Bab.6

"Ini obat Tuan Muda, tolong kamu antar ke kamarnya. Dan ingat, jangan keluar dari kamar itu, sebelum Tuan meminta kamu keluar," tutur kepala pelayan kepada Maudy.

"Ah, baik." Dia mengambil alih nampan berisi obat dan air mineral itu, lalu berbalik pergi. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, jika sesuai perjanjian maka seharusnya dia sudah bisa pulang, namun jika lewat jam tersebut, berarti Maudy harus lembur dan akan mendapatkan uang tambahan.

Sudah seperti bekerja di perusahaan besar, namun bedanya Maudy hanya bekerja untuk satu orang. Maudy nampak begitu berhati-hati saat menaiki tangga menuju lantai dua, apalagi ditangannya sekarang ada nampan.

Sesampainya di depan pintu kamar, Maudy kembali mengatur napasnya seraya meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja, yang dia layani sekarang hanyalah seorang pria Amnesia.

Setelah beberapa saat, dia mengetuk pintu hingga akhirnya terdengar suara sahutan dari dalam. Perlahan Maudy masuk, dan pandangannya langsung tertuju kepada Juan yang sudan duduk bersandar diatas ranjang. "Maaf, Tu ... ehm, maksud saya Dokter Juan. Saya datang membawa obat anda."

"Kemarilah, kenapa kamu malah berdiri di situ," ucap Juan yang tetap fokus dengan majalah kesehatan yang sedang dia baca.

Langkah Maudy kembali berlanjut hingga ke samping ranjang, diletakkannya nampan itu diatas nakas lampu tidur. "Saya sudah mengantarkan anda obat, kalau begitu apa saya boleh permisi, pulang?"

Juan menoleh kesamping, dimana Maudy sedang berdiri. "Apa kepala pelayan tidak menyampaikan aturan apa saja yang harus kamu patuhi selama menjadi pelayanku?"

"Tentu saja sudah, Dok." Maudy menelan salivanya takut. "Saya hanya bertanya, anda serius sekali, haha." Maudy yang mulai bisa menyesuaikan, tak bisa menahan diri untuk menunjukkan sikap pecicilannya.

Juan menyunggingkan bibirnya saat melihat tingkah Maudy yang sangat jauh berbeda dari pelayannya yang lain. "Ck, kau ini benar-benar wanita atau apa, bersikap lebih anggunlah sedikit."

Jadi dimatanya aku ini ubur-ubur atau apa, kenapa malah bertanya seperti itu, batin Maudy yang terlihat kesal.

"Baik, Dok. Maafkan saya, kalau begitu apa ada yang bisa saya bantu sekarang?" tanya Maudy. Rasanya dia ingin segera pulang, meski itu berarti dia harus menghadapi pertanyaan ibunya.

Juan beralih memandang ke nampan obat diatas nakas. "Bantu aku minum obat. Duduklah di sini." Dia menepuk-nepuk sisi tepi ranjang.

Sepertinya Maudy masih canggung, namun apa dia bisa menolak tugas? Tentu saja tidak, saat semua terasa sulit, dia kembali membayangkan gaji belasan hingga puluhan juta yang akan masuk ke rekeningnya awal bulan mendatang.

"Baiklah." Maudy mulai mendekat, duduk di tepi ranjang, dan mulai menjalankan tugasnya, menyuapi satu persatu obat kepada Juan.

Sementara pandangan Juan sendiri, malah fokus menatap bibir tipis merah muda yang kemarin sempat dia cicipi tanpa sengaja. Meski semua terjadi secara cepat, namun sentuhan bibir itu tak bisa Juan lupakan.

Jika benar bibir ini mampu membuat aku mengingat semua memory masalalu, apa aku akan terus menciumnya setiap hari? ... Tunggu dulu, apa yang baru saja aku pikirkan, tidak, aku tidak menginginkan dia sebagai wanita, aku hanya butuh ciumannya demi memulihkan ingatanku, batin Juan.

"Dok, kok malah bengong."

Sontak saja lamunan Juan buyar seketika. "Ah, i-iya. Ehm, kalau begitu aku akan berbaring sekarang."

"Ah baik, kalau begitu saya juga pamit pulang." Maudy hendak berdiri namun Juan kembali menahannya untuk kembali duduk. "Kenapa lagi?"

"Tetaplah disini sampai aku tidur," pinta Juan.

Mendengar permintaan sang majikan, membuat Maudy menghela napas panjang seraya menahan diri agar tidak kehabisan kesabaran. "Apa anda selalu bersikap seperti ini kepada semua pelayan pribadi anda? Ck, pantas saja mereka lari tunggang langgang meski ditawari gaji tinggi."

"W-waw hah, kamu memang luar biasa. Bisa-bisanya kamu bicara seperti itu kepada seorang sepertiku." Juan yang sempat berbaring, kini kembali duduk, menatap Maudy dengan tajam. "Aku bukan pria murahan seperti itu. Hanya saja saat kejadian di toilet waktu itu, aku banyak mengapa perubahan dalam diriku, jadi sekarang aku menganggap kamu sebagai jimatku."

"Ji-jimat?" Maudy nampak tercengang. Namun apa yang bisa dia lakukan, kecuali menuruti semua keinginan Juan.

Ini semua gara-gara surat perjanjian kontrak kerja itu, membangkangnya hanya akan membuat aku kehilangan uang, batin Maudy.

"Huuft, baiklah, saya minta maaf. Sekarang silakan tidur, saya akan terus duduk disini sampai anda pindah ke alam lain, eh maksudnya alam mimpi," ucapnya lalu tersenyum lebar.

Saat Juan kembali berbaring, Maudy dengan cekatan menyelimuti tubuh majikannya dengan selimut hingga batas pinggang.

"Maudy, apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Juan yang terlihat belum mengantuk sama sekali.

"Silakan saja, Dok," ucap Maudy seraya meletakkan cangkir dan botol obat diatas nampan.

"Dari surat kontrak yang kamu tandatangani, aku melihat jika kamu lulusan universitas negeri. Tapi kenapa kamu malah bekerja sebagaimana seorang pelayan?"

Perlahan Maudy menoleh, melihat Juan yang terlihat penasaran akan jawaban darinya. Tentu saja dia punya alasan.

Mungkin Juan tidak akan mengerti dengan alasan yang dibuat Maudy, karena Juan tidak akan pernah merasakan bagaimana susahnya mencari uang demi melunasi peralatan rumah yang terus-menerus dibeli oleh sang ibu belum lagi mau dia harus membiayai sekolah adiknya.

"Saya baru saja di PHK, anda tahu orang seperti saya harus tetap bekerja agar bisa tetap hidup. Anda harus bersyukur, kedua orang tua anda masih hidup dan bisa membantu anda dalam disaat seperti ini."

Maudy menghela napas panjang, meski sesak didada kembali menghinggapi, saat mengingat mendiang sang Ayah.

"Ternyata jalan hidupmu tidak sesuai dengan sikap tangguh yang selalu kamu tunjukkan. Baiklah, rasa penasaranku sudah terjawab, sekarang ceritakan aku sesuatu yang menyenangkan, agar aku bisa tidur."

Rasa haru yang sempat menyelimuti Maudy mendadak hilang, lenyap begitu saja. "Apa anda anak kecil yang harus mendengar dongeng sebelum tidur?"

"Jangan terus membangkangku, ceritakan saja sesuatu yang menurutmu menarik. Jika tidak kamu akan terus berada disini sampai besok pagi," ketus Juan.

"A-apa?" Maudy kembali menarik napas. Dia harus segera pulang, kalau tidak ibunya akan mengamuk. "Baiklah, saya pikir dulu."

"Jangan lama-lama," sahut Juan seraya berusaha menahan tawanya. Kedatangan Maudy ke dalam hidupnya seolah memberi warna tersendiri.

Saat Maudy sedang berpikir, Juan terus memandanginya seraya bergumam dalam hati. Baru beberapa hari, dan aku bisa bicara sesantai ini dengan dia, sebenarnya dia siapa Kenapa dia sangat menyenangkan diajak bicara meski terkadang dia juga sangat menyebalkan, batin Juan.

"Ehm, baiklah. Saya sudah mendapatkan satu cerita yang bagus," sahut Maudy, membuyarkan lamunan Juan.

"Benarkah, kalau begitu tunggu apa lagi ayo mulai," ucap Juan sambil memejamkan matanya.

Maudy menegapkan posisinya, seraya memasang raut wajah serius. "Ehm, jadi begini. Dua tahun lalu, di sebuah desa yang terkenal angker, para wanita perawan di culik oleh sosok tak--"

"Hey apa kamu pikir, cerita seperti itu bisa membuatku tidur!?" seru Juan kesal, saat yang dia dapatkan bukanlah cerita pengantar tidur melainkan cerita horor.

Bersambung 💕

Terpopuler

Comments

saya cantikkj

saya cantikkj

😄

2023-05-01

0

Vina Eka Wahyuni

Vina Eka Wahyuni

hhhh sumpak ktawa q gmn mau tdor mlh di ceritain horor hhh

2023-03-21

0

Nurlaela

Nurlaela

🤣🤣🤣gimana mau tidur, disuguhi cerita horor Maudy, sekalian aja cerita sikancil anak nakal tuh, ini mah akal-akalan Juan ingin ditemani Maudy terus...sampe tidur juga😁

2023-02-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!