"Setengah jam lagi. Kau tidak mabuk udara kan?"
Dalam hati Gina mengomel kesombongan Kevin pikir Gina asli orang udik tak pernah naik pesawat.
"Kalau aku mabuk apa ada transportasi lain? Seperti rakit, bisa juga sejenis perahu untuk seberangi selat Sunda. Aku bisa kok dayung sampai ke pulau Sumatera." sahut Gina membuat Kevin bengong. Baru kali ini ada orang berani beri jawaban songong kepadanya.
Gani mau ketawa lihat bosnya melongo sampai mulut sensualnya terbuka sedikit. Dari lubang angin bibir tampak gigi bosnya yang rapi jali.
"Dasar anak stress..." sungut Kevin tinggalkan kedua saudara kembar itu.
Gani mencubit pantat Gina dengan geram. Nyali Gina sungguh hebat berani usik sang majikan. Herannya sang majikan tidak memarahi Gina. Biasa mata bosnya akan menyoroti orang bermasalah.
"Kamu sarapan apa tadi? Nyalimu kegedean."
"Sarapan telor mata cicak. Kenapa? Aku salah omong?"
"Sejak kapan ada orang seberang ke pulau Sumatera gunakan rakit? Kau keturunan Aquaman?"
"Punya duit beli buku biar tahu sejarah nenek moyang kita. Lagunya ada nenek moyang kita seorang pelaut. Punya duit asyik beli alat make up. Mana file yang harus di bawa seberang lautan? Awas jangan ada yang tertinggal! Aku tak bisa tahan pak Kevin pecat kamu."
Gani mengeluarkan dua buah tas dari plastik bening. Laki itu keluarkan semua berkas agar dipahami Gina. Gani terangkan satu persatu biar Gina makin ngerti tugas dipundak.
Tidak sulit bagi Gina untuk paham semua ajaran Gani. Dasar otak Gina lebih encer dari Gani. Semua keterangan Gani langsung tersimpan dalam memori kepala Gina.
Tak lama berselang cowok ganteng satu lagi muncul. Peter terlambat masuk kerja alamat kena semprotan dari mulut Kevin. Gina tak mau usil campur urusan bos. Dia cuma perlu kerjakan bagiannya.
Setelah Peter datang Kevin keluar dari ruangan berjalan jauhi ruang kerjanya. Gina masih menimbang ikut atau masih harus tunggu perintah dari atasan Gani.
"Ikut dek!" bisik Gani melihat Kevin makin menjauh.
"Emang berangkat sekarang?"
"Iyalah! Pak Peter akan antar kamu ke Bandara."
"Kalau aku batal diajak kan syukur." Gina mengambil tasnya mengikuti jejak bos yang makin dekati lift.
"Hati-hati dek! Yang semangat ya! Besok aku sudah berangkat. Kau mesti hati-hati jaga diri."
"Iya ..langsung balik bila Korea sudah tamat. Aku bukan orang sabar ikuti permainan kamu." ancam Gina membuat Gani angguk-angguk.
Gina bergegas kejar Kevin dan Peter yang sudah pergi jauh. Gina dengan gesit mengejar kedua petinggi perusahaan.
Gina menatap punggung kedua orang itu. Gina sedang berpikir kalau Kevin tak suka pada cewek bisa jadi Peter itu adalah pacar dalam kegelapan. Gina bergidik membayangkan betapa mengerikan hubungan dua makhluk sejenis itu. Orang melawan kodrat alam. Sayang keren tapi otak minus.
Kedua lelaki itu berdiri dekat mobil sedan mewah menanti Gina yang datang belakangan. Wajah Kevin kurang sedap dipandang anggap Gina agak lelet tak gesit. Seorang asisten seharusnya dahului bos jalan untuk layani bos dari A sampai Z.
"Cepat sedikit bro! Kita hampir terlambat." ujar Peter melirik jam tangan mahal di pergelangan tangan.
"Iya pak! Terlambat berapa jam?"
"Belum telat sih tapi takut terjebak macet! Ntar pesawat duluan kabur!"
"Ngak masalah! Biar kubawa mobil jamin tepat waktu. Silahkan!" Gina membuka pintu belakang buat Peter dan Kevin. Gaya sudah mirip seorang asisten betulan.
Kevin dan Peter saling berpandangan belum yakin anak ini bisa bawa mobil sebaik Peter. Gani saja tak bisa bawa mobil mengapa temannya merasa yakin jadi supir andalan.
Kevin angguk beri kesempatan pada Gina tunjukkan bukti dia bisa diandalkan. Gina ambil posisi sebagai supir di depan biarkan Peter dan Kevin jadi penumpang.
"Duduk yang baik. Bismillah!" Gina stater mobil dengan gaya supir profesional.
Mobil melaju perlahan tinggalkan pelataran kantor. Hati Kevin agak gundah takut Gina hanya jual tampang sebagai asisten all in one. Serba bisa.
Begitu sampai di jalan raya mobil tidak merayap pelan lagi melainkan melaju kencang menyalip mobil lain. Peter dan Kevin memegang jok tempat duduk dengan erat tak sangka Gina memang ada penyakit sinting. Bawa bos berani jadi setan jalanan.
Mobil melaju makin kencang tatkala kemacetan agak terurai. Kevin dan Peter merasa perut mereka sedang duduk centong sayur gede. Mual pingin muntah campur aduk jadi satu.
Namun keduanya pilih diam takut dibilang Cemen. Baru diajak balapan kejar waktu sudah K O. Keduanya bungkam seribu bahasa. Adapun hanya bisa ngomel dalam hati.
Peter dan Kevin tak tahu berapa lama mereka menderita dalam mobil. Tahu-tahu mereka sudah di parkiran bandara.
Kevin menepuk dada berkali-kali mengembalikan semangat yang tadinya terbang melayang di Awang. Sungguh asisten mengerikan. Nyawa Kevin akan lebih pendek bila punya asisten model ini.
Gina santai saja turun dari mobil buka pintu buat kedua pembesar perusahaan. Gadis ini tidak merasakan apa-apa setelah buat atraksi nyaris buat Kevin kena stroke.
"Kamu ini pembalap?" tanya Peter takjub skill Gina bawa mobil.
"Bukan pak! Mantan supir bajaj." sahut Gina enteng.
"Supir bajaj punya skill kayak pembalap? Kau bohong." tuduh Peter belum percaya cerita karangan Gina.
"Emang aku punya tampang pembalap? Supir bajaj itu harus kejar setoran maka harus kencang bawa bajaj. Kalau bapak sedang hamil aku akan pertimbangkan pelan dikit." jawab Gina cool bikin urat tawa Peter terusik.
Peter tak bisa tahan tawa dengar ocehan Gina yang lucu. Sejak kapan ada lelaki hamil. Ada saja asisten cadangan ini.
Kevin kurang tertarik pada gurauan Gina dan Peter. Dia sibuk menarik nafas biar tidak muntah di depan asisten sedikit miring itu. Sumpah mati perut Kevin berputar-putar mendesak minta keluarkan sesuatu.
Gina melirik bosnya tahu bosnya itu sedang menahan mual. Dasar orang manja. Baru dibawa sport jantung dikit sudah loyo. Dasar bos sontoloyo. Casing cowok tapi isi dalam putri Upik abu.
"Kita harus segera cek in kalau tak mau ditinggal pesawat." Gina ingatkan kedua laki itu mereka kejar waktu.
"O iya...ayo turunkan bagasi! Aku akan periksa ke dalam dulu!" Peter tersentak ingat waktu.
Kevin dan Peter melangkah pergi tinggalkan Gina yang ditugaskan urus bagasi koper Kevin. Gina harus siap jalani perintah atasan. Dia harus telan rasa kesal karena ulah Gani. Gina berjanji akan buat Gani bayar semua deritanya.
Peter dan Kevin berjalan masuk ke dalam bangunan bandara. Hiruk pikuk bandara membantu Kevin redakan rasa mual. Perlahan rasa mual itu sirna.
"Gino lebih keren dari Gani. Kurasa kau bisa pertahankan dia kerja untuk selanjutnya."
"Apa kau tak lihat gaya angkuhnya? Dia beda jauh dari Gani. Gani patuh tak berani adu mulut tapi yang ini pelawan. Kita bilang A dia jawab Z. Kurasa cukup sampai Gani balik." Kevin menoleh cari bayangan Gina. Gadis itu belum tampak di belakang. Mungkin nyasar karena belum pernah ke bandara.
"Kau salah bro! Dia itu tegas tidak melambai seperti Gani. Laki seharusnya begitu. Kau coba dulu. Kalau cocok kau rekrut jadi asisten cadangan."
"Kita lihat nanti!" Peter dan Kevin segera urus masalah tiket untuk dapat boarding pass. Waktu mereka jadi banyak berkat keahlian Gina bawa mobil. Mereka lebih cepat setengah jam dari perkiraan awal.
"Mas Kevin..." terdengar panggilan familiar bagi Kevin dan Peter.
Serentak kedua laki itu menoleh. Dari jauh tampak seorang gadis berpenampilan masa kini seret koper berjalan ke arah Kevin dan Peter. Sikapnya elegan jelas sekali dari keluarga terpandang. Dari pakaiannya yang modis sudah bisa ditebak dari kelas mana gadis ini.
"Lucia? Kok di sini? Bukankah kau sibuk urus design terbaru kamu?" tegur Kevin heran mengapa designer perusahaannya muncul di bandara.
"Aku dengar mas Kevin mau ke kota M maka aku ikut. Aku ingin liburan ke sana." kata Lucia dengan manja dibuat.
"Lucia...aku ini pergi bertugas bukan jalan-jalan. Kami juga pergi cuma dua hari. Begitu selesai rapat langsung pulang sini. Kita masih banyak pr untuk pesta perusahaan. Harusnya kau kejar target hasilkan karya bagus."
"Tenang mas! Lucia pasti on time. Stok design aku banyak. Kali ini aku akan buat karya spektakuler. Pokoknya kalian akan terpana." Lucia berkata pede mampu selesaikan tugas dari Kevin.
Pas waktu itu Gina tiba menyeret bagasi Kevin. Tas Gina hanyalah tas travel berisi dua potong pakaian tanpa barang lain. Gina orangnya paling efisien tak mau ribet. Jika tak ada Kevin mungkin Gina takkan bawa baju ganti. Cukup dengan baju di badan. Tidak ganti baju toh tidak akan kena serangan jantung.
Lucia melototi Gina melihat siapa pula pendamping Kevin kali. Orang asing baru yang menarik. Sebagian wajah ditutupi masker seolah ingin sembunyikan identitas.
"Siapa ini?" Lucia menunjuk Gina.
"Teman Gani. Dia yang ganti Gani selama anak itu tour ke Korea. Kau ada masalah dengannya?" ujar Peter heran Lucia selalu curiga pada orang di samping Kevin.
"Teman Gani...sama dong bencong!" hina Lucia dibayar kontan.
Gina mengeraskan rahang marah oleh kekasaran Lucia. Dia boleh kaya tapi tak boleh hina kredibilitas seseorang. Apa dia sudah sempurna sebagai manusia? Untunglah ekspresi marah Gina tersimpan di balik topeng masker. Tak ada yang tahu Gina kesal capai ke ubun.
"Tak baik omong gitu Lucia. Semua orang punya kelebihan dan kekurangan. Semua tahu kamu sempurna sebagai putri tunggal pak Subrata. Pintar, elegan dan modis." puji Peter naikkan pamor Lucia biar tak keluarkan kalimat menyakiti orang.
Gina sedikit tersentak dengar nama Subrata. Nama yang seperti monster dalam hidupnya. Nama yang menghantui Gina selama ini. Pandangan mata Gina berubah setelah tahu siapa orang di depannya. Hawa ingin menampol wajah cantik itu membara dalam dada.
"Iya dong! Aku kan pewaris tunggal kekayaan Mahabarata." Lucia menyanjung diri sendiri lebih tinggi.
Gina makin yakin orang ini adalah sumber kehancuran keluarganya. Kalau Tuhan sudah berkehendak maka jalan akan terbuka. Dia masuk ke kantor Kevin ternyata bawa hikmah luar biasa. Gina menemukan orang yang dia tunggu selama ini.
"Selamat datang neraka!" Gina membatin khusus untuk Lucia.
"Aku tidak peduli kau anak siapa. Sekarang kau kerja di kantor aku maka kau wajib selesaikan tugasmu buat design perhiasan terbaru." kata Kevin tidak termakan status Lucia yang setinggi Mahameru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Ahsin
bgs ceritanya... lucu
2023-11-13
1
Nur Mei
q ketawa sendiri......
2023-06-12
1
玫瑰
lucu
2023-02-03
1