Bab 2. Tak Mau Diremehkan

"Cahyaaaaaaaaa!!!!! Mengapa rumah berantakan seperti ini!!!!" teriak pria itu yang suaranya mulai terdengar menggema, memenuhi tiap sudut ruangan.

Lelaki itu berjalan menyusuri tiap sudut rumah mencoba untuk mencari keberadaan sang istri. Namun lagi-lagi emosinya bertambah memuncak saat di dalam rumah pun juga terlihat begitu berantakan.

Lantai kamar anak-anak yang terlihat basah. Kamar tidur pribadinya yang juga berantakan karena bantal, guling berhamburan kemana-mana, sprei juga terlepas dari tempatnya. Kamar sang ibu yang dipenuhi oleh sisa-sisa muntahan. Dan dapur yang juga nampak begitu berantakan dengan piring-piring kotor yang menumpuk di tempat cucian.

"Astaga ... ini rumah atau kapal pecah? Mengapa jadi seperti ini? Apa yang dilakukan oleh Aya seharian ini sampai-sampai tidak sempat untuk membersihkan rumah. Arrrggghhh!!!!"

Lelaki bernama Awan itu mengacak rambutnya frustrasi. Berkali-kali ia membuang napas kasar. Kondisi rumah miliknya saat ini justru hanya membuat tubuh dan pikirannya semakin lelah saja. Sungguh kondisi rumah yang seperti tidak berpenghuni. Entah karena sang istri yang tidak memiliki waktu untuk berbenah atau karena memang dia yang malas untuk merapikan ini semua.

Awan berjalan gontai ke arah ruang tengah. Ia daratkan bokongnya di atas sofa. Memijit-mijit pelipisnya agar terbebas dari rasa pening yang menyiksa.

"Yeaaayyy ... ayah pulang!"

"Horeeee!!!"

Dua anak kecil yang hanya berbalut handuk itu nampak kegirangan setelah keluar dari dalam kamar mandi dan melihat raga Awan yang sudah duduk di atas sofa. Merasa rindu pada Awan, membuat dua anak kecil ini menghamburkan diri di pelukan sang ayah. Bagaimana tidak rindu, jika sudah tiga hari mereka tidak bertemu dengan sosok sang ayah yang baru saja pulang dari luar kota.

Awan tersenyum simpul. "Kalian selesai mandi Nak?"

Alina menganggukkan kepala. "Iya Ayah, Alin dan adek baru saja selesai mandi karena baju kami kotor."

"Ayah pulang membawa apa?" sambung Malika yang berharap sang ayah membawa buah tangan setelah pergi ke luar kota.

Awan menghela napas sedikit dalam dan ia hembuskan perlahan. Meski dalam hati ia merutuki pekerjaan sang istri yang tidak maksimal seperti ini, namun ia berusaha untuk tetap tersenyum di hadapan dua putrinya ini.

"Maaf ya Nak, Ayah belum sempat membeli apa-apa untuk kalian. Badan Ayah terasa begitu lelah sehingga enggan untuk mampir membeli oleh-oleh."

"Yaaaahhh ... padahal kemarin Ayah janji akan membelikan boneka kuda poni kan? Tapi kok tidak ditepati," protes Malika dengan bibir mengerucut dan raut wajah yang terlihat kecewa.

"Iya, kenapa Ayah tidak menepati janji? Kata bu guru di sekolah orang yang tidak menepati janji itu termasuk orang munafik Yah," timpal Alina berceramah di depan sang ayah.

Awan tersenyum kikuk. Mendapatkan siraman rohani dari salah satu putrinya ini sudah cukup membuatnya malu setengah mati.

"Sekali lagi Ayah minta maaf ya Sayang. Sebagai gantinya nanti Ayah akan ajak kakak dan adek beli es krim, bagaimana? Mau?"

Malika dan Alina saling bertatap netra. Mendengar kata es krim yang merupakan salah satu minuman kesukaan, membuat wajah keduanya berbinar. Kedua gadis kecil itu mengangguk bersamaan.

"Mau Yah, mau. Horeeee!!!!"

"Ya sudah, sekarang kakak dan adek masuk ke kamar pakai baju ya. Setelah ini Ayah bersih-bersih badan dan setelah itu kita beli es krim. Oke?" ujar Awan dengan bersemangat.

"Oke Yah!"

Malika dan Alina berlari kecil menuju kamar. Dua anak itu seakan terlihat sudah tidak sabar untuk bisa segera pergi bersama sang ayah untuk mencari es krim.

Cahya yang baru saja keluar dari kamar Marni ikut tersenyum kala melihat dua putri kecilnya ini kembali tertawa. Sejak Awan pergi ke luar kota tiga hari yang lalu, dua putrinya ini tidak seceria biasanya. Namun saat ini semua bisa kembali seperti semula. Hal itulah yang membuat Cahya bisa bernapas lega.

"Baru pulang Mas?" sapa Cahya sembari mengulurkan tangannya untuk menyalami sang suami.

Awan melihat tubuh Cahya dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan intens. Lelaki itu hanya bisa berdecak lirih. "Kamu kok terlihat lusuh dan kusam sekali sih Ay? Lihatlah, pakaian yang kamu kenakan ini, terlihat kotor dan berantakan sekali. Apa seperti ini cara kamu menyambut kepulangan suamimu?"

Uluran tangan Cahya sama sekali tidak mendapatkan respon dari sang suami, membuat wanita itu sedikit keki. Hingga tangan Cahya kembali menjuntai ke bawah.

"Maaf ya Mas, sejak tadi aku sibuk mengurus anak-anak, ibu dan rumah. Jadi, aku belum sempat berdandan untuk menyambut kepulanganmu."

Awan terhenyak dengan mata yang membulat sempurna. "Apa kamu bilang? Sibuk mengurus rumah?"

Cahya mengangguk pelan. "Iya Mas, nyuci, ngepel, memasak, mengurus ibu, mengurus anak-anak."

"Hahahaha ... Aya, Aya .... kalau ingin berbohong itu dipikirkan dulu. Lihatlah, kondisi rumah ini. Sudah seperti kapal pecah. Bisa-bisanya kamu mengatakan sibuk mengurus rumah. Rumah yang mana Ay? Rumah yang mana?"

Ucapan Awan berhasil menikam dan menusuk jantung milik Cahya. Membuat seonggok daging bernyawa itu berdenyut nyeri karena sebuah ucapan yang tidak sepantasnya diucapkan oleh seorang lelaki yang memiliki gelar sebagai kepala rumah tangga.

"Tapi Mas, sejak bangun tidur aku sudah sibuk dengan rutinitasku sebagai ibu rumah tangga. Menyapu, mengepel dan semuanya. Jika saat ini kamu melihat kondisi rumah yang seperti kapal pecah itu karena anak-anak baru saja selesai main Mas. Dan aku belum sempat untuk membereskan lagi."

Awan hanya menatap sinis wajah istrinya. Seakan menyepelekan apa yang sudah dikerjakan oleh Cahya. "Aku tidak mau tahu. Seharusnya saat aku pulang kondisi rumah sudah bersih dan rapi. Anak-anak juga sudah mandi dan wangi. Eh, ini kok malah berantakan sekali. Jangan-jangan kamu hanya bermalas-malasan Ay?"

"Astaghfirullah hal 'adziim..." Cahya mengurut dada ketika perkataan Awan terdengar begitu menyakitkan. Lolos sudah kristal bening yang sebelumnya berkumpul di kelopak mata.

"Benar kan? Kalau kamu hanya bermalas-malasan? Nyatanya semua pekerjaan rumah tidak ada yang beres sama sekali."

"Cukup Mas, cukup!" ucap Cahya dengan sedikit lantang. Ia mendekat ke arah sang suami dan menarik tangannya. Ia letakkan tangan itu di permukaan pakaian yang sebelumnya terkena muntahan sang mertua.

Awan hanya menatap penuh tanda tanya akan maksud sang istri yang melakukan hal ini.

"Ibu muntah-muntah dan terjatuh sampai telungkup di atas lantai. Malika juga sama terjatuh setelah terpeleset air pipisnya sendiri. Mata Alina kelilipan pasir. Dan aku belum sempat untuk membereskan mainan anak-anak yang berserakan. Coba beritahu aku, mana dulu yang harus aku kerjakan Mas? Tanganku hanya ada dua. Bahuku juga hanya ada satu. Dan semua itu ditimpakan kepadaku seorang."

"Semua itu karena memang sudah menjadi kodratmu sebagai seorang wanita dan seorang istri, Ay. Mengerjakan pekerjaan rumah dan membuat pandangan mata suamimu sejuk dengan kondisi rumah yang bersih, rapi, anak-anak terawat dan kamu juga bisa bersolek untuk menyambut suamimu."

Air mata Cahya semakin mengalir deras saat ucapan Awan benar-benar seperti seorang suami yang tidak pernah menghargai apa yang dilakukan oleh istrinya.

"Aku ini istrimu Mas, bukan pembantumu. Jika kamu menginginkanku untuk tampil sempurna di hadapanmu, mengapa kamu tidak mempekerjakan asisten rumah tangga untuk membantuku dan meringankan sedikit bebanku?"

Awan hanya tersenyum sinis. Ia merasa jika ucapan istrinya ini sudah tidak semakin terkendali. "Kalau aku mencari asisten rumah tangga, lantas kodratmu sebagai seorang wanita dan istri itu apa?"

Cahya semakin terperangah. Wanita itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala karena tidak mengerti apa yang ada di benak suaminya ini.

"Kodratku sebagai seorang wanita hanya mengandung, melahirkan, menyusui dan menstruasi Mas. Selebihnya bisa dilakukan dengan bantuan asisten rumah tangga atau mungkin bantuan dari kamu sendiri. Ingat Mas, aku bukan robot. Aku juga punya rasa lelah yang tidak harus selalu melakukan semua pekerjaan dengan sempurna."

Cahya berbalik arah, bermaksud kembali menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun baru beberapa langkah, ia hentikan langkah kakinya itu.

"Satu keadaan rumah yang di matamu seperti kapal pecah jangan sampai membuat mata hatimu buta untuk melihat hal-hal lain yang sudah aku kerjakan, seharian tadi Mas. Ingat, aku bukan pembantu. Tidak seharusnya kamu terlalu menuntutku untuk melakukan ini itu. Aku bisa melakukan semuanya, tapi sesuai dengan kemampuanku."

.

.

.

Terpopuler

Comments

Nur😌😊

Nur😌😊

itu fakta, udah di bersihin kalau punya anak2 yaa pasti Ndak 5 menit udah berantakan lagi, beresinnya 1 jam belum tentu selesai, giliran udah beres di berantakin lagi...... itulah kalau punya anak kecil.... kamu taunya cuma beres doang.....

2023-11-14

0

revinurinsani

revinurinsani

dasarrr awan tidak menjaga lisan

2023-11-11

0

Tati Suwarsih

Tati Suwarsih

suami tdk berperasaan...emang jadi irt mudah,d tambah ngurus mertua yg lumpuh

2023-06-23

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Kacau
2 Bab 2. Tak Mau Diremehkan
3 Bab 3. Hanya Aku dan Anak-Anak
4 Bab 4. Sekilas Tentang Masa Lalu
5 Bab 5. Seakan Menghindar
6 Bab 6. Masakan Apa Ini?
7 Bab 7. Semakin Keterlaluan
8 Bab 8. Rekan Bisnis
9 Bab 9. Berubah
10 Bab 10. Wanita Kemarin
11 Bab 11. Lupa Akan Janji
12 Bab 12. Kamuflase
13 Bab 13. Tak Sengaja Bertemu
14 Bab 14. Kesempatan dalam Kesempitan
15 Bab 15. Kembali Romantis
16 Bab 16. Semakin Dalam
17 Bab 17. Uang Perusahaan
18 Bab 18. Pulang Larut
19 Bab 19. Gelisah
20 Bab 20. Mogok
21 Bab 21. Semakin Gila
22 Bab 22. PT Langit Biru Sejahtera
23 Bab 23. Deal
24 Bab 24. Licik
25 Bab 25. Mega dan Kehidupannya
26 Bab 26. Ingin Segera Kembali
27 Bab 27. Dering Ponsel
28 Bab 28. Membujuk Agar Tidak Merajuk
29 Bab 29. Kotak Merah
30 Bab 30. Terkejut
31 Bab 31. Tak Sengaja Bertemu
32 Bab 32. Tersinggung
33 Bab 33. Aroma Parfum
34 Bab 34. Semakin Curiga
35 Bab 35. Sebuah Informasi
36 Bab 36. Mulai Meragu
37 Bab 37. Kebahagiaan Sederhana
38 Bab 38. Membongkar
39 Bab 39. Sebuah Langkah Awal
40 Bab 40. Permintaan
41 Bab 41. Berpura-Pura
42 Bab 42. Bertemu Pengacara
43 Bab 43. Mengumpulkan Bukti-Bukti
44 Bab 44. Adegan yang Mencengangkan
45 Bab 45. Teror
46 Bab 46. Teror Selanjutnya
47 Bab 47. Mengadu
48 Bab 48. Bertandang ke Kantor Awan
49 Bab 49. Kepergok
50 Bab 50. Shock Terapi
51 Bab 51. Terhenyak
52 Bab 52. Pingsan
53 Bab 53. Headline di Portal Berita
54 Bab 54. Rencana Terakhir
55 Bab 55. Sebuah Ancaman
56 Bab 56. Dibuat Pusing
57 Bab 57. Semakin Ngelunjak
58 Bab 58. Selembar Undangan
59 Bab 59. Ready???
60 Bab 60. Show Time
61 Bab 61. Di Bawah Air Langit
62 Bab 62. Sekilas Tentang Masa Lalu (flashback)
63 Bab 63. Melawan Restu (flashback)
64 Bab 64. Titah (Flashback)
65 Bab 65. Sumpah
66 Bab 66. Bangkit
67 Bab 67. Teringat Akan Satu Hal
68 Bab 68. Sebuah Keputusan
69 Bab 69. Di Luar Dugaan
70 Bab 70. Bertandang
71 Bab 71. Silakan Keluar Dari Rumah Ini!
72 Bab 72. Ketok Palu
73 Bab 73. Hamil Duluan
74 Bab 74. Remuk Bosss...
75 Bab 75. Sisa Kenangan
76 Bab 76. Pulang
77 Bab 77. Kembali Berkumpul Bahagia
78 Bab 78. Sabotase
79 Bab 79. Jeritan Hati Ibu Mertua
80 Bab 80. Hasutan Istri Baru
81 Bab 81. Dibuang
82 Bab 82. Malati
83 Bab 83. Demonstrasi
84 Bab 84. Di Ambang Kehancuran
85 Bab 85. Lembar Baru
86 Bab 86. Mensyukuri
87 Bab 87. Pusing Tujuh Keliling
88 Bab 88. Digadaikan?
89 Bab 89. Pertemuan Kembali
90 Bab 90. Antarkan Papa!
91 Bab 91. Ketika Semesta Mempertemukan
92 Bab 92. Jodoh Yang Tertunda
93 Bab 93. Teman Lama
94 Bab 94. Janda Baru
95 Bab 95. Kesal
96 Bab 96. Risau
97 Bab 97. Ketika Pelakor Bertemu dengan Calon Pelakor
98 Bab 98. Menawarkan Diri
99 Bab 99. Kopi yang Membuat Lupa Istri
100 Bab 100. Niat Baik Para Tetangga
101 Bab 101. Pisang Pembuka Pintu Derita
102 Bab 103. Sedikit Kusam
103 Bab 103. Opening Resto
104 Bab 104. Menjelang Akad
105 Bab 105. Mengharu Biru
106 Bab 106. Pernikahan Ke - Dua
107 Bab 107. Upaya yang Gagal
108 Bab 108. Resepsi
109 Bab 109. Bahagia
110 Bab 110. Shock
111 Bab 111. Iri dan Dengki
112 Bab 112. Komplain
113 Bab 113. Muak
114 Bab 114. Frustrasi
115 Bab 115. Temani Aku!
116 Bab 116. Jijik
117 Bab 117. Menceraikan
118 Bab 118. Siapakah yang Datang?
119 Bab 119. Negosiasi
120 Bab 120. Angkat Kaki
121 Bab 121. Masuk ke Dalam Perangkap
122 Bab 122. Serabi Lempit
123 Bab 123. Razia Satpol PP
124 Bab 124. Selamat Tinggal
125 Bab 125. Sosok di Belakang Mentari
126 Bab 126. Viral
127 Bab 127. Hancur Sudah
128 Bab 128. Pulang Kampung
129 Bab 129. Akhir Hidup Mega
130 Bab 130. Permintaan Terakhir?
131 Bab 131. Titik Terang
132 Bab 132. Kritis
133 Bab 133. Pintu Maaf
134 Bab 134. Blangsak
135 Bab 135. Pemilik Perusahaan
136 Bab 136. Kecelakaan
137 Bab 137. Tidak Sudi
138 Bab 138. Memaafkan
139 Bab 139. Akhir Kisah Yang Sempurna
Episodes

Updated 139 Episodes

1
Bab 1. Kacau
2
Bab 2. Tak Mau Diremehkan
3
Bab 3. Hanya Aku dan Anak-Anak
4
Bab 4. Sekilas Tentang Masa Lalu
5
Bab 5. Seakan Menghindar
6
Bab 6. Masakan Apa Ini?
7
Bab 7. Semakin Keterlaluan
8
Bab 8. Rekan Bisnis
9
Bab 9. Berubah
10
Bab 10. Wanita Kemarin
11
Bab 11. Lupa Akan Janji
12
Bab 12. Kamuflase
13
Bab 13. Tak Sengaja Bertemu
14
Bab 14. Kesempatan dalam Kesempitan
15
Bab 15. Kembali Romantis
16
Bab 16. Semakin Dalam
17
Bab 17. Uang Perusahaan
18
Bab 18. Pulang Larut
19
Bab 19. Gelisah
20
Bab 20. Mogok
21
Bab 21. Semakin Gila
22
Bab 22. PT Langit Biru Sejahtera
23
Bab 23. Deal
24
Bab 24. Licik
25
Bab 25. Mega dan Kehidupannya
26
Bab 26. Ingin Segera Kembali
27
Bab 27. Dering Ponsel
28
Bab 28. Membujuk Agar Tidak Merajuk
29
Bab 29. Kotak Merah
30
Bab 30. Terkejut
31
Bab 31. Tak Sengaja Bertemu
32
Bab 32. Tersinggung
33
Bab 33. Aroma Parfum
34
Bab 34. Semakin Curiga
35
Bab 35. Sebuah Informasi
36
Bab 36. Mulai Meragu
37
Bab 37. Kebahagiaan Sederhana
38
Bab 38. Membongkar
39
Bab 39. Sebuah Langkah Awal
40
Bab 40. Permintaan
41
Bab 41. Berpura-Pura
42
Bab 42. Bertemu Pengacara
43
Bab 43. Mengumpulkan Bukti-Bukti
44
Bab 44. Adegan yang Mencengangkan
45
Bab 45. Teror
46
Bab 46. Teror Selanjutnya
47
Bab 47. Mengadu
48
Bab 48. Bertandang ke Kantor Awan
49
Bab 49. Kepergok
50
Bab 50. Shock Terapi
51
Bab 51. Terhenyak
52
Bab 52. Pingsan
53
Bab 53. Headline di Portal Berita
54
Bab 54. Rencana Terakhir
55
Bab 55. Sebuah Ancaman
56
Bab 56. Dibuat Pusing
57
Bab 57. Semakin Ngelunjak
58
Bab 58. Selembar Undangan
59
Bab 59. Ready???
60
Bab 60. Show Time
61
Bab 61. Di Bawah Air Langit
62
Bab 62. Sekilas Tentang Masa Lalu (flashback)
63
Bab 63. Melawan Restu (flashback)
64
Bab 64. Titah (Flashback)
65
Bab 65. Sumpah
66
Bab 66. Bangkit
67
Bab 67. Teringat Akan Satu Hal
68
Bab 68. Sebuah Keputusan
69
Bab 69. Di Luar Dugaan
70
Bab 70. Bertandang
71
Bab 71. Silakan Keluar Dari Rumah Ini!
72
Bab 72. Ketok Palu
73
Bab 73. Hamil Duluan
74
Bab 74. Remuk Bosss...
75
Bab 75. Sisa Kenangan
76
Bab 76. Pulang
77
Bab 77. Kembali Berkumpul Bahagia
78
Bab 78. Sabotase
79
Bab 79. Jeritan Hati Ibu Mertua
80
Bab 80. Hasutan Istri Baru
81
Bab 81. Dibuang
82
Bab 82. Malati
83
Bab 83. Demonstrasi
84
Bab 84. Di Ambang Kehancuran
85
Bab 85. Lembar Baru
86
Bab 86. Mensyukuri
87
Bab 87. Pusing Tujuh Keliling
88
Bab 88. Digadaikan?
89
Bab 89. Pertemuan Kembali
90
Bab 90. Antarkan Papa!
91
Bab 91. Ketika Semesta Mempertemukan
92
Bab 92. Jodoh Yang Tertunda
93
Bab 93. Teman Lama
94
Bab 94. Janda Baru
95
Bab 95. Kesal
96
Bab 96. Risau
97
Bab 97. Ketika Pelakor Bertemu dengan Calon Pelakor
98
Bab 98. Menawarkan Diri
99
Bab 99. Kopi yang Membuat Lupa Istri
100
Bab 100. Niat Baik Para Tetangga
101
Bab 101. Pisang Pembuka Pintu Derita
102
Bab 103. Sedikit Kusam
103
Bab 103. Opening Resto
104
Bab 104. Menjelang Akad
105
Bab 105. Mengharu Biru
106
Bab 106. Pernikahan Ke - Dua
107
Bab 107. Upaya yang Gagal
108
Bab 108. Resepsi
109
Bab 109. Bahagia
110
Bab 110. Shock
111
Bab 111. Iri dan Dengki
112
Bab 112. Komplain
113
Bab 113. Muak
114
Bab 114. Frustrasi
115
Bab 115. Temani Aku!
116
Bab 116. Jijik
117
Bab 117. Menceraikan
118
Bab 118. Siapakah yang Datang?
119
Bab 119. Negosiasi
120
Bab 120. Angkat Kaki
121
Bab 121. Masuk ke Dalam Perangkap
122
Bab 122. Serabi Lempit
123
Bab 123. Razia Satpol PP
124
Bab 124. Selamat Tinggal
125
Bab 125. Sosok di Belakang Mentari
126
Bab 126. Viral
127
Bab 127. Hancur Sudah
128
Bab 128. Pulang Kampung
129
Bab 129. Akhir Hidup Mega
130
Bab 130. Permintaan Terakhir?
131
Bab 131. Titik Terang
132
Bab 132. Kritis
133
Bab 133. Pintu Maaf
134
Bab 134. Blangsak
135
Bab 135. Pemilik Perusahaan
136
Bab 136. Kecelakaan
137
Bab 137. Tidak Sudi
138
Bab 138. Memaafkan
139
Bab 139. Akhir Kisah Yang Sempurna

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!