•Flash back•
Tari POV
Semakin hari ayah tampak lemah, sering batuk-batuk, bahkan tubuhnya semakin ringkih. Membuat aku menjadi takut, karena hanya ayah yang aku punya di dunia ini.
"Tari ... sini, Nak." Panggil Pak Wahyu, ayah Tari. yang tengah berbaring di sofa ruang tv.
"Ya, Ayah." Aku menyahut ketika mendengar panggilan dari ayah. Kuletakkan barang-barang untuk keperluan fotokopi milik ayah di atas meja.
"Tari sayang, kan. Sama, Ayah?"
"Ih ... Ayah, pakek nanyak segala. Ya sayang lah, pakek banget ... nget ... nget."
Ayah terkekeh kecil melihat ekspresiku ketika menjawab pertanyaan ayah.
"Ayah juga sayang sekali sama, Tari." Ayah mengelus puncak kepalaku dengan lembut, dan aku dapat merasakan kasih sayang dalam setiap usapan yang ayah berikan padaku.
Tapi entah kenapa perasaanku tidak enak mendengar setiap kata yang ayah keluarkan hari ini.
"Tari tau, Tari kan anak kesayangan, Ayah yang paling cantik, baik hati, pandai menabung di kedai, emm ... apa lagi ya? Ha, Tari juga anak yang rajin."
Ayah tertawa lepas mendengar ocehanku, dan aku ikut tertawa bersama ayah. Bahagia sekali rasanya melihat ayah tertawa seperti ini. Namun, ketika suara tawa itu memudar. Raut ayah pun berubah menjadi sendu.
"Ayah kenapa?"
'Kenapa ayah tampak sedih?' batinku bertanya.
"Tari ...,"
Aku masih diam, menunggu kelanjutan yang akan ayah katakan.
"Ayah takut tidak bisa menjaga kamu, Nak. Ayah semakin tua dan tidak sesehat dulu."
"Ayah bicara apa sih? Tari gak ngerti."
"Kamu anak Ayah satu-satunya. Hanya ada kita, Nak. Sanak saudara kita tidak ada. Bahkan ibumu sudah lama pergi kepangkuan tuhan. Ayah ... takut kalau Ayah pergi kamu tidak memiliki siapa-siapa," ucap ayah.
Pada saat itu bulir bening pun luruh membasahi wajah ayah dan wajahku. Ayah menarik napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.
"Mau kah kamu mengabulkan satu permintaan ayah, Tari?"
Dengan cepat aku mengangguk sambil menangis. Hanya ini yang bisa kulakukan, selama ini aku selalu merepotkan ayah.
Semenjak ibu meninggal ketika aku masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar, ayah lah yang selalu merawatku, hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu.
"Ayah ingin kamu menikah dengan anak sahabat, Ayah, apakah kamu bersedia, Nak?"
Deg!!!
Menikah? Bahkan terlintas dipikiranku pun tidak. Namun, lagi aku mengangguk.
Seulas senyum tergambar di wajah ayah. "Dia seorang duda beranak satu, kehidupannya mapan. Ayah sudah bertemu dengan anak sahabat ayah itu, Ayah. Yakin dia mampu menjaga kamu."
Duda? Beranak satu? OMG, apa ini namanya keuntungan? Buy one get one!
"Ganteng gak, Yah?" sahutku menjawab dengan candaan pada ayah.
"Hahaha, anak ayah ada-ada saja. Tentu calon suami mu tampan, anak Ayah kan Cantik--pastinya ayah carikan yang tampan."
"Ada roti sobeknya gak, Yah?" Aku menaik turunkan alis sembari tersenyum.
"Roti sobek?" tanya ayah yang tidak mengerti.
"Ya ampun, masa Ayah gak tau sih. Itu loh, Yah. Otot-otot diperut. Hahahahaha ...,"
"Hais kamu ini. Sudah sana beres-beres, buka fotokopi nya nanti kesiangan."
"Hahahaha ... siap kapten," jawabku dengan tangan membentuk hormat.
•Flashback off•
"Aku pasti bisa mendapatkan cinta suamiku, semangat Tari!!!" Aku memberi semangat dalam hati, sembari mengangkat dan mengepalkan tanganku.
Pak Tama menoleh ke arahku karena gerakan yang kubuat mengagetkan dirinya.
"Dasar bocah gila!"
"Ih ... Pak, gak boleh gitu sama istri. Tau gak, kata orang ... Kalau kita mengatai orang yang gak baik itu cepat banget menularnya."
Tama tak menghiraukan ucapanku, ia menutup laptopnya dan ikut berbaring. Tapi, membelakangi diriku, seakan malas menatap wanita yang sudah resmi menjadi istrinya.
"Pak, besok temeni Tari cari oleh-oleh yuk! Tadi Tari lihat ada kalung cantik banget, pasti cocok banget buat, Aruna."
"Kamu tidak usah mencari perhatian di depan anak saya!"
"Tapi, kan. Tari istri Bapak. Jadi, anak Bapak ya anak Tari juga dong." Aku menjawab Tama sambil memanyunkan bibirku.
"Istri sementara!" Tegas Tama.
"Iyain aja deh biar, Bapak seneng, takut kalau diladenin, Bapak makin nambah tua. Hahaha...,"
Tama merasa geram dengan segala tingkahku, namun dengan sekuat tenaga ia menahan untuk tidak meladeni ucapan yang aku katakan.
Lama kami terdiam satu sama lain, hingga akhirnya aku dan Tama tertidur.
Aku bangun dari posisi berbaring, dan mengintip wajah Tama yang membelakangi diriku.
"Ganteng, tinggi, tapi sayang ... galak bener, semoga Tari bisa dapetin hati pak dosen. Aamiin." Aku melanjutkan tidur kembali, dan kali ini aku benar-benar tertidur.
`
`
`
Ada yang tau umurnya Tama berapa? Ayo ditebak😽 othor bakal gift pulsa 10k untuk satu orang yang berhasil menebak dengan benar❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Sarini Sadjam
tama 30an tari 19
2023-09-14
0
𝔸𝕤𝕣𝕚𝕕𝕚𝕟𝕚𝕟𝕘𝕣𝕦𝕞
buy one get one free? diskonan dong 🤣🤣🤣
2023-04-28
1
k⃟K⃠ B⃟ƈ ɳυɾ 👏🥀⃞༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§
awas darah tinggi nanti Tama 😁😁😁😁
tari lucu banget ngadepin Tama 😂😂😂😂😂
2023-04-16
0