Wanita Idaman Lain

Wanita Idaman Lain

Bab 1. Kacau

"Bunda ... Malika ingin pipis. Cepat Bunda ... Malika sudah tidak tahan!"

"Huhuhuhuhu Bunda ... mata Alina kelilipan pasir ... perih Bunda!"

Hoeeekk .... Hoekkk ... Hoekkk ....

"Cahya, bantu Ibu. Ibu muntah-muntah lagi!"

Keadaan rumah yang sebelumnya terasa begitu hening saat Malika tertidur pulas, saat Alina terlihat anteng bermain pasir di halaman depan dan sang ibu mertua tengah makan di dalam kamar, mendadak berubah riuh dengan teriakan anak dan mertua yang terdengar bersamaan memanggil nama Cahya.

Teriakan itulah yang membuat Cahya memaksakan diri untuk bangkit meskipun kepalanya masih terasa begitu berat. Ia juga tetap melangkahkan kaki, meskipun langkah itu terlihat sempoyongan.

"Ya Allah ... Ini siapa dulu yang harus aku datangi?"

Cahya mengurut pelipisnya sembari bermonolog lirih. Baru saja ia selesai mencuci pakaian dan bermaksud untuk istirahat sejenak. Namun niat untuk beristirahat itu harus terpangkas setelah suasana rumah berubah menjadi riuh dengan suara yang saling bersahutan. Bak sebuah paduan suara, anak dan mertuanya bersahutan memanggil namanya.

Mendengar tangisan Alina yang begitu menyayat hati, membuat Cahya mengambil keputusan untuk mendatangi sang anak terlebih dahulu. Ia berpikir, keadaan Alina lah yang jauh lebih genting. Mata yang kelilipan pasir pastinya akan jauh menimbulkan efek kurang baik untuk sang putri. Oleh karena itu, Cahya yang sebelumnya duduk di sofa ruang tamu bergegas menghampiri Alina.

"Astaghfirullah Sayang ... Kamu kenapa? Mengapa bisa terkena pasir seperti ini?"

Cahya sedikit membungkukkan tubuh agar bisa sejajar dengan tinggi badan Alina. Ia rengkuh tubuh putri sulungnya ini dan ia lihat dengan saksama mata sang anak yang sudah nampak memerah karena diucek-ucek. Seperti yang pernah dilakukan oleh sang ibu saat dirinya masih kecil, Cahya mulai meniup kelopak mata putrinya ini.

"Huhuhu huhuhu Bunda ... perih!"

"Sabar ya Nak, jangan diucek-ucek. Sebentar lagi rasa perihnya pasti akan hilang."

"Tapi sakit Bunda ... Alina tidak tahan lagi."

Seakan pantang untuk menyerah, Cahya tetap meniup kelopak mata Alina. Mencoba untuk menghilangkan pasir yang mengenai mata sang putri. Bola mata yang sebelumnya nampak bening mendadak memerah setelah sekian menit diucek-ucek oleh jemari lentik milik Alina.

"Bagaimana Nak? Masih perih?" tanya Cahya memastikan setelah tangisan sang putri sedikit mereda.

Gadis kecil berusia lima tahun itu menggeleng pelan. "Tidak Bunda. Mata Alina sudah tidak perih lagi."

Cahya tersenyum lega. Ia kecup intens pipi Alina. "Alhamdulillah ... kalau begitu mainnya sudah dulu ya Sayang. Kita masuk ke dalam yuk."

"Ayo Bunda!"

Gadis kecil itu digendong oleh Cahya untuk masuk ke dalam rumah. Ia ingat jika si bungsu dan ibu mertua juga berseru memanggil namanya.

"Bunda! Huhuuu huhuhu ... Sakit!"

Tubuh Cahya terperanjat seketika kala mendengar teriakan si bungsu dari dalam kamar. Dengan sedikit berlari untuk bisa segera menjangkau kamar Malika. Kedua bola mata Cahya terbelalak dan membulat sempurna.

"Malika!"

"Adek!"

"Huhuhu huhuhu Bunda sakit!!"

Cahya menurunkan tubuh kecil Alina dari gendongan. Dengan langkah kaki lebar, ia menghampiri si putri bungsu yang sudah terkapar di lantai. Gadis kecil berusia empat tahun itu terpeleset air pipisnya sendiri yang membasahi lantai.

"Ya Allah Nak .... "

Suara Cahya tercekat di dalam tenggorokan. Ada rasa sesak yang menyergap kala melihat sang putri terkapar di atas lantai. Dengan cekatan ibu dua anak itu membangunkan Malika dari posisinya.

"Bokong Malika sakit, Bunda. Huhuhu huhuhu..."

Rasa getir seakan meremas gumpalan daging yang bersemayam di dalam rongga dada milik Cahya. Ia seakan menyalahkan dirinya sendiri karena tidak becus menjaga amanah yang dititipkan kepadanya. Sampai-sampai atas ketidaksigapannya membuat si bungsu terpeleset dan terkapar di lantai.

Setetes kristal bening itu lolos begitu saja dari kelopak mata Cahya. Ia meraup udara dalam-dalam mencoba untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya. Ia rengkuh tubuh Malika dan ia bawa ke dalam pelukannya.

"Apakah ini Nak yang sakit?" tanya Cahya sembari mengusap-usap bokong si bungsu.

Malika mengangguk pelan dan meletakkan kepalanya di atas pundak sang ibu. "Iya Bunda, itu sakit. Kepala Malika juga sakit Bunda."

"Sstttt ... Ssttt ... Sstttt ... sudah ya Nak, jangan menangis lagi. Setelah ini pasti kepala dan bokong Malika tidak sakit lagi."

Cahya mengusap bokong dan kepala bagian belakang Malika secara bergantian. Memberikan rasa nyaman agar sang anak tidak lagi merasa kesakitan. Dan benar saja, tangis gadis kecil itu sudah mulai mereda.

"Baju Malika basah samua Bunda. Bau pipis juga. Malika ingin ganti pakaian Bunda."

Merasa sudah tidak nyaman dengan pakaian yang dikenakan karena basah, Malika merengek untuk meminta ganti. Cahya mengurai sedikit pelukannya, dan tersenyum manis di hadapan sang putri.

"Iya Sayang. Adek dan kakak mandi sekalian saja ya agar badannya kembali bersih dan segar?"

"Baik Bunda."

Dua gadis kecil itu bergandengan tangan untuk menuju kamar mandi. Cahya melangkahkan kaki menuju almari, mengambil baju yang akan dikenakan oleh putri-putrinya selepas mandi. Namun belum selesai ia memilih baju apa yang akan ia siapkan untuk Malika dan Alina tiba-tiba saja salah satu dari putri Cahya itu berteriak kencang.

"Bunda .... Nenek jatuh dari kursi roda Bunda!!!"

Tubuh Cahya terperanjat. Pakaian ganti putri-putrinya yang ada di dalam genggaman tangannya terjatuh seketika. Cahya baru ingat jika sedari tadi sang ibu mertua sudah berteriak memanggil namanya.

"Ibu!!!"

Dengan langkah tergesa-gesa, Cahya keluar dari dalam kamar sang putri untuk menghampiri ibu mertua yang berada di kamar pribadinya. Cahya terhenyak dengan bibir yang menganga lebar saat melihat ibu mertua sudah dalam keadaan telungkup tertindih kursi roda.

"Astaghfirullah Ibu!!!"

Cahya mendekat ke arah Marni. Ia singkirkan kursi roda yang menindih tubuh wanita paruh baya ini dan dengan cekatan ia memapah tubuh Marni untuk ia dudukkan di atas kursi roda.

"Mengapa bisa seperti ini Bu?"

"Perut Ibu mual, Ay. Rasanya ingin muntah-muntah terus. Ini saja rasanya .... Hoeekkkk .... hoekkk .... hoeekkk...."

Marni memuntahkan seluruh isi perutnya tepat di depan Cahya yang membuat pakaian ibu dua anak itu terkena muntahan sang ibu mertua. Hal itulah yang membuat Cahya sedikit terkejut.

"Ya Allah Aya, maafkan Ibu, Nak. Ibu tidak sengaja."

Wanita paruh baya itu nampaknya merasa tidak enak hati karena sudah membuat pakaian sang menantu kotor karena muntahannya. Oleh karenanya Marni meminta maaf dengan raut wajah yang dipenuhi oleh rasa bersalah.

Cahya tersenyum manis di hadapan Marni. Meskipun bagi kebanyakan orang muntahan ini terlihat begitu menjijikkan, namun Cahya berupaya mati-matian untuk mengabaikan. Ia tidak ingin melukai hati Marni jika ia menampakkan raut wajah jijik.

"Sudah Bu, tidak apa-apa. Sekarang Ibu masuk kamar mandi sekalian ya. Biar Aya bersihkan tubuh Ibu."

Kedua bola mata Marni berembun melihat wajah tulus sang menantu. Benar saja, tak membutuhkan waktu lama titik-titik embun itu mulai menetes membasahi pipi keriputnya.

"Ibu tidak tahu lagi harus mengatakan apa kepadamu Nak. Kamu sudah terlalu sering mengurus Ibu. Terima kasih banyak Cahya. Terima kasih."

Seonggok daging bernyawa dalam dada Cahya ikut merasakan keharuan yang luar biasa. Wanita itu juga hanya bisa tersenyum di hadapan sang mertua. Baginya, Marni sudah seperti Ibu kandungnya sendiri dimana wajib untuk ia urusi, apapun keadaannya.

"Ibu tidak perlu berterima kasih. Ini semua sudah menjadi kewajiban Cahya sebagai seorang anak. Jadi, Ibu tidak perlu merasa sungkan atau tidak enak hati."

"Seharusnya Awan yang melakukan ini Nak, karena dia adalah putraku. Tapi dia malah seperti abai dengan keadaan Ibu."

Cahya menggenggam tangan Marni dengan erat. Ia lukiskan seutas senyum tipis di bibirnya. "Mas Awan atau Aya sama saja Bu. Aya adalah istri mas Awan, jadi juga berkewajiban untuk mengurus Ibu."

Cahya melangkahkan kaki untuk menuju belakang punggung Marni. Perlahan, ia dorong kursi roda milik mertuanya ini untuk menuju kamar mandi.

Deru suara mesin mobil terdengar memasuki halaman dan berhenti di sana. Tak selang lama, keluarlah sosok seorang pria dewasa dengan pakaian berupa kemeja putih dan celana chinos berwarna mocha. Ia selipkan kaca mata hitam yang ia pakai di atas kepala dan perlahan mulai mengayunkan tungkai kaki untuk memasuki area dalam. Namun sebelum sampai di teras, pria itu dibuat geleng-geleng kepala oleh mainan sang anak yang berserakan dan belepotan dengan tanah basah.

"Apa-apaan ini? Mengapa mainan anak-anak masih berantakan dan kotor seperti ini? Apa yang dikerjakan Aya seharian di rumah?"

Mencoba mengabaikan pemandangan di halaman depan, ia kembali melanjutkan langkah kakinya untuk memasuki area ruang tamu. Dan betapa terkejutnya ia sesaat setelah membuka pintu. Di mana di ruang tamu ini segala macam puzzle, leggo dan boneka juga berserakan di mana-mana.

Raga yang lelah setelah seharian bekerja kini bertambah lelah saat melihat kondisi rumah yang sudah seperti kapal pecah. Emosinya seakan kian mendidih di ubun-ubun, dan .....

"Cahyaaaaaaaaa!!!!! Mengapa rumah berantakan seperti ini!!!!" teriak pria itu yang mulai terdengar menggema, memenuhi tiap sudut ruangan.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Nur😌😊

Nur😌😊

eeeeh kalau libur yaa kamu tuuh lihat secara langsung apa aja yang dilakukan istrimu........ repot ngurus 2 anak di tambah ibumu..... yaaa bantu laaah, bukannya ngomel.....

2023-11-14

0

.

.

pulang kerja itu ngucap salam dulu, tengok kedalam ada apa, jangan cuma mendikte, gak masalahkan lihat yang berantakan bantu beresin dulu

2023-05-25

1

Anita Pradita

Anita Pradita

nyesek sebenarnya author klo bc tentang perselingkuhan 🤧terasa diri kita yg ada d dlm cerita, dah cape ngurus rumah, anak2, blm mertua, d tambah lg suami pulang2 marah2 yg ternyata telah mendua🤧🤧🤧

2023-05-24

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Kacau
2 Bab 2. Tak Mau Diremehkan
3 Bab 3. Hanya Aku dan Anak-Anak
4 Bab 4. Sekilas Tentang Masa Lalu
5 Bab 5. Seakan Menghindar
6 Bab 6. Masakan Apa Ini?
7 Bab 7. Semakin Keterlaluan
8 Bab 8. Rekan Bisnis
9 Bab 9. Berubah
10 Bab 10. Wanita Kemarin
11 Bab 11. Lupa Akan Janji
12 Bab 12. Kamuflase
13 Bab 13. Tak Sengaja Bertemu
14 Bab 14. Kesempatan dalam Kesempitan
15 Bab 15. Kembali Romantis
16 Bab 16. Semakin Dalam
17 Bab 17. Uang Perusahaan
18 Bab 18. Pulang Larut
19 Bab 19. Gelisah
20 Bab 20. Mogok
21 Bab 21. Semakin Gila
22 Bab 22. PT Langit Biru Sejahtera
23 Bab 23. Deal
24 Bab 24. Licik
25 Bab 25. Mega dan Kehidupannya
26 Bab 26. Ingin Segera Kembali
27 Bab 27. Dering Ponsel
28 Bab 28. Membujuk Agar Tidak Merajuk
29 Bab 29. Kotak Merah
30 Bab 30. Terkejut
31 Bab 31. Tak Sengaja Bertemu
32 Bab 32. Tersinggung
33 Bab 33. Aroma Parfum
34 Bab 34. Semakin Curiga
35 Bab 35. Sebuah Informasi
36 Bab 36. Mulai Meragu
37 Bab 37. Kebahagiaan Sederhana
38 Bab 38. Membongkar
39 Bab 39. Sebuah Langkah Awal
40 Bab 40. Permintaan
41 Bab 41. Berpura-Pura
42 Bab 42. Bertemu Pengacara
43 Bab 43. Mengumpulkan Bukti-Bukti
44 Bab 44. Adegan yang Mencengangkan
45 Bab 45. Teror
46 Bab 46. Teror Selanjutnya
47 Bab 47. Mengadu
48 Bab 48. Bertandang ke Kantor Awan
49 Bab 49. Kepergok
50 Bab 50. Shock Terapi
51 Bab 51. Terhenyak
52 Bab 52. Pingsan
53 Bab 53. Headline di Portal Berita
54 Bab 54. Rencana Terakhir
55 Bab 55. Sebuah Ancaman
56 Bab 56. Dibuat Pusing
57 Bab 57. Semakin Ngelunjak
58 Bab 58. Selembar Undangan
59 Bab 59. Ready???
60 Bab 60. Show Time
61 Bab 61. Di Bawah Air Langit
62 Bab 62. Sekilas Tentang Masa Lalu (flashback)
63 Bab 63. Melawan Restu (flashback)
64 Bab 64. Titah (Flashback)
65 Bab 65. Sumpah
66 Bab 66. Bangkit
67 Bab 67. Teringat Akan Satu Hal
68 Bab 68. Sebuah Keputusan
69 Bab 69. Di Luar Dugaan
70 Bab 70. Bertandang
71 Bab 71. Silakan Keluar Dari Rumah Ini!
72 Bab 72. Ketok Palu
73 Bab 73. Hamil Duluan
74 Bab 74. Remuk Bosss...
75 Bab 75. Sisa Kenangan
76 Bab 76. Pulang
77 Bab 77. Kembali Berkumpul Bahagia
78 Bab 78. Sabotase
79 Bab 79. Jeritan Hati Ibu Mertua
80 Bab 80. Hasutan Istri Baru
81 Bab 81. Dibuang
82 Bab 82. Malati
83 Bab 83. Demonstrasi
84 Bab 84. Di Ambang Kehancuran
85 Bab 85. Lembar Baru
86 Bab 86. Mensyukuri
87 Bab 87. Pusing Tujuh Keliling
88 Bab 88. Digadaikan?
89 Bab 89. Pertemuan Kembali
90 Bab 90. Antarkan Papa!
91 Bab 91. Ketika Semesta Mempertemukan
92 Bab 92. Jodoh Yang Tertunda
93 Bab 93. Teman Lama
94 Bab 94. Janda Baru
95 Bab 95. Kesal
96 Bab 96. Risau
97 Bab 97. Ketika Pelakor Bertemu dengan Calon Pelakor
98 Bab 98. Menawarkan Diri
99 Bab 99. Kopi yang Membuat Lupa Istri
100 Bab 100. Niat Baik Para Tetangga
101 Bab 101. Pisang Pembuka Pintu Derita
102 Bab 103. Sedikit Kusam
103 Bab 103. Opening Resto
104 Bab 104. Menjelang Akad
105 Bab 105. Mengharu Biru
106 Bab 106. Pernikahan Ke - Dua
107 Bab 107. Upaya yang Gagal
108 Bab 108. Resepsi
109 Bab 109. Bahagia
110 Bab 110. Shock
111 Bab 111. Iri dan Dengki
112 Bab 112. Komplain
113 Bab 113. Muak
114 Bab 114. Frustrasi
115 Bab 115. Temani Aku!
116 Bab 116. Jijik
117 Bab 117. Menceraikan
118 Bab 118. Siapakah yang Datang?
119 Bab 119. Negosiasi
120 Bab 120. Angkat Kaki
121 Bab 121. Masuk ke Dalam Perangkap
122 Bab 122. Serabi Lempit
123 Bab 123. Razia Satpol PP
124 Bab 124. Selamat Tinggal
125 Bab 125. Sosok di Belakang Mentari
126 Bab 126. Viral
127 Bab 127. Hancur Sudah
128 Bab 128. Pulang Kampung
129 Bab 129. Akhir Hidup Mega
130 Bab 130. Permintaan Terakhir?
131 Bab 131. Titik Terang
132 Bab 132. Kritis
133 Bab 133. Pintu Maaf
134 Bab 134. Blangsak
135 Bab 135. Pemilik Perusahaan
136 Bab 136. Kecelakaan
137 Bab 137. Tidak Sudi
138 Bab 138. Memaafkan
139 Bab 139. Akhir Kisah Yang Sempurna
Episodes

Updated 139 Episodes

1
Bab 1. Kacau
2
Bab 2. Tak Mau Diremehkan
3
Bab 3. Hanya Aku dan Anak-Anak
4
Bab 4. Sekilas Tentang Masa Lalu
5
Bab 5. Seakan Menghindar
6
Bab 6. Masakan Apa Ini?
7
Bab 7. Semakin Keterlaluan
8
Bab 8. Rekan Bisnis
9
Bab 9. Berubah
10
Bab 10. Wanita Kemarin
11
Bab 11. Lupa Akan Janji
12
Bab 12. Kamuflase
13
Bab 13. Tak Sengaja Bertemu
14
Bab 14. Kesempatan dalam Kesempitan
15
Bab 15. Kembali Romantis
16
Bab 16. Semakin Dalam
17
Bab 17. Uang Perusahaan
18
Bab 18. Pulang Larut
19
Bab 19. Gelisah
20
Bab 20. Mogok
21
Bab 21. Semakin Gila
22
Bab 22. PT Langit Biru Sejahtera
23
Bab 23. Deal
24
Bab 24. Licik
25
Bab 25. Mega dan Kehidupannya
26
Bab 26. Ingin Segera Kembali
27
Bab 27. Dering Ponsel
28
Bab 28. Membujuk Agar Tidak Merajuk
29
Bab 29. Kotak Merah
30
Bab 30. Terkejut
31
Bab 31. Tak Sengaja Bertemu
32
Bab 32. Tersinggung
33
Bab 33. Aroma Parfum
34
Bab 34. Semakin Curiga
35
Bab 35. Sebuah Informasi
36
Bab 36. Mulai Meragu
37
Bab 37. Kebahagiaan Sederhana
38
Bab 38. Membongkar
39
Bab 39. Sebuah Langkah Awal
40
Bab 40. Permintaan
41
Bab 41. Berpura-Pura
42
Bab 42. Bertemu Pengacara
43
Bab 43. Mengumpulkan Bukti-Bukti
44
Bab 44. Adegan yang Mencengangkan
45
Bab 45. Teror
46
Bab 46. Teror Selanjutnya
47
Bab 47. Mengadu
48
Bab 48. Bertandang ke Kantor Awan
49
Bab 49. Kepergok
50
Bab 50. Shock Terapi
51
Bab 51. Terhenyak
52
Bab 52. Pingsan
53
Bab 53. Headline di Portal Berita
54
Bab 54. Rencana Terakhir
55
Bab 55. Sebuah Ancaman
56
Bab 56. Dibuat Pusing
57
Bab 57. Semakin Ngelunjak
58
Bab 58. Selembar Undangan
59
Bab 59. Ready???
60
Bab 60. Show Time
61
Bab 61. Di Bawah Air Langit
62
Bab 62. Sekilas Tentang Masa Lalu (flashback)
63
Bab 63. Melawan Restu (flashback)
64
Bab 64. Titah (Flashback)
65
Bab 65. Sumpah
66
Bab 66. Bangkit
67
Bab 67. Teringat Akan Satu Hal
68
Bab 68. Sebuah Keputusan
69
Bab 69. Di Luar Dugaan
70
Bab 70. Bertandang
71
Bab 71. Silakan Keluar Dari Rumah Ini!
72
Bab 72. Ketok Palu
73
Bab 73. Hamil Duluan
74
Bab 74. Remuk Bosss...
75
Bab 75. Sisa Kenangan
76
Bab 76. Pulang
77
Bab 77. Kembali Berkumpul Bahagia
78
Bab 78. Sabotase
79
Bab 79. Jeritan Hati Ibu Mertua
80
Bab 80. Hasutan Istri Baru
81
Bab 81. Dibuang
82
Bab 82. Malati
83
Bab 83. Demonstrasi
84
Bab 84. Di Ambang Kehancuran
85
Bab 85. Lembar Baru
86
Bab 86. Mensyukuri
87
Bab 87. Pusing Tujuh Keliling
88
Bab 88. Digadaikan?
89
Bab 89. Pertemuan Kembali
90
Bab 90. Antarkan Papa!
91
Bab 91. Ketika Semesta Mempertemukan
92
Bab 92. Jodoh Yang Tertunda
93
Bab 93. Teman Lama
94
Bab 94. Janda Baru
95
Bab 95. Kesal
96
Bab 96. Risau
97
Bab 97. Ketika Pelakor Bertemu dengan Calon Pelakor
98
Bab 98. Menawarkan Diri
99
Bab 99. Kopi yang Membuat Lupa Istri
100
Bab 100. Niat Baik Para Tetangga
101
Bab 101. Pisang Pembuka Pintu Derita
102
Bab 103. Sedikit Kusam
103
Bab 103. Opening Resto
104
Bab 104. Menjelang Akad
105
Bab 105. Mengharu Biru
106
Bab 106. Pernikahan Ke - Dua
107
Bab 107. Upaya yang Gagal
108
Bab 108. Resepsi
109
Bab 109. Bahagia
110
Bab 110. Shock
111
Bab 111. Iri dan Dengki
112
Bab 112. Komplain
113
Bab 113. Muak
114
Bab 114. Frustrasi
115
Bab 115. Temani Aku!
116
Bab 116. Jijik
117
Bab 117. Menceraikan
118
Bab 118. Siapakah yang Datang?
119
Bab 119. Negosiasi
120
Bab 120. Angkat Kaki
121
Bab 121. Masuk ke Dalam Perangkap
122
Bab 122. Serabi Lempit
123
Bab 123. Razia Satpol PP
124
Bab 124. Selamat Tinggal
125
Bab 125. Sosok di Belakang Mentari
126
Bab 126. Viral
127
Bab 127. Hancur Sudah
128
Bab 128. Pulang Kampung
129
Bab 129. Akhir Hidup Mega
130
Bab 130. Permintaan Terakhir?
131
Bab 131. Titik Terang
132
Bab 132. Kritis
133
Bab 133. Pintu Maaf
134
Bab 134. Blangsak
135
Bab 135. Pemilik Perusahaan
136
Bab 136. Kecelakaan
137
Bab 137. Tidak Sudi
138
Bab 138. Memaafkan
139
Bab 139. Akhir Kisah Yang Sempurna

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!