Kevin anggap Gina terlalu cerewet sebagai asisten. Masa urusan pakaian bos juga jadi perhatian anak itu. Kevin mana mau patuh pada Gina yang makin berani. Baru kerja sudah berani atur bos.
Kevin tak peduli pada permintaan Gina. Ditambah perut sudah keroncongan dendang lagu lapar lapar ho. Kevin makan di bawah tatapan mata tak bersahabat dari Gina.
Gina bisa apa bila bos sudah anggap dirinya adalah penguasa makhluk lain. Menguasai orang dengan kekuasaan. Kalau sudah begini kamar di hotel terasa sangat sempit. Sejauh mata memandang tetap kembali kepada Kevin.
"Pak...aku cari angin di luar ya!" Gina memilih menghindari terlalu lama satu ruangan dengan Kevin. Udara dalam ruang terasa pengap walau telah ada pendingin kamar.
"Bawa kartu kamar! Jangan pergi jauh kalau tak mau nyasar! Satu lagi. Jangan sembarangan ikut orang tak kenal! Dan terpenting pakai masker."
"Banyak amat peraturan. Masih kalah peraturan sekolah." gumam Gina seraya mengambil kartu yang nyangkut di dinding dekat pintu masuk.
Begitu Gina cabut kartunya seluruh kamar lampunya padam. Ternyata kartu itu sebagai on off listrik dalam kamar.
Gina cepat-cepat masukkan kembali kartu ke dalam box kecil yang tergantung di dinding. Lampu kembali menyala terangi kamar.
Gina mengerjap mata tak merasa bersalah. Orang dia cuma diperintah ya harus patuh. Kevin kan tak mungkin bukakan dia pintu bila ngelayapan. Bos mana mau capek walaupun hanya jalan semester. Langkah saja harus hitung pakai dolar dikalangan pebisnis.
"Gimana pak?" Gina minta pendapat Kevin rencananya cari udara segar di luar hotel.
"Ya sudah. Pergi saja! Jangan lama! Besok kita harus bangun pagi dikit untuk hindari kemacetan."
"Terima kasih pak! Ngak ke mana kok! Cuma lihat sekitar sini saja!"
"Hhhmmm.."
Jawaban singkat Kevin mengiringi langkah Gina tinggalkan kamar. Gina menelusuri lorong hotel yang sangat bersih dan tenang. Tak ada suara bising sedikitpun karena yang nginap di situ orang-orang elite.
Gina masuk lift tanpa arah. Sebenarnya Gina bukan mau cari angin melainkan hindari Kevin. Gina merasa tak nyaman harus dekat dengan lelaki asing. Kalau Gani maupun Om Sabri mungkin Gina bisa terima.
Gina turun sampai ke lantai dasar keluar dari hotel menuju ke taman di depan hotel. Taman mini dengan cahaya minim. Hotel di pusat kota dari mana ada lahan luas untuk rancang taman di situ.
Gina cari tempat untuk istirahatkan kaki. Jalan dekat tak membuatnya lelah namun hatinya yang galau ingat bagaimana dia tidur nanti.
Pas ada bangku dari keramik terlihat hiasi depan taman. Di situ tak ada orang cocok buat Gina lepaskan beban di hati.
Gina keluarkan ponsel jadul untuk hubungi Gani. Gina rindu pada ibunya walaupun baru sehari dia tinggalkan. Gina sangat kuatir kondisi ibunya tanpa dia di rumah. Siapa yang akan lindungi ibunya dari preman bila warungnya diganggu.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam.. suka diajak main?" terdengar nada riang Gani. Anak itu pasti sedang bahagia karena besok dia akan segera jumpa dengan idola kesayangan.
"Kau di mana?"
"Di rumah. Baru saja bantu mami persiapkan bahan untuk dimasak besok. Aku akan bantu mami masak sebelum ke bandara. Kau tenang saja! Om Sabri janji akan bantu mami kok."
"Iya...kuharap segera balik ke kota J. Aku tak tenang di sini."
"Lho kok galau?"
"Lucia datang serobot kamar aku jadi aku harus tidur bersama bos kamu. Gila ngak?"
"What??? No...no..."
"Enak aja kamu bilang no! Emang bos kamu tahu aku ini cewek? Dia pikir aku ini sama saja dengan kamu."
"Sori dek! Sekarang gimana?" Gani terdengar susah juga Gina harus tidur seranjang dengan Kevin. Gani tak rela saudara kembarnya berada di tempat tidur bersama lelaki bukan muhrim.
"Aku di taman hotel tunggu pagi saja."
"Maafkan aku tak tahu jadi begini! Atau kubatalkan saja ke Korea. Aku tak mau tempatkan kamu dalam posisi bahaya."
Gina terharu Gani lebih pentingkan dirinya dari pada tour impian. Gina tak boleh egois biarkan Gani lewatkan kesempatan bertemu idolanya. Cukup Gina tahu saudaranya yang rada sinting itu sayang padanya.
"Pergilah! Aku bisa jaga diri! Pokoknya pulang secepatnya. Jangan sampai aku kirim becak jemput kamu!"
Gani terbahak-bahak dengar gurauan Gina. Jemput pakai becak sepuluh tahun juga tak sampai rumah. Belum sampai Korea sudah dihempas badai.
"Iya dek! Aku tunggu. Oya...pak Kevin itu tak suka orang cerewet! Dia bilang apa turuti saja! Usahakan jangan ada cewek jarak setengah meter! Dia bisa sesak nafas."
"Sesak apa? Lucia seperti lem setan dia tak masalah. Jangan terlalu halu yang aneh!"
"Itu fakta! Pak Kevin tak bisa dekat wanita. Tapi jangan pikiran buruk! Dia bukan jeruk makan jeruk. Cuma alergi cewek saja."
"Ngawur! Cepat tidur biar besok cepat bangun!"
"Ok. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Gina menghela nafas. Kevin tak bisa disalahkan bila anggap Gina itu anak laki. Gina sendiri posisikan diri sebagai anak laki maka Kevin percaya Gina itu anak laki. Tak ada tanda laki itu mau berbuat aneh. Semua dalam batas wajar.
Apapun cerita Gina tak bisa seranjang dengan Kevin. Ini menyangkut moral batin. Gina akan merasa bersalah pada diri sendiri bila sampai naik ke ranjang Kevin.
Gina lanjut telepon om Sabri pantau keadaan keluarganya. Gina percayakan ibunya pada lelaki baik hati itu. Om Sabri menjaga mereka sejak mereka masih bayi. Ntah berapa puluh tahun Om Sabri temani Bu Sarah meniti detik demi detik waktu berlalu. Tak ada rasa lelah iringi kedua anak Bu Sarah lewati masa sulit hingga berubah lebih baik.
"Assalamualaikum om! Selamat malam..."
"Gina? Katanya kamu ke kota M."
"Iya om! Kan Gin sudah lapor pada om. Pikun muda ya? Jangan pikun ntar tak kenal Sarah lagi!"
"Hei jaga mulutmu! Kau pikir om kamu ini sudah lansia?"
"Hampir om! Nanti Gani pulang dari Korea om lamar ibu ya! Tak baik berdua terus tanpa janji kawin. Nanti muncul pihak tiga, empat seterusnya."
"Ibumu susah dibilang!"
"Om ada niat ngak?"
"Ada dong! Kan untung begitu nikah sudah punya dua anak gede. Bisa disuruh-suruh."
"Jelek amat niatnya. Belum apa-apa sudah ingin plonco anak. Kualat sama anak."
"Om rasa tidak kalau anaknya model kalian dua. Kamu kapan pulang?"
"Mana kutahu? Katanya sih besok. Om lihat Gani berangkat besok ya! Pesan dia harus hati-hati. Jangan foya-foya!"
"Om tahu...Oya om sudah kirim semua yang kau inginkan di email kamu! Om harap ibumu tak boleh tahu hal ini. Ibumu tak mau ingat masa lalu lagi. Dia sudah move on dari kejadian dulu."
"Om tenang saja! Aku akan takkan bikin masalah. Aku cuma mau tahu sejarah Subrata yang kesohor itu. Punya keluarga hebat tapi penipu."
"Om tenang kalau kau janji tidak timbulkan bencana. Kau bekerja dengan tenang saja. Om akan gantiin kamu bantu ibumu. Hati-hati di sana ya nak!"
"Iya om! Titip ibu ya!"
"Itu tak perlu kau pesan. Om pasti jaga wanita pujaan. Cepat tidur sudah malam!" Om Sabri tahu Gina tak pernah begadang karena selalu bangun pagi untuk bantu ibunya masak. Beda dengan Gani yang punya fasilitas lebih baik. Bu Sarah tak pernah tuntut Gani bantu dia karena tahu Gani harus masuk kantor. Gina freelance bisa terlambat sedikit masuk kerja.
"Iya om." Gina mematikan ponsel serta menyimpannya.
Angin malam bertiup semilir membelai sekujur tubuh Gina. Udaranya tidak dingin malah berkesan gersang. Mungkin akibat polusi udara yang berlebihan membuat kualitas udara menjadi buruk.
Kini Gina benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Gadis ini duduk tanpa harus berbuat apa selain melamun. Wajah cantiknya berkeruk-kerut mengenang bagaimana deritanya Bu Sarah gara-gara perlakuan dari Pak Subrata. Om Sabri sudah menceritakan masa lalu Bu Sarah dan mereka berdua.
Gina mengenang kembali semua cerita Om Sabri tatkala Gina menuntut siapa ayah kandung mereka pada Om Sabri. Semula Gina mengira Om Sabri itu ayah kandungnya tapi di luar dugaan Om Sabri menceritakan sebuah tragedi yang sangat memilukan. Bahkan terbersit di pikiran Dina kalau mereka adalah anak haram tapi ternyata semua dugaan Gina itu meleset jauh.
Berpuluh-puluh tahun yang lalu Subrata dan Bu Sarah adalah sepasang suami istri. mereka berjuang dari bawah dengan bekal pemberian orang tua Subrata berupa sebuah toko perhiasan kecil. Bu Sarah dan Subrata menapak dari lantai paling bawah sampai ke atas. Sesampai di atas Subrata lupa daratan main gila dengan seorang perempuan tepatnya berselingkuh. Perempuan jahat itu memfitnah Bu Sarah berselingkuh dengan lelaki lain serta merampas posisi Bu Sarah sebagai istri Pak Subrata. Perempuan itu tidak puas hanya sebagai perempuan simpanan yang telah melahirkan seorang putri buat Subrata. Maka itu dengan segala upaya dia mendepak Bu Sarah keluar dari rumah Subrata.
Subrata yang gelap mata mengusir Bu Sarah yang tak waktu itu sedang hamil kedua anak kembarnya. Bu Sarah keluar dari rumah tanpa membawa apa-apa selain janin di dalam perutnya.
Waktu itu Sabri sebagai teman Subrata ingin memberitahu bahwa semua itu tidak benar. perempuan yang bernama Nola itulah yang tidak benar merampas semua hak Bu Sarah serta berhasil menghasut Subrata mengusir Bu Sarah. namun justru Pembelaan ini membuat Subrata makin marah pada Sabri dan memutuskan hubungan persaudaraan. Sejak itu Sabri tidak pernah bertemu dengan Subrata lagi memilih melindungi Bu Sarah hingga detik ini. Sabri betul-betul tulus kepada bu Sarah dan mulai mencintainya seiring waktu. Sayang Bu Sarah telah menutup pintu hati untuk semua lelaki akibat terlalu sakit hati kepada Subrata.
Demikianlah sekelumit kisah keluarga Bu Sarah yang dikhianati oleh suami sendiri malah memfitnah. Gina yang mengetahui cerita ini bersumpah akan membalaskan dendam ibunya kepada Subrata dan perempuan yang bernama Nola.
Ternyata Tuhan itu Maha adil mengantarkan Lusia kepada Gina untuk dijadikan samsak sakit hatinya. Gina akan pergunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya untuk menghancurkan keluarga Subrata sampai ke dasar laut. Dendam di hati Gina tidak dapat diukur dengan meteran tercanggih manapun.
Gina akan memulainya dari Lucia membuat wanita itu kehilangan muka di muka umum. Gina mau mereka tahu bagaimana bila tidak mendapat di dalam masyarakat. Tak ada kata belas kasihan di dalam hati Gina kepada keluarga Subrata walaupun Om Sabri mengatakan Subrata itu Ayah kandungnya.
Gina akan memilih disebut anak haram daripada mengakui Subrata sebagai ayahnya. Rasa sakit di hati ibunya harus dituntaskan sampai bersih.
Ntah berapa lama Gina duduk sendirian di taman hotel. Gadis ini sadar malam makin merangkak jauh namun dia tidak mempunyai keberanian untuk naik ke atas bergabung dengan Kevin.
Nyali Gina belum berani tidur seranjang dengan lelaki. Dia masih mempunyai batasan walau mentalnya telah ditempah dengan keras oleh om Sabri. Tetap saja ada batasannya.
Tiba-tiba ponsel jadul Gina berdering. Suaranya sangat jelek menghiasi keheningan malam. Tentu saja beda dengan suara ponsel kekinian.
"Halo assalamualaikum."
"Kamu di mana? Kabur ya?"
Gina jauhkan ponsel dari kuping dengar suara yang sangat tak bersahabat.
"Lagi makan angin pak. Mau ku bawakan?"
"Apa kau tak tahu ini sudah jam berapa?"
"Bentar lagi pak. Aku kan jarang ke kota M maka ingin rasakan keindahan kota ini di malam hari." Gina mencari alasan agar bisa lebih lama hindari Kevin.
Gina membeku tatkala lihat sosok lelaki besar sudah ada di dekatnya masih pegang ponsel. Kevin turun dari atas khusus mencari asisten istimewanya. Kevin tak tahu apa istimewanya Gina tapi cukup mengusik jiwanya. Kevin bisa rasakan perbedaan Gina dan Gani tapi laki ini tak tahu di mana bedanya.
Pokoknya dia lebih kuatir pada Gina ketimbang Gani. Insting mengatakan dia harus lindungi lajang imitasi itu.
"Kelebihan darah mengapa tidak sumbang ke PMI?" tegur Kevin terdengar gusar lihat Gina duduk sendirian jadi umpan nyamuk.
"PMI sudah banyak yang nyumbang biarlah aku jadi donatur para nyamuk. Bapak gerah juga di atas?" Gina alihkan pembicaraan agar jangan kena semprotan lebih jauh.
"Aku takut dituntut Gani tak jaga temannya. Ayo cepat naik ke atas!"
"Apa tidak lebih baik kita duduk bentar lagi di sini? Di atas mau ngapain?"
"Ngapain? Tidur..."
Darah Gina berhenti mengalir dengar kata tidur. Satu kata paling tabu diucapkan saat ini. Kalau punya sayap Gina ingin terbang balik ke pelukan ibunya.
Kevin tak sabaran lihat Gina tidak bereaksi disuruh naik ke hotel. Laki ini meraih tangan Gina langsung seret gadis ini masuk ke dalam hotel.
Gina terpana bingung diperlakukan seperti anak kecil nakal tak patuh pada orang tua. Harus dipaksa baru mau patuh.
Kevin bawa Gina langsung ke arah lift. Untunglah suasana hotel mulai lenggang tak banyak tamu. Kalau tidak betapa malunya Gina diperlakukan seperti budak cilik.
Kevin lepaskan tangan Gina setelah berada dalam lift. Gina menunduk tak berani menatap wajah bos saudara kembarnya. Kevin tak tahu jantung Gina hampir terloncat keluar akibat perlakuan Kevin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Bivendra
jd lucinta itu sdra beda ibu sm gina gani toh hmmm,
2023-02-12
1
玫瑰
Dag..dig ..dug..di dalam dada..jantung berdebar, hati bergetar..amboooi..hahaha
2023-02-12
1