Mendung tebal disertai hujan rintik menetes satu persatu jatuh ke bumi. Bagi mereka yang berada aman dalam kenderaan roda empat situasi ini tak bawa dampak berarti. Namun bagi pengendara sepeda motor maupun pejalan kaki ini merupakan ancaman. Mereka auto basah kuyup bila langit tumpahkan air mata berlebihan.
Seorang gadis muda kendarai motor jenis matic terobos hujan gerimis yang bakal jadi hujan lebat. Gadis ini tanpa perlindungan mantel hujan memaksa maju terus hanya mengandalkan helm sebagai payung kepala.
Sepeda motor gadis ini terus melaju memotong kenderaan lain sampai di pemukiman mayoritas berpenghasilan rendah. Tak banyak rumah mewah di sana. Hanya ada beberapa rumah lebih megah walaupun tak bisa dianggap rumah orang kaya.
Gadis ini hentikan motornya di salah satu rumah sederhana berhalaman luas. Rumah itu asri walau bukan rumah gedongan. Tanaman mangga dan buahan lain jadi pelindung rumah ini dari hawa panas mentari.
Hari ini tanpa perlindungan tanaman juga sudah adem.
Si gadis parkir motor di teras lantas copot helm dari kepala. Helmnya digantung di stang motor.
Gadis itu mengibas rambut hitamnya dari serpihan air hujan ikut pulang ke rumah dara cantik ini.
Pintu rumah terbuka menyembul satu sosok wanita berusia sekitar empat puluhan. Wanita itu ramping walau tak bisa dibilang kurus. Wajahnya lembut penuh keibuan membuat kita menduga wanita ini ibu dari anak gadis tadi.
"Assalamualaikum Bu.." Gadis itu mencium tangan wanita itu dengan sopan.
"Waalaikumsalam...kena hujan ya? Ayok masuk dan mandi!"
"Iya Bu...sebentar lagi Gin mau ngajar les!" Gina anak wanita itu masuk ke dalam rumah langsung masuk kamar.
Wanita yang dipanggil ibu prihatin lihat kesibukan Gina dulang rezeki. Anak itu tak kenal lelah kejar yang namanya rezeki. Tak ada waktu terbuang buat Gina. Dia kerja apa saja asal halal untuk bantu ibunya cari rezeki.
"Gin...hujan lho!"
"Bu...hujan atau tidak Gin harus tetap hadir." sahut Gina dari balik kamarnya.
"Apa kau jadi bantu Gani kerja di kantor?"
Gina keluar dari kamar berkalung handuk. Gina merasa ibunya terlalu memanjakan Gani. Semua permintaan Gani harus dia penuhi tanpa pikir perasaan Gina.
"Ibu tahu Gina sibuk sekali. Dia pergi untuk bersenang-senang sedangkan Gin sibuk sampai kentut saja lupa." sungut Gina tinggalkan ibunya di depan kamar.
Ibu Gina yang dikenal dengan nama Bu Sarah menghela nafas. Dia hanya punya dua anak kembar laki perempuan. Gina cewek tegar sedangkan Gani cowok gemulai. Gani selalu jadi bulanan Gina karena seperti cewek.
Bu Sarah pusing lihat kedua anaknya seperti salah posisi. Seharusnya Gina yang gemulai dan Gani yang kokoh. Ini malah terbalik.
Bu Sarah hanya dengar guyuran air di kamar mandi. Gina sedang mandi untuk pergi ngajar les privat pada anak di seberang jalan. Bu Sarah akui Gina gadis ulet dan rajin. Tidak malu kerja apa saja asal halal. Dari berbengkel, ajar les, bantu dia di warung juga ajar anak-anak karate. Gina persis anak cowok kalau rambutnya ditebas pendek.
Bu Sarah pesan Gina tak boleh potong rambut agar ada sisa profil ceweknya. Andai Gina potong rambut maka akan jadi cowok muda cantik.
"Gin...Kau tega lihat Gani kecewa?" teriak Bu Sarah biar didengar Gina.
"Bu...ibu kan tahu Gina hampir tak punya waktu main. Anak ibu itu pergi jalan-jalan buang duit sedangkan kita kekurangan duit. Apa ibu lupa kalau pak Haji sudah minta pelunasan rumah kita?" Gina keluar dari kamar mandi bersamaan menjawab pertanyaan sang ibu.
"Tapi Gani sudah nabung bertahun untuk lihat konser idolanya."
Gina berhenti di depan pintu kamar mandi menatap ibunya dalam-dalam. Ibunya terlalu sayang pada Gani sampai lupa mereka hidup dalam kesulitan.
"Bu...Gina tak bisa kerja kantoran. Gina ini pekerja kasar."
"Ya ampun nak! Kau lebih pintar dari Gani. Kau ini sarjana dua kali lho! Pak haji sudah bilang belum butuh duit. Boleh tunggu tahun depan. Kau mau ya?" Bu Sarah terusan bujuk Gina mau bantu Gani gantiin dia kerja di kantor sebagai Aspri pengusaha kaya.
"Nanti Gina pikirkan! Sekarang Gin harus berangkat ngajar dulu." Gina tinggalkan ibunya malas berdebat demi saudara kembarnya.
Bu Sarah menepuk dada sedih Gina sangat keras pada diri sendiri. Gadis itu sangat disiplin mengatur hidup sedemikian rupa. Herannya Gina tak kenal kata lelah. Dia selalu siaga diajak kerja.
Gina kembali pergi setelah pamitan pada ibunya. Seminggu tiga kali Gina beri les tambahan pada beberapa murid di seberang jalan. Tidak terlalu jauh maka Gina mau terima murid-murid untuk les pelajaran tambahan.
Sebelum magrib Gina sudah selesai ngajar. Gina tak berharap saudara kembar pulang bikin dia tambah puyeng. Gani sering kali tak pulang bila bosnya ajak keluar kota ataupun banyak kerja di kantor.
Untunglah hujan sudah reda sewaktu Gina sampai di rumah. Gina bergegas persiapkan diri untuk laksanakan ibadah ke mesjid. Gina termasuk remaja berakhlak baik karena patuh pada orang tua, rajin dan rajin ibadah. Semua ibu-ibu berharap dapat Gina jadi menantu namun justru cowoknya takut jadi pacar Gina. Salah sedikit buntung kaki atau tangan.
Hampir cowok satu kampung takut pada Gina. Tak ada yang berani ganggu gadis itu. Jangan kan ganggu, cakap kasar saja tak berani.
Mata Gina tertuju pada motor mahal milik Gani. Nyata si bebek sudah pulang. Gina kasih julukan bebek pada Gani karena jalannya persis bebek pulang petang. Lenggang lenggok kayak cewek.
Gina tak tahu masalah apa akan dibawa pulang oleh Gani kali ini. Anak itu selalu pulang dengan sejuta masalah. Selalu pancing emosi Gina untuk patahkan leher laki jadian itu.
Gina mengetok pintu. Tak butuh waktu lama pintu terbuka. Kehadiran Gina disambut bau minyak wangi harum semerbak. Bau minyak wangi mahal bukan kelas Gina. Gina cukup handbody untuk lindungi kulitnya dari panas matahari serta kerja kasar sebagai montir di bengkel om Sabri.
"Assalamualaikum." sapa Gina dingin pada Gani.
"Waalaikumsalam adikku yang cantik! Dari mesjid ya? Calon penghuni surga sahabat bidadari." ujar Gani kenes bak putri kecantikan dunia.
"Kamu kecebur ke tong kencing sapi ya?"
"Maksud lu? Aku bau kencing sapi? Masyaallah nih bocah! parfum ini kubeli ratusan ribu. Enak banget hina parfum mahal aku." Gani berkacak pinggang mirip emak tetangga kehilangan centong sayur.
"Aku tak cium parfum mahal. Yang ada bau undang kuntilanak. Ngapain pulang? Bawa duit ngak?" tanya Gina melangkah pergi.
Gani menyusul langkah saudara kembarnya tak mau hilang jejak gadis itu. Beginilah kalau ada maunya. Sok baik.
"Dek...kau sudah baca biodata Kevin?" tanya Gani lembut. Pintar banget Gani merebut hati Gina. Ada maunya panggil Adek. Coba kalau lagi berantem segala badak tapir muncul sandingkan ke nama Gina.
"Apa urusan denganku?" ketus Gina masuk kamar tak peduli saudaranya merengut.
"Nona manis baik hati sedikit pada Abang sendiri kenapa? Pahala lho bantu saudara sendiri. Kau kan mau masuk surga? Inilah waktunya kau pesan tiket perdana ke sana." Gani ikutan masuk ke kamar Gina guna bujuk gadis itu bantu dia.
Gina melirik saudaranya sekilas lalu menyimpan kain sembahyang ke tempat biasa dia simpan barang berupa kain itu. Gina malas ladeni Gani bila sudah merayu. Tak ada keuntungan buatnya. Yang ada bikin buntung.
"Gani...kau tahu aku tak punya waktu untuk kerja di kantoran. Cukup kamu saja jadi pegawai elite."
"Aku tahu...cuma sepuluh hari kok! Aku sudah bilang pada pak Kevin kalau teman aku akan gantiin aku selama sepuluh hari. Kau cukup berdandan seperti cowok. Kamu mirip kok seperti cowok. Nanti pakai Wig ya! Ibu tak boleh kamu potong rambut."
"Kok kamu yang atur aku? Sudah minta tolong mau nyusahin aku pula?" Gina maju tantang si gemulai.
Gani meringis takut dihajar oleh adik kembarnya. Tamparan Gina bisa tinggalkan jejak cukup lama. Gani sudah pernah rasakan telapak tangan kasar itu. Beda dengan tangan Gani lembut bak salju di musim dingin.
"Bukan gitu dek! Bos aku itu punya penyakit alergi cewek. Dia tidak suka cewek dekat dengannya. Orang bilang penyakit OCD. Kalau dia tahu kamu cewek pasti dia tolak."
"Cari saja teman kamu yang lain!"
"Gila ya? Ini sama saja auto resign. Orang cari kerja setengah metong. Ayoklah dek! Bosku takkan tahu kamu itu cewek karena badanmu sekeras baja. Pokoknya akting jadi cowok sejati. Bos pasti suka."
Gina mengerjit alis dengar kata suka dari Gani. Bos Gani suka cowok berarti ada kelainan jiwa. Bosnya itu gay pencinta sesama jenis.
"Bos kamu jeruk makan jeruk?"
"Jangan ngawur! Dia itu laki tulen cuma tak bisa dekat cewek. Jangan pikir aneh deh! Aku sudah beli wig untukmu! Soal pakaian kau bisa pakai baju aku. Kita hampir sama tinggi cuma kamu lebih berisi. Bokong mu lebih bundar dan satu lagi. Bukit kembar kamu harus dibalut biar tak ganggu mata pak Kevin!"
"Apa aku sudah bilang setuju?"
"Harus setuju...mami...mami.." teriak Gani panggil Bu Sarah.
Gani andalkan ibunya paksa Gina bantu dia. Dasar kutu kupret manja. Tak mampu bujuk Gina gantiin dia malah cari bala bantuan. Akal kancil sang pelanduk.
Gina mendorong Gani keluar dari kamarnya sebelum kesabarannya habis. Sudah dibilang tak bisa bantu masih ngotot.
Gani teriak-teriak tak terima diusir oleh adik kembarnya. Tenaga Gina sepuluh kali lebih kuat dari Gani. Kalau Gina sudah bertindak Gani tak bisa apa-apa selain minta bantuan ibunya.
Bu Sarah muncul dari dapur menatap kasihan pada Gani. Bu Sarah sudah bisa tebak kalau Gina tetap kekeh tak mau bantu saudara kembarnya.
"Gan...lebih baik kau Batak pergi saja! Gina memang sibuk. Kasihani dia dong!" bujuk Bu Sarah lembut takut sakiti hati anaknya.
"Mami...aku kan sudah bayar tiket tour ke Korea. Masa uang itu hangus! Itu hasil keringat aku."
"Tapi Gina juga punya pekerjaan sendiri."
"Alah kerja apa? Kerja ngak jelas. Semua tak perlu pakai surat cuti. Mami senang ya Gani dipecat sama pak Kevin?"
"Apa kau tak lihat Gina tak pernah istirahat? Dia rela tak masuk kantor karena mau bantu ibu di warung. Sudahlah nak! Minta balik uang kamu."
"Ngak bisa mami..semua sudah disetor ke travel. Gani janji segera pulang bila waktunya tiba. Mami bujuk Gina dong! Kata pak Kevin mulai besok Gina sudah harus masuk untuk belajar adaptasi. Ayok mami!" Gina mengguncang tangan Bu Sarah dengan kuat.
Gani sudah tak sabar ingin ke Korea untuk liburan sekaligus nonton konser penyanyi idolanya.
Bu Sarah habis akal hadapi kedua anaknya. Dua dunia berbeda.
"Ibu akan coba omong sama Gina. Kau bantu ibu ambil piring. Kita akan makan malam."
"Siap mami..." Gani berharap ibunya sukses bujuk Gina yang sifatnya keras. Susah dilumerkan.
Bu Sarah menatap pintu kamar Gina dengan aneka rasa. Bu Sarah tak tahu harus berpihak pada siapa. Gani dan Gina semuanya anaknya. Tidak bela kiri kanan.
Bu Sarah mengetuk pintu kamar Gina. Ketukan Bu Sarah pelan sekali.
"Gin...makan!" kata Bu Sarah dari luar.
"Iya Bu .." Guna segera keluar dari kamar untuk penuhi panggilan sang ibu.
Gani sudah ganti pakaian rumahan. Kaos oblong warna hitam dan celana pancung bawah lutut. Gina tak ubah anak remaja lain segar semangat.
Bu Sarah tak berani langsung tatap mata anaknya karena takut Gina bisa baca isi hatinya. Apa lagi kalau bukan bujuk Gina gantiin posisi Gani sementara waktu.
Gina sudah tahu namun tetap berlagak pilon. Gani tak tahu jauh angan Gina ikut kerja di kantor. Dia lebih suka kerja freelance tanpa dikekang orang. Bebas tanpa perlu makan hati pada perintah majikan. Soalnya Gina bukan penjilat.
Gina melihat Gani sudah duluan duduk manis di kursi menunggu Gina datang. Gina cuek bebek tak mau tahu masalah Gani. Mau bersenang tapi harus korbankan orang lain.
Gina menyendok nasi ke piring ibunya barulah menyendok ke piring sendiri. Gina sedang tunjukkan bakti seorang anak.
"Lha punya aku mana?" protes Gani karena Gina tidak menyendok nasi untuknya.
"Tanganmu untuk apa? Pencet hp?"
"Sombong amat!" ketus Gani tak senang ditegur Gina.
Gina mendengus tak peduli delikan tajam Gani. Gina tak peduli saudaranya kesal. Masih muda kok minta dilayani. Mubazir Tuhan karuniakan sepasang tangan.
"Gin...bantulah Gani! Kasihani adikmu!" Bu Sarah mulai memelas rasa iba Gina.
"Bu... sebenarnya aku dan Gani siapa lebih tua? Sebentar aku Kakak sebentar aku adik. Aku butuh kepastian siapa lebih tua. Kuharap aku ini kakak biar bisa hajar adik kurang ajar!" Gina melirik Gani.
"Oh maaf! Tentu saja Gani lebih tua. Tua lima menit!" Bu Sarah cepat ralat sebelum Gina merasa lebih tua. Bisa bonyok Gani bila Gani menjadi kakak. Seorang kakak berhak didik sang adik.
"Aku butuh pengakuan tertulis. Jangan jadi kakak sewaktu dibutuhkan!"
"Jangan konyol! Gani itu abangmu! Ibu cuma keseleo lidah."
Mata Gina menyipit tak percaya omongan ibunya. Posisinya bisa berubah setiap saat bila ibunya sedang butuh dia untuk laksanakan tugas Gani.
"Gin mau sewa pengacara kukuhkan posisi adik atau kakak." ujar Gina kurang suka ibunya terlalu bela Gani.
"Aduh Gina! Macam deh kamu! Sewa pengacara butuh uang. Emang kamu punya duit sekarang?" ujar Gani meremehkan Gina. Gaji Gina memang tak seberapa bila dibanding gaji Gani. Gani bisa hasilkan uang puluhan juta sedangkan Gina cukup puas dengan beberapa juta.
"Pakai duit kamu! Batalkan ke Korea!"
"Yee uangnya sudah aku setor ke travel. Nona cantik.. sekali ini saja aku minta tolong! Cuma sepuluh hari. Aku akan bayar gajimu selama sepuluh hari ini."
"Siapa bantu ibu di warung? Kalau bukan ingat ibu aku juga bisa kerja kantoran. Kau pikir otakku berulat tak bisa dibawa berpikir?" Gina semprot Gani.
"Ibu sudah minta tolong pada Lili anak Bu Ani. Dia mau kok bantu ibu selama kamu pergi kerja."
"Wow...ternyata kalian berdua sudah atur dari awal! Aku ini anak ibu atau bukan? Jangan-jangan aku ini anak ibu pungut dari tong di simpang jalan! Si bebek ini anak ibu!"
"Enak aja bilang aku bebek. Cowok secantik aku jarang ada di dunia ini."
"Dunia akhirat...pokoknya aku tak mau kerja di kantoran. Aku tak bisa dandan seperti cewek lain."
"Eh Rambo...siapa lagi suruh kamu jadi cewek? Kamu harus jadi cowok. Kamu cocok kok jadi cowok! Aku yakin kamu bisa. Bukankah aku sudah kasih referensi tentang pak Kevin?"
"Apa urusan sama aku?" Gina buang muka tetap tidak tertarik masuk jadi pegawai kantoran.
"Ya ampun anak-anak. Kalian berdua anak ibu. Ibu harap kalian saling membantu karena kalian tak punya bapak. Hanya kalian tumpuan harapan ibu. Kalau kalian tidak saling membantu siapa lagi mau bantu kita?" Bu Sarah berkata dengan pilu seolah hidupnya tak ada harapan. Matanya berkaca-kaca menahan runtuhnya air mata.
Gina paling tak tahan kalau ibunya sudah berdrama. Harusnya Bu Sarah melamar jadi artis karena aktingnya cukup nyata. Gina saja mati kutu dibuat oleh akting meyakinkan Bu Sarah.
"Mami...aku ini memang anak paling sial. Sudah yatim tak disayangi saudara pula." Gani menambah keharuan di acara makan malam mereka.
Gina bangkit tak jadi makan. Seleranya hilang lihat sinetron tanpa produser. Lama-lama Gina bisa kena stroke dini punya keluarga mementingkan diri sendiri.
"Jangan ganggu aku! Besok aku akan pergi!" kata Gina menghilang masuk ke kamar.
Gani dan Bu Sarah tersenyum penuh kemenangan. Ternyata mudah saja kelabui Gina. Cukup pasang muka sedih. Semua berjalan sukses.
"Gan...kamu harus segera pulang begitu tournya selesai. Gina sudah baik hati bantu kamu jadi kamu harus tahu diri. Untuk berapa hari ini kamu jangan bikin dia marah! Ibu tak jamin dia bersedia bantu kamu bila kamu bikin dia kesal."
"Beres Bu! Gani bawa peralatan untuk Gina dulu. Bos Gani tak suka cewek. Gani belum tahu apa penyebabnya."
"Kamu ini jangan macam-macam dengan bos kamu ya! Tahu dosa ngak?"
"Tahu mami..." sahut Gani yakin.
"Cepat habiskan nasimu! Bawa kue untuk adikmu!"
"Jadi benaran Gina itu adik?"
Bu Sarah mengangguk, "Kamu seharusnya lindungi dia. Bukan nyusahin dia setiap hari. Kurangi bikin ulah!"
"Beres mami."
Gina masih memikirkan permintaan Gani. Sebenarnya Gina tak tega menolak permintaan Gani. Anak itu juga bekerja keras untuk membiayai hidup mereka serta membayar cicilan rumah. Dia gunakan uangnya untuk menikmati liburan merupakan hal yang sangat wajar. Si Gani tergila-gila pada aktor dan aktris dari negara ginseng itu.
Jauh hari sebelumnya Gina sudah mempelajari semua biodata tentang Kevin bosnya Gani juga referensi tentang pekerjaan Gani di kantor. Bagi Gina pekerjaan Gani sangatlah mudah selama dia teliti dan waspada. Gina juga seorang sarjana dengan dua jurusan yaitu desain perhiasan serta desain grafik.
Namun sayang Gina tidak mempunyai waktu untuk berbakti di perusahaan manapun karena kesibukannya sehari-hari membantu ibunya jualan serta bekerja di bengkelnya Om Sabri.
Gina mempunyai pekerjaan sampingan sebagai designer bayaran. Dia design untuk orang yang membutuhkan dengan bayaran cukup lumayan. Gina merahasiakan pekerjaan ini dari Gani dan Bu Sarah biar bisa simpan uang lebih banyak untuk beli ruko buat Bu Sarah jualan. Sekarang Bu Sarah berwarung hanya menumpang di kios kecil di pinggir jalan.
"Gin..aku masuk ya!" terdengar suara Gani dari luar.
"Ngapain? Mau sumpal kuping aku dengan ocehan mu?"
Gani tak butuh jawaban Gina karena tanpa ijin tubuh laki itu sudah berada dalam kamar saudara kembarnya.
Gani membawa sepiring kue buatan ibu mereka untuk Gina ganjal perut. Anak itu ngambek maka tak mau makan.
"Nih makan! Nanti jangan bilang aku abangmu terlantarkan adik."
Gina menatap piring berisi beberapa potong kue sambil nyengir kuda.
"Kamu pikir aku tak tahu niat jahat kamu! Antar sogokan kan?"
"Tahu aja...besok kita pergi bareng ya! Kusarankan kamu pakai masker dan kacamata hitam. Matamu tak bisa bohongi orang. Matamu mata cewek. Bulu matamu lentik. Mana ada cowok bulu matanya panjang."
"Terserah aku dong! Kau kira aku ini pengemis buta menjarah kantor? Pakai kacamata hitam segala. Keluar sono! Aku ada kerja!" Gina usir Gani yang dianggap berisik.
"Nona...cuma sepuluh hari kau menderita! Setelah itu kamu bebas. Aku tidak dipecat dan kamu tetap jadi montir kesayangan om Sabri. Ok?"
"Keluar bebek!" bentak Gina pusing dengar ocehan Gani.
Gani angkat tangan menyerah. Lebih baik sekarang kabur daripada Gina berubah pikiran. Yang penting sekarang dia bisa tenang berlibur ke Korea yang diimpikan selama bertahun ini.
Gina fokus pada komputer di meja untuk buat design pesanan orang. Orangnya minta dibuat design kalung untuk dipakai berbagai kalangan. Perhiasan mencakup segala usia.
Gani harus memeras otak untuk hasilkan design ini karena bayaran cukup menggiurkan. Kali ini Gina mendapat tawaran kelas kakap karena bayarannya bisa jadi setengah bayaran ruko. Dia kali orang itu order maka terpenuhi keinginan Gina berikan ruko pada ibunya.
Keesokan harinya Gina bantu ibunya persiapkan bahan makan untuk buka warung ibunya. Gina selalu bantu Bu Sarah memasak biar cepat kelar. Pagi ini Gani ikut bantu karena mereka punya misi penting.
Pagi ini lebih cepat kelar karena ada campur tangan Gani. Di bebek cukup cekatan bila diajak berkecimpung urusan dapur. Maunya Gani sekolah di bagian chef. Anak itu pintar olah makanan.
Lelaki yang disebut Om Sabri sudah menunggu di luar rumah dengan mobil pick up untuk bantu angkut semua dagangan Bu Sarah. Lelaki bertubuh tegap itu tetap setia menjaga keluarga ini tanpa pamrih.
"Om...hari ini titip mami ya! Hari ini aku bawa Rambo." seru Gani kenes pada Sabri.
Sabri mengangguk. Sabri sudah tahu rencana Gani bawa saudara kembarnya gantiin dia untuk sementara waktu. Sabri surprise Gina bersedia pergi padahal setahu Sabri anak gadis itu paling ogah kerja kantoran.
"Hei sini kau!" Sabri melambai pada Gani untuk mendekat. Tampaknya ada rahasia ingin disampaikan oleh Sabri.
Gani langsung hampiri omnya pasang kuping ngerti ada hal tak bisa diucapkan lantang.
"Ada apa Om?"
"Gina kok mau pergi? Padahal kemarin om tanya dia masih nolak." bisik Sabri pelan takut di dengar Gina.
"Biasa om...pakai air mata buaya! Gina itu alergi lihat mami aku sedih. Jurus lama tapi tetap ampuh. Anak itu tetap bodoh mau dibohongi."
Sabri menyentik kepala Gani kesal pada kelicikan anak itu. Selalu saja menyusahkan Gina.
"Awas kamu usik harimau tidur! Sekali dia mengaum kepalamu pindah ke tong sampah." Sabri ingatkan Gani jangan bangga berhasil kadalin Gina. Gina mengalah pasti karena Bu Sarah.
Gani nyengir bayangkan kepalanya nelangsa berbaur dengan aneka bau busuk. Sudah sakit disuguhi aroma bau busuk pula. Auto derita dobel.
"Eh om...kapan halalin mami? Biar aku punya papi juga."
Sabri grogi ditanya begitu oleh Gani. Harapannya sih begitu tapi Bu Sarah tidak kirim signal bisa disambung. Sabri mana berani sembarangan melamar janda dua anak itu.
"Kau setuju om melamar ibumu?"
Kepala Gani angguk lima kali. Gani sangat setuju Sabri bersedia melamar ibunya karena mereka sudah kenal puluhan tahun. Namun tetap gitu-gitu saja. Hanya anggap kerabat dekat tanpa ikatan.
Sabri menggaruk kepalanya yang jelas tak gatal. Bebas kutu juga ketombe.
"Om tak berani."
"Om ijin saja sama si Rambo. Kalau dia ok semua pasti ok. Mami kan segan pada Rambo."
"Mami kamu segan tapi kamu selalu bikin ulah bikin Gina marah. Tuh Mamimu sudah datang! Diam ya!" Sabri perbaiki sikap melihat wanita pujaan hati telah siap meluncur ke warung.
"Iya ..aduh mamiku! Pagi ini segar banget! Wangi lagi! Sekuntum bunga kuno siap dipanen." olok Gani melihat Bu Sarah rapi jali dengan pakaian sangat sopan. Bu Sarah masih cantik di usia empat puluhan.
Tak heran Sabri tergila-gila dalam kebisuan. Cinta tapi takut ungkapkan. Sabri takut kalau Sarah menolak maka hubungan mereka akan jadi canggung. Maka itu Sabri hanya bisa telan rasa cinta itu jauh dalam di lubuk hati.
"Kita berangkat dek Sarah?" tanya Sabri sopan.
"Iya...eh Gani! Mulutmu dijaga kalau mau minta bantuan Gina. Dia itu tak suka orang iseng."
"Beres mami! Ayo cepat berangkat! Jangan sampai telat buka warung. Bodyguard paling ganteng sedunia sudah menunggu mami."
"Gani..jaga sikap!" ucap Sabri takut Bu Sarah malu diolok anak sendiri.
"Siap om!"
Bu Sarah naik ke mobil pick up bersama Sabri menuju ke warungnya di pinggir jalan. Setiap hari Bu Sarah jualan sampai siang. Bu Sarah hanya sediakan lauk pauk hingga jam makan siang. Selalu habis bila siang tiba. Masakan Bu Sarah lezat dan bersih maka banyak pelanggan.
Seberang jalan adalah bengkel mobil Sabri. Maka itu Gina mau bekerja di sana karena bisa dekat ibunya setiap saat. Gina bisa pantau langsung kondisi warung ibunya. Kalau ada pelanggan yang iseng mengganggu ibunya maka Gina tidak akan segan-segan menghajar orang itu sampai babak belur.
Di rumah Gani sedang dandani Gina biar tampak maskulin. Wibawa Guna sebagai laki sudah dapat namun wajah tetap saja wajah cewek. Mata Gina bening bulat seperti mata ikan koki. Ditambah bulu mata lentik bak kirai berjuntai. Hidung tinggi bangir bikin gemas para cowok ingin gigit hidung mungil Gina. Kalau bibir tak usah dibilang lagi. Tipis serasi melambungkan angan para cowok untuk kulum bibir ranum Gina. Gina terlalu sempurna sebagai cewek. Sayang sifatnya kasar tak cerminan cewek feminim umumnya.
Gani perhatikan apa yang kurang dari Gina. Postur tubuh Gina cukup lumayan walau tidak tinggi amat. Cocok untuk ukuran cewek.
"Hei...bukit berbunga kamu masih terbayang!" Gani menunjuk bukit di dada Gina agak tinggi walau sudah di tutupi pakaian dua lapis.
Gina menurunkan kepala melihat buah dadanya. Memang belum cukup rata untuk ukuran cowok.
"Lha...aku harus gimana? Bawa ke bengkel untuk dipres rata?" Gina sendiri tak tahu harus gimana tutupi dadanya dari penyamaran.
"Kita ikat pakai kain panjang."
"Mau bunuh aku ya?"
"Isshhh...kalau kau mati siapa bantu aku? Aku punya selendang tipis bisa kau guna untuk balut bukit indah mu. Punya bukti kok ukuran jumbo." omel Gani menyesali Tuhan ciptakan ukuran dada Gina lumayan montok. Tak perlu operasi plastik sudah goda cowok.
"Jangan banyak bacot! Coba ambil selendang mu!" Gani tertarik pada usulan Gani coba balut dadanya dengan selendang agar hasilnya sempurna.
"Kubantu?" gurau Gani.
"Boleh setelah nyawamu bertemu malaikat maut."
Gani tertawa geli diancam Gina. Siapa juga mau pamer tubuh walaupun itu saudara kandung. Gimanapun Gani itu seorang cowok walaupun nyiur melambai.
Gani memang ahli berdandan. Gina disulap jadi cowok cantik. Tak ada yang akan tahu kalau Gina itu cewek kalau tak ada yang bocorkan rahasia mereka. Wajah Gina putih bersih pasti akan menggetarkan para cewek pikir ada cowok luar biasa tampan.
Gani masih menimbang sembunyikan mata Gina yang masih gambarkan mata cewek. Otak Gani berputar memikirkan cara agar jendela hati Gina tidak dilirik para cewek.
"Pakai kacamata ya?"
"Kacamata hitam? Otak kamu di mana? Kerja kantoran pakai kacamata hitam. Mau jadi ketua geng mafia atau pengemis buta?" Gina menjitak kepala Gani jengkel punya ide tak masuk akal.
"Kacamata biasa ya! Hanya kacamata biasa. Bukan kacamata resep."
"Itu kedengaran lebih baik. Emang kamu ada kacamata itu?"
"Ngak ada...kita beli nanti!"
"Sudahlah! Terima aku apa adanya! Peduli amat pandangan orang. Aku kan datang kerja bukan goda cowok."
"Terserah deh! Pakai wig kamu!" Gani membantu Gina pasang wig rambut cowok. Rambut Gina yang indah terpaksa disembunyikan demi kelancaran misi mereka.
Gani memang ahli dandan jempolan. Sekarang Gina betulan jadi cowok tercantik sedunia. Dewa amor pasti akan bertebaran di kantor tempat Gani kerja. Para cewek seratus persen akan jatuh cinta pada Gina.
"Ok..perfect mas Gino! Namamu Gino!"
Gina tidak terlalu peduli Gani telah buat nama baru buatnya. Apa arti sebuah panggilan bila tak dibarengi ketulusan. Nama Gino boleh dibilang tak jauh dari nama Gina. Cuma ganti huruf abjad belakang.
Keduanya segera berangkat ke kantor tempat Gani bekerja. Gani bawa motor sendiri begitu juga Gina. Kedua anak Bu Sarah berjalan beriringan ke kantor. Gina tenang saja tidak gentar. Justru Gani yang ngeri-ngeri sedap takut ketahuan Gina itu cewek. Dia bisa di sate kalau terbongkar penggantinya seorang cewek.
Gina memandangi gedung bertingkat menjulang ke langit. Pantas Gani betah kerja di situ. Dari luar saja tampak perusahaan ini sangat bonafit. Betapa banyak karyawan tertampung di sini. Hitung-hitung bos Gani termasuk orang berpahala menampung ratusan tenaga kerja.
"Woi...melamun jauh jodoh. Kau pakai masker biar para betina tidak berkhayal ingin jadi pacarmu!" kata Gani.
Gina tak menjawab selain memasang masker warna hitam di wajah. Masker itu jadi kontras nempel di wajah putih bersih. Gina pingin cepat selesai bantu Gani supaya bisa hidup tenang seperti biasa.
Kedua anak muda ini berjalan lewati beberapa karyawan. Mata para cewek auto jatuh pada Gina. Orang baru yang tampak menarik cuma sayang wajahnya setengah tertutup masker. Dari atas memang tampak keren.
Takutnya atas keren tiba-tiba mukanya berantakan. Gigi maju selangkah dengan hidung jambu monyet. Cetakan hidung gorilla.
Gani dan Gina cuek bebek langsung naik ke puncak gedung di mana bos berkantor. Bosnya pasti belum datang. Gani sudah hafal kebiasaan bos datang pukul sembilan pagi. Tak pernah datang dahului pegawai.
Sebagai seorang bos pak Kevin mah bebas datang jam berapa saja. Dia yang berhak bicara keras di perusahaan. Yang lain hanya bisa patuh.
Gani dan Gina menunggu di luar ruang kerja Kevin. Meja Gani memang berada di luar ruang Kevin. Mereka hanya dibatasi oleh dinding dekat kaca. Gani bisa lihat apa yang dilakukan bos juga begitu sebaliknya.
Gani suka cuci mata pandangi bos gantengnya. Cewek mana tak ingin berlabuh di dada bebas lemak. Angan Gani kadang melayang ingin rebahkan kepala pada dada perkasa itu.
Gina mendesah tak sabaran menunggu bos. Kalau harus begini Gina bisa jamuran di kantor. Oleh karena itu Gina alergi jadi orang kantoran walaupun dia juga punya kemampuan.
"Eh...bos kamu harus urus baby di rumah ya? Atau urus isteri keturunan ningrat?" tanya Gina mencolek Gani yang fokus pada monitor komputer.
"Bos kita single...dari mana bini dan baby? Tunggu baby dari aku!" gurau Gani bikin Gina mau muntah.
"Anak lahiran dari lubang hidung. Awas kamu kalau macam-macam! Akan kukuliti kamu." ancam Gina mengepal tinju ke hidung Gani.
Gani nyengir kuda ngeri pada ancaman Gina. Cewek ini tak pernah pandang bulu bila tercolek wilayah sabarnya. Gani sudah sering kena hajar maka tahu betapa sakit tamparan Gina.
Dari jauh terdengar derap sepatu mahal. Suaranya garing berirama konstan. Gani segera bangkit dari kursi tahu kalau big bos sudah datang. Ciri khas kehadiran bos adalah bunyi sepatunya.
Gani ikutan menatap ke lorong penasaran bos saudara kembarnya punya tampang seperti apa? Seperti dewa Zeus atau bos dengan perut buncit cacingan.
Gina agak terkesima bos Gani jauh dari bayangannya. Laki itu masih muda berambut rapi gaya masa kini. Tinggi setara daun pintu. Wajah dapat nilai sembilan. Ganteng lah!
Di belakang ada makhluk tak kalah ganteng walau tidak seheboh bos. Kedua laki yang baru tiba boleh dibilang penghias mimpi para cewek. Sayang Gina tidak terlalu menghamba pada ketampanan lelaki. Di mata Gina cowok tampan hanya pajangan tak punya nilai plus.
"Selamat pagi pak!" sapa Gani berubah sopan. Gina hanya mematung tidak buat gerakan apapun.
Lelaki itu melirik Gina sekejap lalu melaju masuk ke dalam kantor. Laki di belakang ikutan masuk seperti bayangan bos saja.
"Itu bos kamu? Pantes kamu betah." sindir Gina membuat Gani tersenyum hambar.
"Ayok kita masuk! Aku akan perkenalkan kamu! Tak usah banyak omong kalau tak penting. Suaramu tetap mengandung irama cewek. Beratkan suaramu!"
"Emang mau digencet sama batu biar berat?"
Gani mencubit lengan Gina gemas adik kembarnya suka sekak dia.
Gani membawa Gina jumpa bosnya karena dua hari lagi Gani akan segera berangkat ikut tour keliling Korea untuk jumpa bintang pujaannya.
Gani ketok pintu walau nampaknya dari luar. Lelaki itu sedang periksa isi email untuk lihat apa ada berkas penting masuk ke kotak suratnya.
"Masuk...!"
Gani mendorong pintu dengan pelan takut pintu kaca itu terluka. Siapa berani kasar di depan bos. Sekasar apapun orangnya sudah berada di depan bos pasti akan meleleh selembut salju.
Kini keduanya sudah berdiri di depan Kevin. Gina berdiri dengan posisi siaga sedangkan Gani berdiri dengan kedua belah tangan bertautan di depan. Jelas Gina lebih gagah dari Gani.
"Namamu siapa?" tanya Kevin menatap tajam ke arah Gina.
"Gino pak!" sahut Gina dengan nada rendah biar terdengar seperti suara cowok.
"Kau sudah tahu tugasmu?"
"Tahu pak! Kerja..."
"Bukan itu maksudku! Kau sudah paham apa yang akan kamu kerja?"
"Tahu pak!"
"Buka masker kamu! Aku risih bekerjasama dengan orang tak punya muka." Kevin meneliti wajah Gina penasaran apa isi masker hitam itu.
"Maaf pak! Ini untuk menjaga protokol kesehatan. Aku lagi pilek ringan."
"Kalau kau tak buka masker dari mana aku tahu kamu ini anak buah aku. Jumpa di jalan juga tak tahu."
Gina melirik Gani minta penjelasan. Janjinya tidak menyusahkan Gina tapi di lapangan bosnya cerewet kayak nenek kehilangan tongkat.
Gani menunduk tak berani menantang tatapan Gina. Alamat kena semprot.
Gina tak punya pilihan selain patuh. Gadis ini menarik maskernya perlihatkan wajah super cantik. Muncullah seraut wajah cantik nyaris sempurna.
Kevin dan rekannya terpana tak sangka ada cowok secantik ini. Kalau dibilang Gino ini cewek semua akan percaya. Yang paling menonjol adalah bulu mata gadis ini. Lentik memanjang.
"Yakin kau bisa kerja? Kenapa kamu tidak jadi fotomodel saja? Kamu tampan sekali." rekan Kevin tak segan puji kegantengan Gino alias Gina.
Gina malas jawab karena merasa pertanyaan itu tidak penting. Terserah mereka mau nilai apa. Dia datang hanya bantu Gani bekerja selama sepuluh hari. Setelah itu putus hubungan dengan kantor ini.
"Pakai kembali masker kamu!" perintah Kevin menganggap raut wajah Gino sangat berbahaya. Karyawan wanita bisa histeris lihat ada karyawan cowok segitu menarik.
"Siap pak!" Gina memasang alat kesehatan itu kembali. Gina lebih senang dibilang karyawan tanpa wajah ketimbang dipelototi oleh karyawan lain.
"Kau Gani...ajar Gino semuanya! Besok kau ikut aku keluar kota." kata Kevin masih terpaku pada ketampanan Gino. Anak itu luar biasa tampan lebih tepat dibilang cantik. Cowok muda nan cantik.
Kevin tak heran Gani bawa teman model gitu. Kevin pasti anggap Gina sama saja dengan Gani makhluk bertulang lunak.
"Aku ikut bapak keluar kota?" Gani menunjuk diri sendiri. Kata-kata Kevin terlalu menggantung tak tau siapa yang dia tuju.
"Bukan...Gino...ini sebagai latihan perdana ikut majikan. Bersiaplah besok berangkat!"
"Ke mana pak?" tanya Gina agak kaget baru masuk kerja sudah diajak jalan jauh.
"Ke pulau Sumatera. Dua hari."
"Baik pak!" sahut Gina datar.
Gani sudah siapkan kuping untuk diisi omelan Gina. Gadis ini pasti akan ngamuk diajak keluar kota. Ini tak ada dalam perjanjian mereka. Nyatanya Kevin punya pemikiran lain.
Gino alias Gina gelisah harus pergi jauh. Gina tak pernah tinggalkan ibunya dalam tempo lama. Beda dengan waktu kuliah Gina harus sering tinggalkan ibunya karena harus kerja dan kuliah. Sekarang Gina sudah selesai kuliah maka bisa gunakan waktu lebih banyak bersama ibunya.
"Kalian kembali ke tempat kalian. Kau Gani...ajar Gino semuanya jangan sampai kelewatan semua jadwal tugasmu."
"Iya pak...permisi." Gani mencolek Gina agar tinggalkan ruangan bos.
Kevin dan rekannya bernama Peter menatap nanar ke arah Gina. Gina memang lebih gagah dari Gani namun tetap ada yang kurang dari kegagahan itu. Bentuk pinggangnya ramping serta pinggul agak melebar.
Ada sesuatu tak bisa diungkap oleh Kevin. Semua itu tidak akan mengubah keadaan karena Gani sudah merekomendasi Gino untuk bekerja mengganti dia. Gino hanya bekerja untuk beberapa hari. Setelah itu semua akan kembali seperti semula.
Sesampai di luar ruangan Kevin, Gina kontan jitak kepala Gani. Gina merasa dibohongi oleh saudaranya. Dari cerita Gani terdengar mudah dan gampang layani bosnya. Tapi faktanya Kevin sulit di dekati.
Kevin dan Peter bengong lihat dengan mudah Gina bully Gani. Herannya Gani tidak balas malah menunduk. Apa yang sedang terjadi antara dua orang itu. Mengapa Gino kasar sekali pada Gani. Itu jadi tanda tanya besar bagi kedua bos itu.
"Aspri kamu yang baru bukan peramah. Orangnya dingin."
"Takutnya sikap dingin untuk tutupi kekurangan. Maklumlah laki tanpa tulang."
"Harusnya begitu. Tapi dia itu asli cantik. Kalau dipakaikan baju cewek jamin ku pacari." canda Peter masih tak bisa pindah mata dari Gina.
"Jeruk makan jeruk?"
"Kan kubilang kalau dia berpakaian cewek."
"Berpakaian cewek tetap saja ada pedangnya. Mau main anggar dengan Gino? Dasar otak ngeres! Kau atur perjalanan besok. Sekalian kau hubungi Lucia agar persiapkan design perhiasan terbaru kita. Kita launching bersamaan pesta ulang tahun perusahaan."
"Lucia sudah tahu. Katanya dia sedang design. Dalam dua hari ini siap."
"Bagus... kita review semua perhiasan kita yang dapat penghargaan. Suruh Lucia buat file khusus review semua design yang pernah dia buat. Kita tayangkan nanti."
"Baik pak Kevin...kau pasti akan repot tanpa Gani. Setengah dari tugas ini biasa ditangani Aspri Avatar kamu. Aku meragukan prestasi Gino. Orangnya kasar apa bisa lebih baik dari Gani."
"Ntahlah! Kita juga harus adil pada Gani. Dia selalu on time tak pernah liburan. Kali ini dia memohon maka aku tak tega tolak permintaan Gani." Kevin menatap keluar kaca saksikan Gani sedang ajar Gino tugasnya.
Kevin hanya berharap sepuluh hari ini berjalan lancar. Tanpa Gani perusahaan tetap harus berjalan. Sebenarnya Gani adalah seorang pegawai yang sangat berpotensi walaupun agak gemulai.
Bagi Kevin itu tidak menjadi masalah selama Gani tidak berbuat macam-macam di kantor. Laki itu masih bisa membedakan urusan pribadi dengan urusan kantor. Walaupun gemulai namun Gani tidak pernah membuat skandal di kantor maka Kevin biarkan saja kami tetap seperti itu.
Gino duluan minta pulang karena sudah memahami tugasnya. Gadis ini masih mempunyai pekerjaan yang harus diselesaikan yakni pesanan desain perhiasan oleh seseorang. Bayarannya sangat menggiurkan maka itu Gina mati-matian menyelesaikan pesanan itu.
Malam itu Gani tidak pulang karena harus bekerja lembur sebelum dia berangkat ke Korea. Gani harus menyelesaikan tanggung jawabnya agar bisa dilanjutkan oleh Gina. Gina jauh lebih pintar daripada Gani makan melanjutkan tugas Gani bukanlah hal yang sulit.
Keesokan harinya Gina berangkat ke kantor sendirian sambil membawa tas untuk ikut bosnya berangkat ke pulau Sumatera. Sebenarnya Gina sangat berat hati meninggalkan ibunya. Tapi semua sudah terlanjur basah makan tak ada jalan untuk kembali selain mengeringkan yang telah basah. Gina harus bekerja ekstra untuk membuat lahan menjadi kering kembali.
Ini semua gara-gara saudara kembar kerasukan setan Korea. Gani bersenang sedangkan Gina tahan perasaan.
Ini hari kedua Gina injak kaki di perusahaan besar ini. Gina tak tahu seberapa luas jaringan kekuatan Kevin. Pokoknya tangannya banyak mengais rezeki. Kiri kanan masuk duit. Bosnya ongkang-ongkang kaki sedangkan anak buah banting tulang sampai ke sumsum bantu bos kumpul pundi-pundi emas.
Berpuluh pasang mata mengarah kepada Gina yang berjalan dengan gagah menuju ke lift. Gina sengaja tidak melirik kiri kanan untuk menjaga kewibawaan sebagai seorang lelaki.
Sikap Gina ini justru menambah rasa penasaran di hati para pegawai cewek. Mereka menduga-duga bagaimana tampang Gina di balik masker. Apa tampan keseluruhan atau hanya bagian atas saja yang tampan.
Gina melihat Gani sudah rapi jali dengan pakaian baru. Tampaknya anak ini punya lemari rahasia simpan barang pribadi di kantor. Kalau tidak dari mana dia mendapat baju ganti.
Gina mendehem memaksa Gani mengangkat kepala. Laki gemulai itu tersenyum tatkala melihat Gina sudah bawa tas. Tak usah ditebak isinya pasti hanya pakaian saja. Gina mana pernah pakai alat kosmetik selain handbody dan sunscreen.
"Selamat pagi adikku yang ganteng." sapa Gani menyambut Gina dengan senyum cerah. Bagaimana tidak cerah tinggal satu hari lagi dia akan berangkat ke negeri impiannya.
Gina mendengus kesal, "Kau harus bayar untuk semua ini. Pulang dari Korea kamu cuci piring warung selama sebulan."
"Woi...jari tanganku alergi sabun cuci piring!"
"Gitu ya? Kalau gitu aku juga alergi naik pesawat. Aku naik rakit ke Sumatera. Impas kan?"
"Dasar adik songong! Apa kau tak tahu abangmu ini terkenal so jari lentik." Gani pamer jemari tangan yang memang terawat baik.
Gina menduga kalau saudara kembarnya itu pasti rajin ke sana untuk melakukan perawatan. Kalau tidak mana mungkin kuku jari tampak bersih dan rapi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!