Bab 19. Gelisah

Kelopak mata Cahya terbuka kala sayup-sayup terdengar deru suara mesin mobil yang berhenti di depan garasi. Ia mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru dan sedikit terkejut karena saat ini ia berada di ruang tamu. Dahi wanita itu mengernyit, mencoba untuk mengingat apa yang sebelumnya terjadi.

"Ternyata aku sampai ketiduran di sini untuk menunggu Mas Awan pulang," lirih Cahya.

Ia ingat betul bagaimana ia dilanda oleh rasa gelisah saat sang suami belum juga sampai di rumah di jam sebelas malam. Sejak jam sebelas malam itulah Cahya mondar-mandir di depan jendela sembari menatap lekat suasana luar rumah di mana malam hanya berselimut gelap dan pekat.

Cahya semakin gelisah karena lagi-lagi ponsel Awan tidak bisa dihubungi. Sudah puluhan kali ia melakukan panggilan hanya sekedar ingin memastikan bahwa tidak ada satupun kemalangan yang menimpa Awan. Namun tetap saja ia dikungkung oleh rasa gelisah sampai pada akhirnya ia kelelahan dan tertidur di sofa ruang tamu.

Cahya segera bangkit dan bergegas membukakan pintu kala suara ketukan itu sudah terdengar bertalu-talu meminta untuk segera dibukakan.

"Mas Awan, kamu baik-baik saja kan Mas?"

Tanpa basa-basi, Cahya memeluk erat raga lelaki yang berdiri di hadapannya ini. Kegelisahan yang sempat ia rasakan, akhirnya menguap seketika, berubah menjadi kelegaan yang luar biasa saat melihat Awan pulang dalam keadaan baik-baik saja.

Awan melepaskan dirinya dari pelukan Cahya. Ia hanya tersenyum tipis di hadapan sang istri. "Iya Ay, aku baik-baik saja, seperti yang kamu lihat."

"Dari mana saja kamu Mas? Mengapa ponsel kamu juga tidak bisa dihubungi? Aku sungguh mencemaskanmu Mas."

"Maafkan aku Ay, aku pulang larut karena memenuhi undangan salah satu rekan bisnis. Ia mengadakan pesta dan baru selesai jam dua belas malam tadi."

"Pesta? Memang mulai jam berapa pesta itu diadakan Mas? Apa kamu tidak bisa pulang terlebih dahulu? Biasanya kamu pulang sore kan?"

Ada sedikit keraguan dalam hati Cahya kala mendengar penjelasan dari Awan. Karena sungguh sangat tidak masuk akal jika pesta itu diadakan dari sore hari hingga larut malam seperti ini. Sampai-sampai Awan tidak pulang terlebih dahulu hanya sekedar untuk berganti pakaian.

Awan sedikit tergagap saat rentetan pertanyaan keluar dari bibir Cahya. Hatinya berdegup kencang, khawatir jika ia sampai salah berucap. Sebisa mungkin ia menetralisir kegugupannya.

"Pulang dari kantor tadi, aku ke mall Ay."

"Ke mall? Tumben-tumbenan Mas kamu ke mall? Padahal sebelumnya kamu begitu anti kan untuk memasuki mall?"

Sungguh tidak biasa sikap Awan kali ini di mata Cahya. Karena sebelumnya sang suami sangat malas jika diajak ke mall. Pernah satu ketika Awan lebih memilih menunggu di tempat parkir daripada menemani Cahya berkeliling mall. Hal itulah yang membuat sepasang suami-istri itu jarang sekali menghabiskan waktu di mall.

Awan tersenyum kikuk. Hampir saja ia lupa jika sebelumnya ia sangat enggan untuk masuk ke mall. Lelaki itupun mencoba untuk tetap tenang dan santai.

"Aku sengaja ke mall untuk membelikanmu dan juga anak-anak ini, Ay!" ucap Awan seraya menunjukkan dua paperbag yang ia bawa. Awan tersenyum lebar, berharap agar Cahya juga merasa senang mendapatkan pemberiannya ini.

Cahya menautkan pandangannya ke arah paperbag itu. Lagi-lagi dahinya mengernyit. "Apa ini Mas?"

"Ini adalah gamis model terbaru dari brand milik salah satu kawan lamaku. Aku tadi diminta ke sana untuk membeli produknya. Sedangkan paperbag yang satu lagi baju anak-anak."

Cahya menerima paperbag yang diberikan oleh Awan. Sekilas, ia melihat gamis yang ada di dalam sana dan melihat dengan seksama brand yang tertera di sana.

Gamis model terbaru? Ini kan gamis model lama. Sudah tiga tahun yang lalu model gamis seperti ini booming. Dan Mas Awan mengatakan jika ini model terbaru? Apakah Mas Awan sedang menipuku?

Cahya justru larut dalam pikirannya sendiri perihal gamis yang dibelikan oleh sang suami. Memang brand ini begitu terkenal dan tipe produknya pun highclass. Namun model seperti ini sudah ada sejak tiga tahun yang lalu. Cahya ingat betul, dulu ia ingin sekali memiliki gamis seperti ini namun keinginan itu hanya menjadi angan semata karena saat itu, ia tidak cukup memiliki uang untuk membelinya.

"Ay, kok malah bengong. Gimana? Kamu suka kan?" ucap Awan sembari menepuk pundak Cahya. Seketika, Cahya tersadar dari lamunannya.

Cahya tersenyum simpul. Meskipun perkara gamis ini membuatnya bertanya-tanya namun ia mencoba untuk menampakkan raut wajah yang bahagia. Ia sungguh tidak ingin melukai hati sang suami yang sudah membelikannya pakaian ini.

"Iya Mas, aku suka kok. Terima kasih banyak ya Mas."

"Sama-sama Ay. Oh iya, aku langsung tidur ya Ay. Aku sudah benar-benar mengantuk. Mataku rasanya seperti tinggal lima watt."

"Kamu tidak mandi dulu Mas? Kamu seharian tidak mandi kan? Masa iya langsung tidur? Mandi ya, biar aku siapkan air panas."

Pertanyaan Cahya justru hanya membuat Awan tertawa dalam hati. Ia tertawa karena tanpa Cahya tahu, ia sudah mandi berkali-kali di kosan milik Mega. Bahkan yang lebih membuatnya senang, ia mandi ditemani oleh sang kekasih gelap.

"Tidak usah Ay. Aku langsung tidur saja. Aku sungguh tidak kuat lagi untuk melek!"

Cahya hanya bisa menghela napas panjang dan ia hembuskan perlahan. "Baiklah Mas. Tapi besok ketika akan shalat subuh kamu mandi ya."

"Oke Ay!"

Awan berjalan di belakang tubuh Cahya. Lelaki itu tiada henti menyunggingkan senyum. Ia tersenyum puas karena Cahya sama sekali tidak mencurigainya.

Hahaha .. . Dasar istri tidak tahu fashion. Model gamis itu kan model lama. Tadi aku beli juga karena cuci gudang dengan harga yang berkali-kali lipat jauh lebih murah. Yah .... Beginilah enaknya punya istri yang hanya tahu soal dapur. Tidak banyak menuntut meskipun pemberianku ini hanya sekedar baju hasil berburu diskon.

***

"Hari ini Ayah yang mengantar kami ke sekolah ya!"

"Aduh Sayang, Ayah minta maaf karena tidak bisa mengantarkan kalian. Ayah ada janji bertemu dengan relasi, Sayang."

"Iihhhhh ... Tiap hari kok bertemu dengan relasi terus sih Yah? Ayah sudah jarang sekali loh mengantarkan kami ke sekolah."

"Ayah ingin sekali mengantar kalian ke sekolah Sayang, tapi mau bagaimana lagi? Ayah ada pertemuan penting pagi hari ini dan tidak boleh terlambat."

Cahya yang sedang berada di dapur seketika menghentikan aktivitasnya saat mendengar perdebatan kecil yang berasal dari ruang keluarga. Ia ayunkan tungkai kakinya untuk mendekati sumber perdebatan itu dan terlihat kedua putrinya sudah memasang wajah yang masam.

"Ada apa sih Mas? Aku dengar kok ribut-ribut?"

"Ini loh Bun, Ayah tidak bisa mengantar kami ke sekolah. Padahal Ayah kan sudah jarang sekali mengantar kami," adu Alina dengan bibir mengerucut.

"Iya Bunda, kata Ayah ada janji bertemu dengan relasi bisnisnya," timpal Malika.

"Benar seperti itu Mas?" tanya Cahya.

"Betul Ay. Aku ada janji bertemu dengan relasi dan ini sangat penting sekali. Sehingga aku tidak bisa mengantar anak-anak."

"Sepenting apa sih Mas urusanmu itu dibandingkan dengan kebahagiaan anak-anak? Apa relasimu itu tidak bisa memberikan toleransi jika sampai kamu terlambat menemuinya?"

"Ini perkara profesionalisme dalam bekerja Ay. Nama baikku dan nama perusahaan yang akan dipertaruhkan jika aku sampai tidak ontime. Paham kan Ay?"

Cahya menggeleng-gelengkan kepala. "Aku sungguh sangat tidak paham Mas. Anak-anak sudah rela bangun lebih pagi dari biasanya agar bisa diantarkan olehmu. Apa kamu tega mematahkan dan mengecewakan mereka hanya karena kamu tidak mau terlambat? Di mana letak hatimu Mas?"

Awan mengusap wajahnya kasar. Sejak semalam bayang-bayang Mega selalu hadir di dalam mimpi yang membuatnya rindu setengah mati. Maka dari itu pagi ini ia ingin segera bertemu dengan Mega untuk mengobati rasa rindunya. Padahal setiap hari mereka selalu bertemu namun rasa rindu itu seperti memenjarakan raganya.

"Sudah ya Ay, aku tidak ingin ribut. Yang jelas aku harus berangkat sekarang. Aku tidak mau terlambat!"

Tanpa banyak berkata-kata lagi, Awan mulai melenggang pergi meninggalkan istri dan anak-anaknya. Ia bergegas menuju garasi untuk mengeluarkan mobilnya. Tak selang lama, mobil itu bergerak meninggalkan halaman.

"Ayah sudah tidak sayang Malika dan kak Alina lagi ya Bun? Kok tiap hari selalu pergi pagi dan tidak bisa mengantar kami ke sekolah?" cicit Malika dengan mata yang berkaca-kaca.

Hati Cahya mencelos mendengarkan pertanyaan polos dari bibir kecil putrinya ini. Ia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk bisa sejajar dengan tinggi sang anak. Ia peluk erat tubuh kedua putrinya ini.

"Tidak Nak, ayah sayang kok sama kalian. Mungkin ayah memang benar-benar sedang sibuk jadi ayah tidak bisa mengantar kalian ke sekolah. Kakak dan adek harus bisa memaklumi ya."

Tidak ada jawaban dari Alina maupun Malika. Sepertinya dua gadis kecil itu tengah larut dalam kekecewaannya masing-masing.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Tati Suwarsih

Tati Suwarsih

istrimu g bodoh wan...dia itu baju sdh ketinggalan jaman

2023-06-23

0

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղα🇵🇸🍉Kᵝ⃟ᴸ

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղα🇵🇸🍉Kᵝ⃟ᴸ

astaga awan sungguh terlalu belikan istri barang diskonan dan yg lebih parah nya dia lebih bela²in pagi² nemuin tuh perempuan dr of nganter anak² nya😡😡😡😡😡😡

2023-02-18

1

Ahmad Affa

Ahmad Affa

ye.... gak tau aja dia kalo emak berdaster sudah lapas kendali bakalan hancur dunia....seperti lagu saja ya thor (bila wanita sudah beraksi dunia hancur....) 😜

t sawang sek wan dirimu seberapa kuat bersembunyi dari isttimu tentang kelakuanmu 😌

2023-02-07

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Kacau
2 Bab 2. Tak Mau Diremehkan
3 Bab 3. Hanya Aku dan Anak-Anak
4 Bab 4. Sekilas Tentang Masa Lalu
5 Bab 5. Seakan Menghindar
6 Bab 6. Masakan Apa Ini?
7 Bab 7. Semakin Keterlaluan
8 Bab 8. Rekan Bisnis
9 Bab 9. Berubah
10 Bab 10. Wanita Kemarin
11 Bab 11. Lupa Akan Janji
12 Bab 12. Kamuflase
13 Bab 13. Tak Sengaja Bertemu
14 Bab 14. Kesempatan dalam Kesempitan
15 Bab 15. Kembali Romantis
16 Bab 16. Semakin Dalam
17 Bab 17. Uang Perusahaan
18 Bab 18. Pulang Larut
19 Bab 19. Gelisah
20 Bab 20. Mogok
21 Bab 21. Semakin Gila
22 Bab 22. PT Langit Biru Sejahtera
23 Bab 23. Deal
24 Bab 24. Licik
25 Bab 25. Mega dan Kehidupannya
26 Bab 26. Ingin Segera Kembali
27 Bab 27. Dering Ponsel
28 Bab 28. Membujuk Agar Tidak Merajuk
29 Bab 29. Kotak Merah
30 Bab 30. Terkejut
31 Bab 31. Tak Sengaja Bertemu
32 Bab 32. Tersinggung
33 Bab 33. Aroma Parfum
34 Bab 34. Semakin Curiga
35 Bab 35. Sebuah Informasi
36 Bab 36. Mulai Meragu
37 Bab 37. Kebahagiaan Sederhana
38 Bab 38. Membongkar
39 Bab 39. Sebuah Langkah Awal
40 Bab 40. Permintaan
41 Bab 41. Berpura-Pura
42 Bab 42. Bertemu Pengacara
43 Bab 43. Mengumpulkan Bukti-Bukti
44 Bab 44. Adegan yang Mencengangkan
45 Bab 45. Teror
46 Bab 46. Teror Selanjutnya
47 Bab 47. Mengadu
48 Bab 48. Bertandang ke Kantor Awan
49 Bab 49. Kepergok
50 Bab 50. Shock Terapi
51 Bab 51. Terhenyak
52 Bab 52. Pingsan
53 Bab 53. Headline di Portal Berita
54 Bab 54. Rencana Terakhir
55 Bab 55. Sebuah Ancaman
56 Bab 56. Dibuat Pusing
57 Bab 57. Semakin Ngelunjak
58 Bab 58. Selembar Undangan
59 Bab 59. Ready???
60 Bab 60. Show Time
61 Bab 61. Di Bawah Air Langit
62 Bab 62. Sekilas Tentang Masa Lalu (flashback)
63 Bab 63. Melawan Restu (flashback)
64 Bab 64. Titah (Flashback)
65 Bab 65. Sumpah
66 Bab 66. Bangkit
67 Bab 67. Teringat Akan Satu Hal
68 Bab 68. Sebuah Keputusan
69 Bab 69. Di Luar Dugaan
70 Bab 70. Bertandang
71 Bab 71. Silakan Keluar Dari Rumah Ini!
72 Bab 72. Ketok Palu
73 Bab 73. Hamil Duluan
74 Bab 74. Remuk Bosss...
75 Bab 75. Sisa Kenangan
76 Bab 76. Pulang
77 Bab 77. Kembali Berkumpul Bahagia
78 Bab 78. Sabotase
79 Bab 79. Jeritan Hati Ibu Mertua
80 Bab 80. Hasutan Istri Baru
81 Bab 81. Dibuang
82 Bab 82. Malati
83 Bab 83. Demonstrasi
84 Bab 84. Di Ambang Kehancuran
85 Bab 85. Lembar Baru
86 Bab 86. Mensyukuri
87 Bab 87. Pusing Tujuh Keliling
88 Bab 88. Digadaikan?
89 Bab 89. Pertemuan Kembali
90 Bab 90. Antarkan Papa!
91 Bab 91. Ketika Semesta Mempertemukan
92 Bab 92. Jodoh Yang Tertunda
93 Bab 93. Teman Lama
94 Bab 94. Janda Baru
95 Bab 95. Kesal
96 Bab 96. Risau
97 Bab 97. Ketika Pelakor Bertemu dengan Calon Pelakor
98 Bab 98. Menawarkan Diri
99 Bab 99. Kopi yang Membuat Lupa Istri
100 Bab 100. Niat Baik Para Tetangga
101 Bab 101. Pisang Pembuka Pintu Derita
102 Bab 103. Sedikit Kusam
103 Bab 103. Opening Resto
104 Bab 104. Menjelang Akad
105 Bab 105. Mengharu Biru
106 Bab 106. Pernikahan Ke - Dua
107 Bab 107. Upaya yang Gagal
108 Bab 108. Resepsi
109 Bab 109. Bahagia
110 Bab 110. Shock
111 Bab 111. Iri dan Dengki
112 Bab 112. Komplain
113 Bab 113. Muak
114 Bab 114. Frustrasi
115 Bab 115. Temani Aku!
116 Bab 116. Jijik
117 Bab 117. Menceraikan
118 Bab 118. Siapakah yang Datang?
119 Bab 119. Negosiasi
120 Bab 120. Angkat Kaki
121 Bab 121. Masuk ke Dalam Perangkap
122 Bab 122. Serabi Lempit
123 Bab 123. Razia Satpol PP
124 Bab 124. Selamat Tinggal
125 Bab 125. Sosok di Belakang Mentari
126 Bab 126. Viral
127 Bab 127. Hancur Sudah
128 Bab 128. Pulang Kampung
129 Bab 129. Akhir Hidup Mega
130 Bab 130. Permintaan Terakhir?
131 Bab 131. Titik Terang
132 Bab 132. Kritis
133 Bab 133. Pintu Maaf
134 Bab 134. Blangsak
135 Bab 135. Pemilik Perusahaan
136 Bab 136. Kecelakaan
137 Bab 137. Tidak Sudi
138 Bab 138. Memaafkan
139 Bab 139. Akhir Kisah Yang Sempurna
Episodes

Updated 139 Episodes

1
Bab 1. Kacau
2
Bab 2. Tak Mau Diremehkan
3
Bab 3. Hanya Aku dan Anak-Anak
4
Bab 4. Sekilas Tentang Masa Lalu
5
Bab 5. Seakan Menghindar
6
Bab 6. Masakan Apa Ini?
7
Bab 7. Semakin Keterlaluan
8
Bab 8. Rekan Bisnis
9
Bab 9. Berubah
10
Bab 10. Wanita Kemarin
11
Bab 11. Lupa Akan Janji
12
Bab 12. Kamuflase
13
Bab 13. Tak Sengaja Bertemu
14
Bab 14. Kesempatan dalam Kesempitan
15
Bab 15. Kembali Romantis
16
Bab 16. Semakin Dalam
17
Bab 17. Uang Perusahaan
18
Bab 18. Pulang Larut
19
Bab 19. Gelisah
20
Bab 20. Mogok
21
Bab 21. Semakin Gila
22
Bab 22. PT Langit Biru Sejahtera
23
Bab 23. Deal
24
Bab 24. Licik
25
Bab 25. Mega dan Kehidupannya
26
Bab 26. Ingin Segera Kembali
27
Bab 27. Dering Ponsel
28
Bab 28. Membujuk Agar Tidak Merajuk
29
Bab 29. Kotak Merah
30
Bab 30. Terkejut
31
Bab 31. Tak Sengaja Bertemu
32
Bab 32. Tersinggung
33
Bab 33. Aroma Parfum
34
Bab 34. Semakin Curiga
35
Bab 35. Sebuah Informasi
36
Bab 36. Mulai Meragu
37
Bab 37. Kebahagiaan Sederhana
38
Bab 38. Membongkar
39
Bab 39. Sebuah Langkah Awal
40
Bab 40. Permintaan
41
Bab 41. Berpura-Pura
42
Bab 42. Bertemu Pengacara
43
Bab 43. Mengumpulkan Bukti-Bukti
44
Bab 44. Adegan yang Mencengangkan
45
Bab 45. Teror
46
Bab 46. Teror Selanjutnya
47
Bab 47. Mengadu
48
Bab 48. Bertandang ke Kantor Awan
49
Bab 49. Kepergok
50
Bab 50. Shock Terapi
51
Bab 51. Terhenyak
52
Bab 52. Pingsan
53
Bab 53. Headline di Portal Berita
54
Bab 54. Rencana Terakhir
55
Bab 55. Sebuah Ancaman
56
Bab 56. Dibuat Pusing
57
Bab 57. Semakin Ngelunjak
58
Bab 58. Selembar Undangan
59
Bab 59. Ready???
60
Bab 60. Show Time
61
Bab 61. Di Bawah Air Langit
62
Bab 62. Sekilas Tentang Masa Lalu (flashback)
63
Bab 63. Melawan Restu (flashback)
64
Bab 64. Titah (Flashback)
65
Bab 65. Sumpah
66
Bab 66. Bangkit
67
Bab 67. Teringat Akan Satu Hal
68
Bab 68. Sebuah Keputusan
69
Bab 69. Di Luar Dugaan
70
Bab 70. Bertandang
71
Bab 71. Silakan Keluar Dari Rumah Ini!
72
Bab 72. Ketok Palu
73
Bab 73. Hamil Duluan
74
Bab 74. Remuk Bosss...
75
Bab 75. Sisa Kenangan
76
Bab 76. Pulang
77
Bab 77. Kembali Berkumpul Bahagia
78
Bab 78. Sabotase
79
Bab 79. Jeritan Hati Ibu Mertua
80
Bab 80. Hasutan Istri Baru
81
Bab 81. Dibuang
82
Bab 82. Malati
83
Bab 83. Demonstrasi
84
Bab 84. Di Ambang Kehancuran
85
Bab 85. Lembar Baru
86
Bab 86. Mensyukuri
87
Bab 87. Pusing Tujuh Keliling
88
Bab 88. Digadaikan?
89
Bab 89. Pertemuan Kembali
90
Bab 90. Antarkan Papa!
91
Bab 91. Ketika Semesta Mempertemukan
92
Bab 92. Jodoh Yang Tertunda
93
Bab 93. Teman Lama
94
Bab 94. Janda Baru
95
Bab 95. Kesal
96
Bab 96. Risau
97
Bab 97. Ketika Pelakor Bertemu dengan Calon Pelakor
98
Bab 98. Menawarkan Diri
99
Bab 99. Kopi yang Membuat Lupa Istri
100
Bab 100. Niat Baik Para Tetangga
101
Bab 101. Pisang Pembuka Pintu Derita
102
Bab 103. Sedikit Kusam
103
Bab 103. Opening Resto
104
Bab 104. Menjelang Akad
105
Bab 105. Mengharu Biru
106
Bab 106. Pernikahan Ke - Dua
107
Bab 107. Upaya yang Gagal
108
Bab 108. Resepsi
109
Bab 109. Bahagia
110
Bab 110. Shock
111
Bab 111. Iri dan Dengki
112
Bab 112. Komplain
113
Bab 113. Muak
114
Bab 114. Frustrasi
115
Bab 115. Temani Aku!
116
Bab 116. Jijik
117
Bab 117. Menceraikan
118
Bab 118. Siapakah yang Datang?
119
Bab 119. Negosiasi
120
Bab 120. Angkat Kaki
121
Bab 121. Masuk ke Dalam Perangkap
122
Bab 122. Serabi Lempit
123
Bab 123. Razia Satpol PP
124
Bab 124. Selamat Tinggal
125
Bab 125. Sosok di Belakang Mentari
126
Bab 126. Viral
127
Bab 127. Hancur Sudah
128
Bab 128. Pulang Kampung
129
Bab 129. Akhir Hidup Mega
130
Bab 130. Permintaan Terakhir?
131
Bab 131. Titik Terang
132
Bab 132. Kritis
133
Bab 133. Pintu Maaf
134
Bab 134. Blangsak
135
Bab 135. Pemilik Perusahaan
136
Bab 136. Kecelakaan
137
Bab 137. Tidak Sudi
138
Bab 138. Memaafkan
139
Bab 139. Akhir Kisah Yang Sempurna

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!