Benar kata Kevin. Sudah ada mobil mewah menunggu mereka di depan hotel lengkap dengan supirnya.
Mobil warna hitam mengkilap kena cahaya matahari membuat jiwa miskin Guna meronta. Kapan dia bisa punya mobil semahal itu? Bayar cicilan rumah saja sudah Senin Kamis gimana terpikir beli mobil. Itu hanya mimpi di siang bolong. Sampai hidupnya tamat belum tentu terbeli.
Kevin sudah masuk ke dalam mobil menunggu asistennya ikut masuk. Gina masih menimbang harga mobil itu tak sadar bos telah menunggunya.
"Hei kau...mau disemen di teras hotel?" tegur Kevin marah Gina buang waktunya.
Gina tersadar cepat-cepat masuk duduk di samping Kevin. Kevin menghela nafas. Anak ini sungguh tak tahu aturan. Seharusnya Gina duduk di depan bersama supir. Mana ada asisten duduk di samping bos.
Hari ini nilai Gina sudah dapat nilai merah. Beberapa kali lagi pasti takkan naik kelas. Rapor merah semua.
Kevin malas berdebat biarkan Gina duduk di sudut pintu sebelah lagi. Mereka duduk berjauhan sisakan tempat di tengah. Gina duduk tegak busung dada bergaya lelaki tulen sedangkan Kevin lebih santai sambil memeriksa ponselnya yang lain.
Sungguh enak jadi orang kaya. Ponsel saja bisa beberapa buah. Seperti beli pisang goreng saja. Satu buah pasti berjuta-juta. Bagi Gina itu Mubazir. Mending uangnya buat bayar cicilan rumah mereka.
"Kau sudah bisa gunakan ponselmu?" tiba-tiba Kevin buka suara mengagetkan Gina.
"Iya pak"
"Iya apa?"
"Ponsel..." Gina mengacungkan ponsel ke depan Kevin. Sebodoh apa Gina tak bisa gunakan ponsel android? Bukan tak bisa pakai cuma tak mau beli karena mahal. Laptop yang lebih canggih habis dibantai Gina apalagi cuma ponsel kecil.
"Coba kau lihat ada yang tak ngerti?" Kevin sok pintar mau ajar Gina.
Gina menatap benda di tangan lihat apa ada yang salah dengan benda itu. Dilihat sepuluh kali tetap ponsel untuk komunikasi. Tak ada istimewa.
"Sudah ngerti pak!"
"Maksudku kau periksa isi dalam cari apa ada yang tak tahu? Bukankah kau harus bisa gunakan benda itu?"
"Oh.." jawab Gina bikin Kevin keki. Gampang saja dia bilang Oh. Apa anak ini tak tahu hukuman sering bantah atasan.
Gina aktifkan ponsel itu lalu geser layar cari aplikasi rekaman untuk laksanakan tugas. Dua kali klik Gina sudah temukan aplikasi itu. Gina tunjukkan aplikasi yang dimaksud Kevin. Kevin angguk tanda Gina lulus.
Dengan gerakan kaku Gina simpan ponsel ke dalam saku celana. Sekarang belum perlu maka tak ada guna dia jalankan ponsel itu. Semuanya bukan data Gina jadi untuk apa sibuk pelototi barang bukan miliknya.
Mobil berjalan terus ke tempat jumpa investor yang telah janjian mau jumpa Kevin. Suasana dalam mobil anteng tak ada bersedia keluarkan suara. Yang terdengar hanya suara deru ac mobil sedikit berisik. Gina anggap itu musik tanpa nada.
Tiba-tiba ponsel di saku Gina berbunyi. Nada dering nya jelek bukan main. Hanya ada suara nyut-nyutan seperti orang sakit kepala. Gina mau ketawa saling lucunya namun ditahan demi menjaga sopan santun. Gimana reaksi Kevin kalau seleranya diolok anak buah.
"Angkat!" perintah Kevin tanpa lihat siapa telepon.
Gina mencibir dari balik masker. Masak anak buah harus ikut campur urusan pribadi bos. Ponsel adalah barang pribadi tak bisa disentuh orang lain. Ini malah suruh orang lain angkat ponselnya.
Gina tunjukkan nama tertera di layar pada Kevin lihat apa laki itu mau angkat telepon dari wanita reseh.
"Kamu yang angkat!" kata Kevin cuek.
"Apa harus kubilang?"
"Terserah.."
"Ok.." Gina klik tombol hijau terima telepon dari Lucia. "Halo.."
"Gino? Mana mas Kevin?"
"Oh pak Kevin? Beliau sedang dalam perjalanan mau lihat kesayangannya melahirkan." Gina beri jawaban ambigu bikin Lucia histeris.
Kevin besarkan mata tak sangka Gina akan beri jawaban di luar dugaan. Memangnya apa yang mau melahirkan? Gina juga tak menyebut orang. Lantas apanya melahirkan?
"Siapa melahirkan? Pacar gelap pak Kevin?"
"Pacar gelap? Emang pacar pak Kevin orang negro? Itu harus tanya pak Kevin. Nanti setelah kami balik nona Lucifer boleh tanya langsung."
"Lucia...bukan Lucifer! Kamu ini asisten atau orang gila. Pak Kevin pungut kamu dari RSJ?"
"Tahu saja nona ini? Seratus untukmu. Penasaran ya? Tekan dulu! Kami akan pulang setelah bidannya pergi! Sabar ya nona!"
"Dasar orang gila! Katakan di mana kalian? Awas kalau ketemu nanti! Ku rujak kamu!"
"Kayak emak-emak saja main rujakan. Ok sini kubilang! Kamu ini berada di penangkaran buaya. Buaya piaraan pak Kevin lahiran. Buaya buntung."
Supir yang sedang nyetir tak bisa tahan tawa lagi. Dari tadi dia mau ketawa tapi ditahan karena bawa bos besar. Gina lucu bikin perut sakit.
Kevin sendiri menahan senyum biar tak diremehkan Gina. Gina yang pendiam ternyata punya bakat jadi pelawak alami. Bicaranya serius namun ujung bikin orang tak sanggup tahan tawa.
"Dasar bencong kampret! Aku akan kuliti kamu. Panggil mas Kevin."
"Ngak bisa...pak Kevin sedang kawani bidan tunggu buayanya lahiran. Sudah hampir keluar karena sudah bukaan sepuluh. Kau pasti akan dapat kehormatan beri nama untuk bayi buaya pak Kevin. Ok ya! Aku tutup dulu!" Gina matikan ponsel tak tunggu balasan dari Lucia.
Gina kecilnya volume ponsel hingga nol biar tidak terusik oleh penelepon tak penting.
Kevin akui Gina lebih berani dari Gani. Wanita sekelas Lucia dia pecundangi tanpa belas kasihan. Gani mana berani lawan Lucia designer terbaik di kantor. Putri dari pengusaha kaya raya. Cuma bakatnya tidak sejalan dengan perusahaan orang tuanya maka Lucia kerja untuk Kevin.
Kevin tidak menegur Gina walaupun kurang sopan pada Lucia. Justru Kevin senang sudah ada tameng lindungi dia dari incaran Lucia. Gina bisa diandalkan lindungi dia dari incaran para cewek.
Mereka tiba di lapangan golf terbaik di kota M. Lapangannya bersih dan asri. Sangat cocok untuk hibur diri di kala jenuh dengan pekerjaan di kantor. Cocok juga ramah tamah dengan kolega sekedar ngobrol santai maupun berbisnis.
Gina baru pertama kali datang ke tempat khusus untuk orang berkantong tebal. Tempat begini asing bagi Gina. Dia tak punya kepentingan di tempat orang kaya buang duit.
Kehadiran mereka disambut para gadis cantik-cantik pakai rok mini. Pakaian mereka serba putih. Dari topi hingga sepatu berwarna putih. Senyum manis tak pernah pupus dari bibir dipoles gincu berwarna cerah. Gigi juga rapi bersih undang para kaum Adam gregetan ingin periksa isi mulut apa ada plak tidak.
"Pak Kevin ya?" tanya salah satu di antara tiga gadis cantik itu.
"Iya..." sahut Kevin dingin.
"Silahkan pak! Anda sudah ditunggu pak Imam." gadis itu menunjukkan jalan untuk Kevin dan Gina.
Gina ikut saja ke mana Kevin melangkah. Gina tak menangkap bahaya di sini. Semua tampak asri bikin hati adem. Dari mana ada bahaya. Herannya mengapa Kevin minta dia merekam semua pembicaraan. Ada apa ini?
Mereka dibawa ke satu tempat di mana sudah ada beberapa lelaki. Mereka duduk santai ditemani minuman ringan. Gina bersyukur tidak ada tampak minuman keras. Biasa kalau bos-bos berjumpa pasti akan pesta miras.
Hanya ada soft drink di atas meja seorang lelaki seumuran Kevin. Di samping laki itu berdiri dua cowok tegap yang Gina duga pengawal laki yang duduk. Orang kaya itu aneh. Makin banyak uang makin takut mati. Ke mana saja minta dikawal.
"Ach pak Kevin...apa kabar bro? Senang jumpa lagi. Eh mana Peter?" Laki yang dikawal langsung berdiri sambut Kevin penuh persahabatan.
"Peter jaga kantor. Sendirian?" Kevin lihat kiri kanan tak ada orang dekat orang kaya itu.
"Ngapain di bawa-bawa? Simpan di rumah biar makin awet! Hei...asistenmu kok sudah ganti? Mana Gani?" Laki itu menatap Gina yang berdiri di belakang Kevin.
Gina menunduk tak ijinkan laki itu lama menelusuri wajahnya. Kalau Laki itu buaya buntung pasti akan cepat tahu status Gina yang tak lazim.
"Ini teman Gani. Gani sedang tour ke Korea. Untuk sementara Gino gantiin dia."
"Asisten kamu cantik-cantik ya! Ini lebih cantik."
"Macam saja kamu ini Imam. Cowok kok di bilang cantik."
Laki bernama Iman itu tertawa renyah bergema disapu angin. Gina duga Imam itu laki ramah. Buktinya dia bisa ingat asisten Kevin. Apa artinya seorang asisten di mata pengusaha kaya. Orang seperti Gani maupun Gina tak ubah kacung bagi orang kaya.
"Sumpah Vin... asistenmu yang satu ini bikin orang salfok. Terlalu indah matanya. Ibarat seperti mata burung cenderawasih. Kamu hebat bisa dapat asisten pribadi cantik!" ujar Imam tak peduli reaksi Gina jadi topik bahasan. Gina harus tulikan kuping agar tidak jurus petir sambar elang cabul.
"Gino hanya sementara ganti Gani. Paling kerja sepuluh hari. Kita mulai main?"
"Terburu amat! Santai saja! Kita minum dulu." Imam menunjuk kursi di samping tempat dia duduk tadi. Kevin patuh ntah demi apa? Proyek kerjasama dengan Imam kali.
Ketiga wanita cantik berseragam putih berbaris rapi menunggu para bos turun ke lapangan untuk main golf. Mereka dibayar untuk temani para bos-bos bermain di lapangan. Tak jarang berlanjut kopi darat.
Pekerjaan sebagai Caddy golf kadang datangkan aura negatif. Gara segelintir Caddy nakal jadi terbawa semua. Padahal tak semua nakal.
Gina berdiri di belakang Kevin menunggu moments rekam percakapan penting antara dua pengusaha itu. Kevin perintah begitu tentu saja ada tujuan tertentu. Gina tak punya hak tahu, tugasnya hanyalah ikuti semua perintah bos.
"Silahkan minum!" Imam menyodorkan satu kaleng minuman ringan. Dari merek kalengnya tak ada ciri-ciri minuman beralkohol karena Gina hafal merek itu hanya minuman bersoda.
"Terima kasih. Kau akan lama di sini?" tanya Kevin memulai pembicaraan lebih serius. Gina juga bersiap dengan ponsel perekam. Gadis muda ini pura-pura periksa isi ponsel lalu geser layar ponsel ke arah sesuai arahan Kevin.
Gina tidak segera simpan ponsel untuk hindari kecurigaan. Untunglah ponsel Kevin di tangan Gina berdering tanpa suara. Namun benda itu bergetar karena tak volumenya sudah dikecilkan Gina.
Lagi-lagi Lucia telepon. Gina klik tanda merah tolak panggilan masuk barulah simpan ponsel dalam posisi sedang merekam. Gadis ini kembali mematung tanpa bicara sepatah katapun.
"Aku akan buka usaha di sini. Aku akan buka bar termodern di sini. Di sini saingan masih kurang. Beda dengan di kota. Bar sana sini."
"Kau yakin bisa sukses? Kurasa masyarakat sini masih banyak yang hindari tempat demikian. Tahun lalu kudengar punyaan Adam baru saja ditutup."
"Itu salah dia buka seratus meter dari mesjid. Hancurlah dia! Aku buka di atas mall besar. Aku sewa seluruh lantai atas agar tidak terusik warga lain. Di lantai sepuluh."
"Kusarankan kau pelajari dulu sebelum hambur dana. Gimana dengan tender proyek besok? Kau optimis?"
Imam tertawa seraya meraih kaleng minuman. Sikapnya santai tak perlihatkan punya beban hadapi tender proyek besar. Imam selalu optimis bila tangani satu proyek besar. Keyakinan akan bawa dia ke jenjang lebih sukses.
"Optimis...apalagi saingannya kamu. Kau pasti sudah persiapkan diri maju kerjakan jalan tol ini."
"Aku pingin ikutan bangun negara. Aku belum pernah coba di bidang ini maka ingin coba. Aku tahu kamu memang pakarnya."
Imam kembali tertawa. Kali ini Imam melayangkan mata pada Gina. Imam masih penasaran dengan asisten Kevin yang satu ini. Mata seindah bintang timur tapi kok jadi laki.
Imam juga penasaran wajah di balik masker. Apa bagian wajah juga seindah matanya. Dari mata saja Imam sudah terpanah oleh Kilauan bintang timur. Semoga saja mata dan indera yang lain sinkron.
"Aku akan mengalah asal kau rekom asistenmu kerja padaku setelah Gani pulang. Bukankah dia tak kerja lagi bila Gani balik?"
Kevin memutar kepala tatap Gina. Kevin tak tahu gimana reaksi Gina ditawari kerja di tempat Imam. Ekspresi Gina tertutup oleh masker maka sulit tebak gimana reaksi Gina.
Kevin dan Imam tak tahu kalau Gina mengepal tinju geram Imam melecehkan harga dirinya. Apa orang kecil harus menjadi budak dari orang kaya? Tak bisakah orang kecil mempunyai pendapat sendiri?
"Maaf Imam! Gino sebenarnya sudah ada pekerjaan sendiri. Dia hanya minta cuti selama Gani pergi. Aku tak punya hak menukar Gino dengan proyek. Semua tergantung Gino sendiri mau kerja di mana." ujar Kevin hargai Gina.
Gina sedikit lega Kevin masih ada hati tidak anggap dia barang barteran. Gina yang berhak menentukan mau kerja di mana. Bukan pemaksaan.
"Hei cantik...berapa gaji kau minta? Aku akan gaji kamu lebih tinggi dari Kevin."
"Maaf pak! Aku tak peduli gaji. Aku hanya bertugas sesuai permintaan teman aku. Setelah itu aku akan bekerja seperti dulu di tempat kerja aku. Terima kasih tawaran bapak." Gina bicara dengan suara paling rendah biar kesan machonya makin kental..
"Bravo anak muda! Aku makin suka semangatmu! Ok..aku hargai keteguhanmu! Kalau kau berubah pikiran silahkan cari aku! Aku butuh asisten pintar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Riyan saputro
lanjutkan💪💪
2023-02-09
1
玫瑰
ada udang di sebalik maggi ni..hahaha
2023-02-07
1