Tidak terasa, langit sudah berubah menjadi gelap. Setelah menyelesaikan makan malam, semua orang kembali ke kamarnya masing-masing.
Tama tidak ikut bergabung bersama keluarga Batara saat makan malam, masih dengan alasan yang sama yaitu kurang enak badan. Padahal dirinya masih merasa malu karna ulah Tari. Karna wanita itu melihat benda pusakanya.
"Ma, Una boboknya sama Mama dan Papa ya." Una yang berada di dalam gendongan Tari menatapnya dengan mata berbinar.
Tari yang mendengar permintaan putri sambungnya langsung menganggukkan kepalanya. Seperti mendapat angin segar. Tari yang tadinya takut masuk ke dalam kamar Tama, kini rasa takut itu hilang karna kehadiran Aruna.
Una syantik, kamu memang penyelamat Mama.
"Yups kita masuk ke kamar!!!" Seru Tari semangat.
"Yups...." Una mengikuti ucapan serta gaya Tari.
Mereka tampak kompak. Jika dilihat, keduanya lebih mirip seperti kakak adik. Apa lagi wajah Tari yang memiliki pipi tembam serta tubuhnya yang pendek-- membuatnya terlihat seperti anak SMA.
Cklek...
Tari dan Aruna masuk ke dalam kamar. Tampak Tama yang sedang berkutat dengan laptopnya. Ia sibuk menyusun materi yang akan dibawakannya ketika liburan semester telah usai. Tak hanya itu, beberapa berkas yang berisi laporan keuangan dari setiap cabang restoran miliknya tampak tertumpuk rapi di samping Tama seperti sedang mengantri untuk di periksa ulang.
"Papa...." Aruna yang sudah turun dari gendongan Tari, kini berlari membentangkan tanganya agar Sang Papa menaikkannya ke atas pangkuan ternyaman itu.
"Una kok belum tidur?" tanya Tama. Ia berusaha menutupi kegugupannya di depan Tari. Sedangkan Tari, memilih untuk duduk di tepi ranjang.
"Ini Una mau bobok, tapi boboknya sama Mama dan Papa. Una mau tidul sambil dipeluk."
Tama yang duduk di meja kerja yang berada di dalam kamarnya itu menatap tajam ke arah Tari.
Kenapa mata Pak Tama melotot ke aku? Batin Tari yang merasa tak melakukan hal apa pun, karna sedari tadi dia hanya diam memperhatikan anak dan ayah itu.
Ini pasti akal-akalan mu. Bocah sableng kurang ajar, dia sengaja menggunakan putriku untuk kepentingannya.
Tama masih menatap tajam pada istrinya. Tari yang bingung malah membalas tatapan tajamnya dengan kedipan mata serta kiss jarak jauh.
Huh...
Tama memalingkan wajahnya, bocah sableng yang menyandang status sebagai istrinya itu memang aneh dan lain dari pada yang lain.
"Pa, ayo tidul...." Aruna mengguncang tubuh papanya dengan tangan gembil yang ia miliki.
"Iya sayang," Tama yang pasrah, menggendong tubuh putrinya dan meletakkan Aruna di tengah-tengah mereka.
"Yey...." Aruna kegirangan ketika dibaringkan di tengah-tengah orang tuanya.
"Una seneng?" tanya Tari, mengelus pipi seputih salju itu.
Aruna menganggukan kepalanya berulang-ulang sangking senangnya.
"Sekarang pejamkan mata Una ya. Anak kecil tidak boleh tidur larut malam." Tama menyelimuti tubuh putrinya dengan selimut tebal.
"Umm... Mama dan Papa peluk Una ya, bial sepelti teletubbies."
Tanpa Una minta pun, Tari sudah memeluk tubuh Una dengan senang hati. Lain halnya dengan Tama.
Ia seperti enggan memeluk Una. Kalau yang dipeluk hanya Una sih,,, Tama tanpa dipinta pun akan melakukannya. Tapi ini ada Tari, apa bila ia memeluk putrinya, otomatis ia juga ikut terbelit dalam pelukan Tari.
"Pa, pelukkk...." rengek Una.
"Iya sayang." Mau tak mau Tama pun melakukan permintaan putri semata wayangnya itu.
Maafkan aku sayang, aku melakukan ini untuk anak kita. Kamu jangan cemburu di sana ya, hati ini hanya milik kamu. Batin Tama merasa bersalah pada mendiang istrinya.
Di samping itu, Tari berteriak girang di dalam hati.
Begini nih rasanya dipeluk suami. Aduh merinding disco, bikin aku teringat kejadian tadi siang aja!
Tak butuh waktu lama, Una sudah terlelap. Pelukan dari Tari dan Tama seperti mantra untuk bocah gembil itu.
Tama yang melihat putrinya sudah tertidur, dengan segera melepaskan pelukan yang juga dirasakan Tari.
Tari yang merasa kesal, mencoba membalas perbuatan resek suaminya.
"Pak, Una udah tidur. Yuk ngadon bayi," ucap Tari berbisik.
Mata Tama mendelik tajam, sedangkan Tari menyunggingkan senyumnya.
"Tadi Tari cuman lihat belalainya aja, belum sempat nyentuh. Gimana kalau Tari sentuh sekarang?" Tari mengangkat tanganya dengan gerakan slow motion.
"H-hei!" geram Tama pelan.
`
`
`
Nah loh... Ketar-ketir tuh babang Tama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ristiana Wang
wkwkwkwkwkwk dasar yaa
2024-05-14
0
Enung Samsiah
jual mahal bnget bang,,, ntar bucin akut bngettt deh,, rasainnn
2023-10-10
0
Sarini Sadjam
ko tari ga punya sikap si di cuekin gitu ga ada bales nya..terlalu over akting
2023-09-14
0