Awan duduk di kursi kebesarannya sembari berbalas e-mail dari para rekan bisnisnya. Sesekali ia juga berbalas WA dengan Cahya mengingat istrinya itu sempat melakukan panggilan telepon beberapa kali namun tidak ia angkat. Ia harus meyakinkan sang istri jika dirinya dalam keadaan baik-baik saja sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
Terdengar suara pintu ruangan yang diketuk. Untuk sejenak, Awan hentikan aktivitasnya dan mempersilakan seseorang yang berada di luar sana untuk masuk.
"Selamat pagi pak Awan. Bapak memanggil saya?"
Awan menegakkan sedikit punggungnya seraya memperbaiki posisi duduknya. "Iya Din, benar. Duduklah!"
Dina yang merupakan bagian finance perusahaan milik Awan ini mendaratkan bokongnya di kursi yang sudah tersedia. Ia sedikit heran karena di pagi hari ini sang pimpinan perusahaan sudah memanggilnya.
"Ada yang bisa saya bantu Pak?"
"Bagaimana perkembangan perusahaan di bulan ini? Apakah cukup baik?"
Dina menganggukkan kepala karena pada kenyataannya di bulan ini omset perusahaan mengalami kenaikan yang signifikan.
"Saya rasa untuk bulan ini jauh-jauh lebih baik dari tiga bulan terakhir Pak. Di bulan ini profit kita tembus empat puluh lima persen dari sebelumnya yang hanya kisaran tiga puluh hingga tiga puluh lima persen."
"Benarkah itu?"
"Benar Pak." Dina memperlihatkan tablet yang ia bawa, di mana di dalam tablet itu terlihat bebrapa data tentang semua arus uang perusahaan milik Awan ini. "Ini adalah laporan harian yang saya kerjakan Pak. Untuk hasil finalnya, akan saya rekap di laptop dan nanti saya serahkan ke Bapak."
Awan melihat dengan seksama data-data yang dibuat oleh Dina. Lelaki itu menyunggingkan senyum melihat perusahaannya berkembang pesat.
"Bagus. Tingkatkan terus pelayanan kita dan jangan lupa untuk menberikan diskon untuk para pelanggan setia yang menggunakan ekspedisi kita."
"Itu sudah kami lakukan Pak dan alhamdulillah mendapatkan respon yang baik dari para customer."
"Lantas, apa ada banyak komplain yang masuk?"
"Tidak Pak. Komplain yang masuk mungkin masih sebatas wajar perihal keterlambatan, mengingat cuaca akhir-akhir ini sangat sulit ditebak. Namun semua bisa kami handle Pak."
"Bagus Din. Berikan pemahaman kepada para karyawan bahwa kepuasan pelanggan adalah nomor satu. Jangan sampai mereka kecewa akan pelayanan kita."
"Siap Pak."
"Oh iya, aku ingin menggunakan uang perusahaan sekitar delapan ratus juta, Din. Tolong nanti dipersiapkan."
Tubuh Dina sedikit terperanjat. "Delapan ratus juta? Untuk apa Pak?"
Awan hanya bisa tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Dina. Ia harus pandai-pandai menutupi maksud dan tujuannya menggunakan uang itu.
"Aku ingin membelikan istriku rumah baru. Jadi, aku membutuhkan uang itu."
"Tapi, apakah tidak salah langkah jika Bapak menggunakan uang perusahaan? Ini merupakan salah satu kekayaan perusahaan yang seharusnya tidak Bapak gunakan untuk keperluan pribadi. Karena uang ini bisa menjadi dana cadangan jika sampai perusahaan mengalami pailit."
Dengan logika berpikirnya, Dina kembali memberikan sebuah peringatan. Sejatinya ini bukanlah ranah Dina untuk ikut campur, namun ia hanya khawatir jika sampai pimpinannya ini salah langkah.
Awan tergelak pelan. Ucapan Dina ini sungguh terdengar menggelitik telinganya. "Dina, Dina ... Kamu ini di sini hanya sebagai karyawan, jadi jangan coba-coba menasihatiku. Aku sudah memperhitungkan semuanya, jadi silakan persiapkan uang itu."
"Tapi Pak?"
"Sudah, sudah. Kamu ikuti saja perintahku Din. Tapi jika kamu tidak mau mengikuti perintahku, silakan resign dari kantor ini."
Nyali Dina seketika menciut. Ia berpikir di zaman sekarang ini sangatlah sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang cukup bonafide seperti ini. Oleh karena itu, ia hanya bisa mengangguk patuh atas perintah sang pimpinan.
"Baiklah Pak, nanti saya akan persiapkan."
"Bagus. Kamu hanya tinggal mengikuti perintahku, aku jamin kamu bisa bekerja di perusahaan ini selamanya!" Awan menyerahkan kembali tablet milik Dina. "Ya sudah, sekarang kamu silakan kembali ke ruang kerjamu. Aku juga ingin keluar untuk bertemu dengan salah satu relasiku."
"Baik Pak. Kalau begitu saya permisi."
Dina melenggang pergi meninggalkan ruangan Awan. Sedangkan Awan kembali membuka ponselnya. Kini, ia membuka menu galeri dimana tersimpan foto-foto syur yang sempat Mega kirimkan untuknya.
"Tubuhmu sungguh sempurna Han. Aku tidak sabar untuk bisa menikmati seutuhnya."
***
Awan berjalan menyusuri lorong-lorong kantor untuk menuju ruangan Ardi yang merupakan salah seorang kenalannya. Ardi merupakan salah satu pengusaha properti di kota ini yang cukup terkenal. Banyak orang-orang menggunakan jasa dari kantor Ardi untuk memenuhi segala kebutuhan mereka dalam hal mencari rumah, tanah, ruko ataupun yang lainnya.
"Pak Awan, selamat siang. Sungguh suatu kehormatan kantor saya didatangi oleh pemilik perusahaan ekspedisi sukses seperti Pak Awan ini."
"Ah Pak Ardi ini bisa saja. Jangan terlalu berlebihan seperti itu Pak."
Tiba di depan ruangan Ardi, Awan sudah disambut ramah oleh pemilik perusahaan ini. Ardi kemudian menuntun Awan untuk memasuki ruangannya.
"Mari-mari silakan masuk Pak!"
Ardi membuka pintu ruangannya. Dengan ramah, lelaki itu mempersilakan Awan untuk duduk di sofa. Awan pun hanya bisa menurut saja.
"Ada keperluan apa ini Pak? Kok tumben Pak Awan bertandang ke kantor saya."
Ardi membuka satu bungkus rokok yang masih tertutup rapat. Tak lupa, ia juga menawarkan rokok itu untuk Awan dan Awan pun juga turut mengambil sebatang dari dalam sana. Keduanya mulai menikmati batang ber nikotin untuk menemani obrolan mereka.
Awan berdehem untuk menetralisir suasana hatinya. Sungguh, kali ini ia merasa dag dig dug sekali karena ini adalah pertama kalinya ia akan membelikan sesuatu yang fantastis untuk wanita simpanannya. Yang membuat lelaki itu semakin nervous adalah jika sampai orang-orang tahu jika ia membelikan rumah untuk simpanannya.
"Jadi begini Pak, saya ingin meminta Pak Ardi untuk mencarikan sebuah rumah dengan budget delapan ratus juta. Tidak perlu besar, namun saya ingin rumah itu berkonsep modern," ucap Awan langsung pada pokok pembicaraan.
"Oh, jadi Pak Awan ingin mencari rumah dengan budget delapan ratus juta?" tanya Ardi menegaskan. "Sebenarnya, itu merupakan pekerjaan saya Pak, mencarikan rumah untuk para pembeli. Namun sayang untuk saat ini saya sudah tidak bisa melakukannya lagi."
Dahi Awan mengernyit dengan bola mata menyipit. "Maksud Pak Ardi bagaimana? Apa Pak Ardi sudah tidak mau lagi membantu saya?"
Ardi hanya tergelak lirih seraya menggelengkan kepala. "Bukan, bukan seperti itu Pak. Namun saat ini saya sedang mengalami kebangkrutan setelah uang perusahaan dibawa lari oleh salah satu pegawai saya. Dua bulan saya terpuruk dalam situasi seperti ini. Namun pada akhirnya perusahaan ini sudah berhasil diakuisisi oleh orang lain dan saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan saya ini Pak."
"Ya Tuhan ... Ternyata seperti itu ceritanya? Lantas saat ini apa yang menjadi kesibukan Pak Ardi?"
"Saya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman saya Pak. Saya ini sudah tua, jadi sudah waktunya untuk beristirahat juga."
"Jadi intinya pak Ardi sudah tidak bisa lagi membantu saya?"
"Mohon maaf sekali Pak Awan, saya benar-benar tidak bisa membantu. Namun pak Awan tenang saja, akan saya kenalkan pak Awan dengan pak Langit. Pak Langit adalah pemilik baru perusahaan ini."
"Lantas untuk track record pak Langit sendiri bagaimana Pak? Apa sama seperti pak Ardi?"
"Pak Awan tenang saja. Pak Langit adalah seorang pembisnis muda di bidang properti yang sangat luar biasa. Saya yakin pekerjaan pak Langit akan sama memuaskannya dengan pekerjaan saya."
Sejenak, Awan menimbang-nimbang ucapan Ardi. Ia sudah terlanjur jatuh hati dengan cara kerja pak Ardi ini. Oleh karena itu, ia percaya jika kinerja pemilik perusahaan yang baru ini akan persis seperti pak Ardi.
"Baiklah kalau begitu Pak. Saya minta tolong atur pertemuan saya dengan Pak Langit sesegera mungkin. Kalau bisa besok atau lusa!"
"Baik Pak Awan, nanti akan saya buatkan pertemuan antara Anda dengan pak Langit."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղαKᵝ⃟ᴸ𒈒⃟ʟʙᴄ
kutunggu kehancuran mu wan
2023-02-18
0
Fatma Kodja
saat kamu berselingkuh saat itulah gerbang kehancuranmu akan terbuka, sudah memiliki istri baik, penyabar rela mengurus ibumu yang lagi lumpuh bahkan tidak jijik membersihkan kotoran tapi Awan dengan teganya berkhianat hanya karena nafsu bejat sesaat rela berselingkuh padahal sudah punya anak" dan istri
2023-01-30
2
imelda
Hmmmm... aku udah gak bisa berkomentar apa2 lagi. Awan sungguh sudah berada di luar batas 😏
2023-01-30
0