Hembusan angin pagi menerpa wajah Cahya yang tengah mengemudikan mobil matic miliknya. Ia sengaja membuka lebar-lebar kaca jendela, agar hembusan angin itu dapat membuat air mata yang membasahi pipi mengering. Namun semua seakan sia-sia, karena kristal-kristal bening itu tetap meluncur bebas dari bingkainya.
"Bunda bertengkar dengan Ayah ya? Alina dengar tadi ayah teriak-teriak," tanya Alina dengan polosnya. Sepertinya gadis kecil itu masih teramat penasaran dengan apa yang terjadi di antara ayah dan juga bundanya.
Cahya hanya bisa tersenyum sumbang mendengarkan pertanyaan putri sulungnya ini. Dalam hati, ia merasa sangat bersalah sekali karena membuat sang anak sampai memikirkan apa yang terjadi pada orang tuanya. Pertengkarannya dengan Awan beberapa saat yang lalu merupakan pertengkaran pertama yang sampai terdengar di telinga kedua putrinya.
"Tidak Sayang, Bunda dan ayah tidak bertengkar. Hanya ada sedikit kesalahpahaman antara Bunda dan ayah. Bunda minta maaf ya Sayang kalau suara ayah yang terdengar keras tadi membuat Kakak dan adek ketakutan."
Alina mencoba memahami setiap penjelasan yang diucapkan oleh sang Bunda. Gadis kecil itu kemudian menatap ke arah luar kaca.
"Jadi orang dewasa itu tidak enak ya Bun karena sering terjadi salah paham? Alina ingin terus jadi anak-anak saja biar tidak terjadi salah paham terus."
Cahya tersenyum tipis. Rupanya situasi yang dialami oleh kedua putrinya ini mengharuskannya untuk memberikan sebuah pemahaman dan pengertian yang mungkin masih terlalu dini.
"Sayang, kesalahpahaman antara dua orang itu merupakan hal yang wajar terjadi. Yang paling penting bagaimana cara kita menyelesaikannya. Alhamdulillah kesalahpahaman antara Bunda dan ayah sudah selesai dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi."
"Tapi mengapa ayah sampai teriak-teriak Bun? Bukankah Bunda masih bisa mendengar ucapan ayah?" tanya Malika dengan rasa keingintahuannya.
"Mungkin ayah hanya sedang lelah saja Sayang, sehingga ayah seperti kehilangan kendali."
"Kalau ayah lelah, kenapa tidak di rumah saja Bunda? Kalau di rumah kan ayah tidak lelah. Jadi ayah tidak teriak-teriak lagi seperti monster," cicit si bungsu itu pula.
Cahya tergelak pelan. Ia baru sadar jika kedua putrinya ini begitu kritis dalam menanggapi apa yang menjadi bahan obrolannya. Bahkan cara bicara kedua putrinya ini tidak seperti anak-anak seusia mereka. Terkadang Cahya dibuat kebingungan untuk menanggapinya.
"Kalau ayah tidak bekerja lantas bagaimana cara ayah menghidupi kita semua Sayang? Menyekolahkan kalian, membeli obat-obatan untuk nenek dan memberikan nafkah untuk kita semua?"
Malika hanya manggut-manggut. Seakan menjadi hal yang rumit bagi gadis sekecil itu memahami ucapan perihal rumah tangga.
"Iya juga ya Bun? Kalau ayah tidak bekerja Malika dan kakak tidak bisa jajan es krim, jajan bobba, jajan pizza dan jajan fried chicken lagi ya Bun?" tanya Malika sembari menghembuskan napas sedikit kasar. "Ya sudahlah, ayah biar kerja di luar saja!"
Cahya kembali tergelak mendengar celotehan-celotehan kedua putrinya yang terdengar polos ini. Pada akhirnya semua kembali kepada muaranya. Di mana yang diingat oleh kedua putrinya ini perihal jajan.
"Ya sudah, atas nama ayah, Bunda minta maaf ke kakak dan adek ya. Maaf karena tadi ayah sudah berteriak-teriak yang membuat kalian ketakutan. Bunda janji, ini untuk pertama dan terakhir kalinya ayah berteriak di depan kalian."
"Iya Bunda!"
***
Awan setengah berlari menyusuri halaman parkir restoran Lembah Merapi. Sesekali ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Lelaki itu teramat khawatir jika sampai rekan bisnisnya ini terlalu lama menunggu.
Sungguh, hari ini merupakan hari sial bagi Awan. Di perjalanan menuju resto tadi, tiba-tiba saja ia mengalami sedikit insiden dengan menabrak salah seorang tukang becak yang membuat orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian perkara mengerubunginya. Mau tak mau Awan harus bertanggung jawab dengan mengantarkan tukang becak itu ke klinik. Alhasil janji bertemu dengan relasi harus molor dari janji sebelumnya.
Diantar oleh salah seorang waitress restoran, Awan tiba di privat room yang sudah dipesan oleh rekan bisnisnya. Dengan perlahan, Awan memutar knop pintu yang ada di hadapannya.
"Maaf pak Anton, saya ter.... lambat."
Ucapan Awan terjeda sejenak kala kedua bola matanya menangkap sosok dua orang yang tengah bercumbu mesra di kursi makan yang telah tersedia. Dua orang itu duduk di satu kursi, di mana si lelaki memangku si wanita yang mengenakan rok span lima belas centimeter di atas lutut dan juga blouse ketat berwarna putih. Awan semakin terperangah kala melihat kancing blouse si wanita sudah mulai terbuka hingga menampakkan belahan dadanya.
Anton dan wanita itu seketika menghentikan aktivitas mereka setelah Awan masuk ke dalam ruangan. Tanpa merasa kikuk atau malu, mereka tetap berada di posisi yang sama.
"Oh, Anda sudah datang pak Awan? Mari silakan duduk!"
Lelaki bernama Anton itu mempersilakan Awan untuk duduk di tempat yang telah tersedia dan Awan pun hanya menurut saja.
"Maaf atas keterlambatan saya ya Pak. Tadi di jalan, saya mengalami sedikit insiden tak terduga," ucap Awan membuka pembicaraan.
"Hahahahahaha ... Tidak apa-apa pak Awan. Justru karena Bapak terlambat, saya bisa bermesraan dengan wanita saya ini," ucap Anton dengan gelak tawa yang menggema.
Awan menatap lekat sosok wanita yang saat ini ada di pangkuan Anton. Tanpa sadar tatapan Awan itu diketahui oleh Anton.
"Jangan kaget Pak. Wanita ini memang bukan istri saya. Dia adalah wanita simpanan saya yang membuat hari-hari saya jauh lebih bergairah dan berwarna," ujar Anton seakan tahu jika saat ini Awan bertanya-tanya akan sosok wanita yang ia bawa.
"Oh pantas .... saya merasa asing dengan wanita ini Pak, karena setahu saya istri Bapak bukan yang ini."
"Hahahaha ... Sebagai lelaki, kita membutuhkan wanita di luar istri kita untuk membuat kita lebih semangat bekerja, Pak."
Dahi Awan sedikit berkerut. Rupa-rupanya pembahasan perihal wanita lain jauh lebih terdengar mengasyikkan daripada pembahasan perihal kerjasama.
"Maksud Bapak bagaimana? Bukankah istri di rumah sudah cukup membuat kita bersemangat bekerja, Pak? Saya sungguh tidak paham."
"Hahahaha pak Awan, pak Awan. Anda ini terlalu lurus jadi laki-laki. Cobalah berbelok sedikit dengan memiliki wanita lain yang membuat adrenalin Bapak jauh lebih terpacu," kelakar Anton memberikan usulan.
Awan hanya tergelak. Ia semakin tidak paham ke mana arah pembicaraan relasi bisnisnya ini. "Saya sungguh tidak paham, Pak. Perihal meningkatkan omset bulanan saya rasa jauh lebih mudah daripada memahami maksud dari ucapan Pak Anton ini."
Anton tersenyum simpul. Ia kembali membelai wajah mulus wanitanya ini. Bahkan ia tidak malu-malu melakukan hal itu di hadapan Awan.
"Saya merasa jenuh dengan istri di rumah, Pak. Dia itu tidak bisa bersolek yang membuatnya tidak menarik lagi di mata saya dan yang paling parah, goyangan dia di ranjang sudah tidak sepanas seperti saat awal kami menikah. Saat ini dia hanya seperti gedebog pisang jika bercinta. Sungguh membuat saya tidak bergairah."
Awan semakin terperangah. Apa yang dialami oleh Anton ternyata sama dengan apa yang ia alami. Saat ini, Cahya benar-benar terlihat tidak menarik di matanya. Namun untuk perkara ranjang, Cahya masih bisa mengimbangi.
"Apa karena hal itu yang membuat Pak Anton memiliki wanita simpanan?"
Anton mengedikkan bahu dan mulai menyulut batang bernikotin yang ia bawa. Lelaki itupun menghembuskan napas di hadapan Awan yang seketika membuat kepulan-kepulan asap putih memenuhi ruangan.
"Kita ini lelaki, Pak. Kita berhak mencari selingan di luar sana. Apalagi jika istri kita sudah tidak menarik lagi, kita harus mencari selingan untuk bisa kembali menumbuhkan hasrat dan gelora jiwa yang kita miliki!"
"Pak Anton apakah tidak takut jika sampai ketahuan?" tanya Awan semakin penasaran.
"Hahahaha ... Kalaupun ketahuan, istri saya bisa apa Pak? Dia pasti juga tidak akan berani untuk menuntut apapun karena sejauh ini ia bisa hidup karena uang pemberian dari saya. Jadi, saya santai saja."
Dengan seksama, Awan mendengarkan dan mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Anton. Ia resapi betul pandangan-pandangan Anton tentang wanita selingan.
Apakah aku juga harus mencari wanita selingan seperti pak Anton ini untuk menumbuhkan kembali hasrat dan gelora jiwaku?
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
revinurinsani
wah si Anton sesat juga yah
2023-11-11
0
Modish Line
ajaran sesat ini mah ....JANGAN diikutin
2023-08-30
0
☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղαKᵝ⃟ᴸ𒈒⃟ʟʙᴄ
saran sesat yg menjerumuskan
2023-02-18
0