Semburat warna oranye nampak bersinar terang di ufuk timur. Membiasakan sinarnya ke dalam sisa bulir-bulir embun di permukaan dedaunan. Membuatnya berkilauan bak mutiara di dasar lautan.
Penduduk bumi yang sebelumnya dipeluk oleh hawa dingin khas dataran tinggi gunung Merapi, kini berganti dengan setitik rasa hangat. Udara menghantarkan hangatnya pelukan cahaya matahari ke dalam lapisan atmosfer bumi.
Cahya bersenandung riang sembari beraktivitas di dapur. Wajahnya nampak begitu cerah, secerah mentari pagi yang dengan tulus menyapa para penduduk bumi. Apa yang terjadi semalam, sepertinya mampu membuat Cahya mendapatkan kebahagiaannya lagi. Bahagia karena bisa mereguk kembali kenikmatan dunia bersama sang suami.
"Loh Mas, kok sudah rapi? Kamu mau berangkat?"
Cahya menghentikan senandungnya kala melihat sosok Awan yang sudah rapi dengan pakaian formalnya. Wanita itu sedikit keheranan karena jam baru menunjukkan pukul enam pagi, namun sang suami terlihat sudah rapi dan siap untuk pergi ke kantor.
"Iya Ay, aku harus ke kantor pagi sekali. Ada hal urgent yang harus aku selesaikan."
"Hal urgent apa sih Mas? Mengapa kamu tidak pernah cerita kepadaku jika ada masalah di kantor?"
Sebagai seorang istri, Cahya tidak hanya ingin sekedar menjadi pendamping hidup bagi Awan saja. Cahya ingin jika dirinya bisa menjadi partner hidup Awan dalam urusan apapun, termasuk urusan pekerjaan. Karena bagi Cahya sendiri, sosok seorang istri bukan hanya melulu soal teman di atas rajang ataupun seseorang yang mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, namun juga bisa menjadi partner dalam semua aspek.
Awan menyunggingkan senyum manis di bibirnya. Meskipun dalam hati ia begitu terpaksa melakukannya namun ia harus memainkan peran dengan sempurna. Lelaki itupun berjalan mendekat ke arah sang istri.
"Aku tidak ingin membebani pikiranmu dengan segala macam situasi di kantor Ay. Kamu sudah cukup lelah dengan menjadi seorang istri, ibu dan juga menantu. Maka dari itu biarkan urusan kantor menjadi urusanku sendiri."
"Tapi bukan seperti itu Mas. Aku juga ingin kamu libatkan dalam segala urusanmu. Aku juga ingin ikut merasakan apa yang menjadi beban pikiranmu. Bukankah pernikahan itu bukan melulu tentang menjalani hal-hal yang indah saja? Hal-hal buruk pun juga harus kita jalani sama-sama?"
Lagi, Awan tersenyum penuh arti. Ia mendekatkan wajahnya dan ia berikan sebuah kecupan di kening Cahya.
"Sudah, tidak perlu kamu pikirkan masalah di kantor Ay. Semua masih bisa aku handle sendiri. Lebih baik kamu fokus dengan anak-anak, ibu, dan juga rumah."
Kehangatan mengaliri laju aliran darah Cahya kala keningnya dikecup oleh Awan. Kekecewaan yang sebelumnya sempat ia rasakan terhadap suaminya, kini semakin terkikis oleh sikap Awan yang seakan kembali seperti sedia kala. Lelaki itu seakan kembali menjadi sosok Awan yang Cahya kenal.
Cahya ikut tersenyum manis. Ia rapikan kerah kemeja milik Awan yang sedikit kurang rapi. Setelahnya, ia raih telapak tangan Awan dan ia kecup punggung tangannya.
"Ya sudah kalau begitu Mas. Aku hanya bisa mendoakanmu semoga kamu selalu diberikan kelancaran dalam segala hal oleh Allah. Kapanpun kamu ingin membagi semua beban yang kamu hadapi, aku akan selalu ada di sisimu Mas."
"Aamiin ... Terima kasih banyak untuk doanya Ay. Aku berangkat dulu ya. Nanti tolong sampaikan ke anak-anak jika aku sudah berangkat."
"Baik Mas. Hati-hati di jalan."
Awan kembali mengecup pucuk kepala Cahya yang berbalut hijab itu. Lelaki itu kemudian mengayunkan tungkai kakinya menuju garasi dan ia panaskan sejenak kuda besi miliknya itu. Tak selang lama, Awan melajukan mobilnya dan perlahan bayangnya menghilang ditelan oleh jalanan.
Cahya tersenyum bahagia melihat sikap Awan yang kembali seperti sedia kala. Wanita itu seakan mendapatkan suplay semangat baru untuk menjalani hari-harinya sebagai seorang ibu rumah tangga.
***
Awan menghentikan laju mobilnya di bahu jalan. Ia keluar dari dalam mobil dan melihat dengan seksama sebuah bangunan rumah yang berada di seberang jalan tempatnya menghentikan mobil. Sebuah kost eksklusif yang terlihat elite jika dilihat dari luar.
Awan menyelipkan kacamata hitamnya di atas kepala. Lelaki itu tersenyum lebar karena pada akhirnya, ia bisa melihat secara langsung di mana Mega tinggal. Sejak pertemuan pertama, kedua, dan ketiga, Awan sungguh dibuat mabuk kepayang oleh pesona wanita yang terpaut usia empat tahun dengannya itu. Terlebih saat Mega mulai berani menunjukkan semua yang ada di dalam tubuhnya, Awan seakan semakin terjerat dalam pesona Mega.
Awan berjalan pelan menyeberangi jalan. Sesampainya di teras, lelaki itu menghentikan langkah kakinya. Ia ambil ponsel dari dalam saku celananya dan mulai mengirim pesan kepada seseorang.
"Kos ini cukup mewah tapi apa pantas kekasih seorang Awan, pemilik PT N3P tinggal di kos-kosan seperti ini?"
Awan bermonolog lirih sembari mengedarkan pandangannya ke arah sekitar. Otak lelaki itu seakan bekerja keras untuk melakukan sesuatu. Terlebih ini tentang tempat tinggal sang kekasih.
"Mas, sudah dari tadi?"
Suara lembut seseorang yang tidak asing di telinga Awan, membuat lelaki itu menakutkan netranya ke arah sumber suara. Terlihat Mega yang mengenakan piyama dari bahan satin warna soft pink menuruni anak tangga.
Awan tersenyum lebar. Bisa bertemu dengan kekasih gelapnya di pagi hari ini sungguh membuat hatinya bahagia tiada terkira.
"Baru saja sampai kok. Oh iya kamar kamu di mana Han?"
Mega mengernyitkan dahi. "Han? Han siapa Mas? Aku ini Mega, bukan Han!"
Bibir Mega sedikit mengerucut. Ia seakan kesal sendiri saat mendengar Awan memanggil nama wanita lain. Ia berpikir jika Awan memiliki banyak simpanan dan saat ini ia lupa sedang bersama siapa sehingga salah memanggil nama.
Awan tergelak pelan. Ia dekati kekasih gelapnya ini. "Han itu maksudnya Honey. Mulai hari ini panggilan kesayanganku untuk kamu Honey, oke?"
Mega mendengus kesal. Baru saja ia akan murka tapi ternyata itu maksud kekasihnya. "Huh, aku kira siapa Mas. Hampir saja aku mau ngamuk!"
"Hahahaha ... Jangan ngamuk dong, nanti cantiknya hilang." Awan melingkarkan lengan tangannya di pinggang ramping milik Mega. Ia letakkan kepalanya di ceruk leher wanita itu dan berbisik lirih, "apakah kamu tidak ingin membawaku ke kamarmu?"
Mega tersenyum nakal. "Memangnya apa yang ingin kamu lakukan di kamarku Mas?"
Awan tak kalah menyeringai nakal. "Hawa pagi ini masih terasa dingin sekali. Aku ingin mencari kehangatan di kamarmu, Han!"
Mega terkekeh pelan. Ia cubit hidung mancung milik Awan ini. "Baiklah, akan aku berikan kehangatan untukmu Mas!"
***
"Ada apa Mas? Sejak tadi kok gak berhenti melihat-lihat ke sekeliling kamar? Apa ada yang aneh?"
Mega menghampiri Awan dengan membawa sebuah nampan yang berisi segelas susu hangat dan juga dua potong sandwich. Ia letakkan nampan itu di atas meja yang berada di depan jendela.
"Kamu nyaman tinggal di tempat ini Han?"
"Nyaman gak nyaman ya harus dipaksa untuk nyaman Mas. Memang kenapa sih?"
"Hmmmm ... Sepertinya kos seperti ini kurang pantas untuk kamu tinggali Han," ucap Awan masih intens menatap sekeliling.
"Ya, mau bagaimana lagi Mas. Bagiku ini sudah lumayan untuk aku jadikan tempat tinggal meskipun perbandingannya jauh dari yang aku tempati saat di Jakarta dulu."
Awan mendaratkan bokongnya di atas sofa. Sepertinya lelaki itu mulai pegal karena sejak tadi berdiri.
"Kemarilah Han!" titah Awan sembari menepuk-nepuk pahanya.
Mega hanya mengangguk saja dan memenuhi permintaan Awan. Kini wanita itu berada di atas pangkuan Awan dan mengalungkan lengan tangannya di leher sang kekasih.
Kepala Awan tepat berada di bagian b u a h d a d a Mega. Dengan penuh n a f s u lelaki itu menciumi bagian d a d a Mega yang masih berbalut piyama itu.
"Iihhhh ... Geli Mas. Jangan seperti ini dong!"
Tubuh Mega menggeliat seperti cacing kepanasan saat merasakan sensasi rasa geli di sekujur tubuhnya.
Tangan Awan menelusup masuk ke dalam piyama. Karena tidak memakai b r a, jemari tangan lelaki itu bisa dengan bebas memegang gundukan sintal milik Mega. Seketika membuat tubuh Awan diselimuti oleh hasrat yang bergelora. Napasnya terdengar memburu seperti sudah tidak sabar untuk segera melahap milik wanita simpanannya ini.
"Aku sudah tidak sabar Han. Mari kita bercinta!" ajak Awan dengan tatapan sayu.
Mega masih menggunakan logikanya meskipun juga sudah dipenuhi oleh hasrat. Ia merasa di situasi seperti ini ia bisa mendapatkan cinta, perhatian bahkan kemewahan dari Awan. Mega ingin memanfaatkan kesempatan ini. Ia pun menghentikan aktivitas tangan Awan yang menggerayangi b u a h d a d a nya.
"Buktikan dulu bahwa kamu benar-benar mencintaiku Mas. Setelah itu akan aku berikan seluruh tubuhku untukmu!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
✨Nak Rank Malayu✨
kasian banget Aya dikira suami nya udah berubah baik, nggak tau nya ada udang di balik bakso😔😏
2023-06-14
0
☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղα🇵🇸🍉Kᵝ⃟ᴸ
kasian aya thor please jgn bikin aya lama² di bohongin kadal buntung itu thor bebaskan aya dr awan biarkan aya bahagia bersama alona dan lakukan kalaupun dia berjodoh temukan aya sm sosok seperti mas juna🙏🙏🙏🙏
2023-02-18
2
Ahmad Affa
dasar buaya udah main nyosor aja.... siap" aja di kadalin sama mega kamu wan....kelakuanmu sungguh bikin geleng" kelapa wan eh kepala bikin ngelus dada 😌
2023-02-07
1