Di meja makan, keluarga Batara tampak asik menikmati makanan yang sudah tersaji di hadapan mereka.
Pak wahyu selaku ayah Tari tampak bahagia melihat tawa putri semata wayangnya yang tengah asik menyuapi Aruna.
"Ma, Una besok mau diantel sekolahnya sama Mama. Una mau pamel ke temen-temen kalau Una juga punya Mama kayak meleka." Aruna berceloteh dengan mulut yang penuh dengan nasi serta lauk.
Bocah berusia lima tahun itu tampak antusias berbicara panjang lebar semenjak kehadiran Tari. Bahkan, Aruna yang biasanya menempel terus pada Sang Papa. Kini, malah beralih pada Tari.
"Iya sayang, Mama yang anter Una besok ke sekolah ya. Tapi... Kunyah dulu dong nasinya, pipi kamu makin bulet jadinya. Mama kan bawakannya jadi pingin mentoel pipi kamu terus." Tari terkekeh geli melihat raut kesal Aruna ketika dirinya memainkan pipi gembil nan putih itu.
Semua orang yang berada di meja makan tersenyum lebar melihat interaksi ibu dan anak itu. Walau pun keduanya tidak sedarah, namun kasih sayang yang tulus tercurah begitu saja tanpa ada kepura-puraan.
Namun, semua itu tidak terlihat demikian di mata salah satu orang yang juga sedang berada di meja makan. Dia berdecih di dalam hati melihat kedekatan Tari dengan Aruna, baginya semua itu hanyalah taktik Tari untuk menarik semua perhatian orang-orang.
Tama lebih banyak diam. Sebenarnya ia memang tidak banyak bicara sedari dulu, hanya ke pada mendiang istri dan buah hatinya ia banyak bicara. Bahkan Tama selalu memberikan senyum hangatnya ke pada mendiang istrinya, sangat berbanding terbalik dengan perilakunya sekarang terhadap Tari.
"Tari, kamu kapan masuk kuliah?" tanya Mama Widi.
Tari yang sedari tadi hanya fokus makan sembari menyuapi Aruna, kini mengalihkan pandangannya ke pada mama mertua.
"Tiga hari lagi, Ma. Tari lihat di kalender akademik kampus sih begitu."
"Em kamu gak mau nambah libur? Kan kamu baru pulang dari honey moon. Apa gak capek?"
"Tari gak capek kok, Ma. Masak baru libur semester Tari lanjut libur lagi. Nanti bisa-bisa Tari melampaui batas absensi. Tari pingin cepat-cepat wisuda biar bisa mengurus Una 24 jam." Tari menatap Una yang duduk di sebelahnya dengan sayang.
"Tidak salah Papa milih kamu sebagai mantu. Yakan, Ma." Papa Adam memerkan senyumnya.
Tama merasa tidak suka kala mendengar papa nya mengunggulkan Tari. Dia merasa mendiang istrinya sudah dilupakan di sini.
"Iya Pa. Tari ini paket komplit. Udah cantik, baik, penyayang, masih muda tapi udah jago masak. Semua ini tidak lepas dari didikan Pak Wahyu."
Pak Wahyu yang sedari tadi diam menikmati pemandangan keluarga hangat di kediaman Batara sambil menikmati makanannya kini ikut bicara.
"Tari ini memang sudah mandiri sejak kecil. Saya tidak melakukan banyak hal," jawab Pak Wahyu.
"Ih ayah.... Siapa bilang ayah tidak melakukan banyak hal. Ayah yang banting tulang untuk biaya sekolah Tari, ayah yang ngucirin rambut Tari setiap mau pergi ke sekolah, ayah selalu ngerawat Tari dengan sabar. Sangking banyaknya hal hebat yang ayah lakukan untuk Tari, sampai-sampai Tari gak bisa nyebutinnya satu-satu." Tari menyela ucapan ayahnya dengan mata berkaca-kaca.
Aruna yang melihat mata Tari berkaca-kaca, turun dari duduknya dan berusaha naik kepangkuan Tari.Tari yang melihat pergerakan Aruna, segera mendudukkan bocah imut itu ke pangkuannya.
"Huaaaa.... Mata Mama kenapa ada ail nya. Mama mau nangis ya, Una selalu nangis kalau Una lagi sedih pingin punya Mama. Apa mama juga sedih? Makanya ail matanya mau kelual."
Semua orang yang mendengar perkataan yang diiiringi isak tangis milik Aruna merasa terenyuh, termasuk Tama.
Tama tau kalau anaknya itu merindukan sosok ibu, Aruna menjadi piatu ketika umurnya masih dua tahun. Jadi, Aruna tidak pernah ingat akan wajah sang ibu kandung.
"Mama gak sedih sayang. Kan sekarang Mama udah punya Una yang lucu dan baik." Tari mengelus punggung Aruna, ia merasa terharu pada anak sambungnya yang begitu peka terhadapnya.
Tama melirik Tari dengan pandangan tidak suka. Tidak ada yang menyadari tatapan tajam itu, karna semua perhatian mereka tertuju pada Aruna dan Tari.
Tangan besar itu mengepal kuat. Dia semakin merasa mendiang istrinya dilupakan oleh kelurganya.
Dasar bocah sableng, kau baru hadir sebentar di sini. Tapi, dengan liciknya kau bisa membuat keluargaku dekat denganmu! Sepertinya aku harus mengingatkan di mana posisi mu! Geram Tama dalam hati.
Tenang sayang, aku tidak akan membiarkan bocah licik ini merebut hatiku. Hanya kamu pemilik hati ini.
`
`
`
Terserah lo deh Tama. Heran deh othor liat babang ganteng yang satu ini😴.
Udah dua hari othor gak up. Othor baru pulang dari pantai. Capek atuh liburan di pulau kapuk mulu, sekali-kali liat yang bening-bening😂 sapa tau ada yang cakep yekan, biar othornya ga jones lagi😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
dosen egois, nyusul aja sana k kubur. bukan nya bersyukur anak nya aman di tangan ibu sambung walaupun msh muda 🤷♂️
2025-03-18
0
🏠⃟ᵐᵒᵐરuyzz🤎𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ🍁🥑⃟❣️
kamu kenapa sih Tama.... eeeeeeee..... geram aku jadinya
2023-07-16
0
🏠⃟ᵐᵒᵐરuyzz🤎𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ🍁🥑⃟❣️
ihhhh kmu.... g lihat kah kedekatan mereka... hmmm
2023-07-16
0