Bab 10. Wanita Kemarin

Hati yang sedikit tergores karena perkataan kasar dari sang suami, coba Cahya lupakan dengan menyibukkan diri di dapur. Jemari-jemari lentiknya mulai menjamah sayuran hijau dan beberapa potong paha ayam untuk ia olah menjadi menu sarapan.

Cahya menghela napas panjang kemudian ia hembuskan perlahan. Kejadian di subuh tadi sungguh hanya bisa membuat wanita itu mengelus dada. Tujuh tahun menjalani biduk rumah tangga bersama Awan, tidak pernah sekalipun ia mendapatkan perkataan maupun perilaku kasar dari sang suami. Namun kali ini, ia harus benar-benar menguatkan hati, melapangkan dada dan memperbesar kesabarannya untuk menghadapi perubahan sikap Awan.

Seberapa dalam rasa sakit itu dirasakan, namun Cahya tidak lupa akan kewajibannya sebagai seorang istri. Ia masih sepenuh hati melayani semua keperluan Awan. Sungguh mulia bukan?

Selepas berkutat dengan sayuran hijau dan paha ayam, Cahya mulai menyendok bubuk kopi ke dalam cangkir. Perlahan ia tuangkan air panas di dalam sana dan jadilah secangkir kopi panas.

Secangkir kopi spesial telah siap untuk menyambut Awan yang akan berangkat ke kantor pusat pagi ini. Ditemani oleh roti panggang selai kacang yang membuat hidangan itu semakin menggoda untuk segera di cicipi.

"Bu, mandi dulu ya? Biar Cahya siapkan?"

Selesai dengan semua aktivitas dapur, Cahya menawarkan diri untuk beralih mengurus sang ibu mertua. Seperti biasa, setelah memasak, wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu beralih mengurus keperluan Marni. Lebih tepatnya membantu sang ibu mertua untuk mandi.

"Nanti saja Ay. Ibu lihat kamu masih sangat sibuk. Takutnya Ibu mengganggu aktivitasmu," tolak Marni secara halus. Karena sungguh, Cahya masih terlihat kerepotan sekali.

Senyum tipis terbit di bibir wanita itu. "Tidak Bu. Semua urusan dapur sudah selesai semua. Sekarang Ibu mandi dulu setelah itu giliran anak-anak yang mandi. Mumpung anak-anak masih tertidur Bu."

Setelah diberi pemahaman, Marni menganggukkan kepala. Sejatinya, tubuhnya juga sudah terasa risih sekali karena diapers yang ia kenakan sudah penuh. Cahya pun bersegera mendorong kursi roda sang mertua untuk memasuki kamar mandi.

Sampai di kamar mandi, Cahya memapah tubuh Marni untuk ia dudukkan di atas kursi plastik. Dengan perlahan, ia membuka seluruh pakaian sang ibu mertua dan juga melepas diapers yang sudah terlampau kotor.

"Ay, kamu tidak jijik membersihkan itu? Jika kamu jijik biarkan Ibu sendiri saja yang membersihkannya, Nak. Ibu sungguh tidak enak hati jika kamu yang harus selalu mengganti dan membersihkan kotoran Ibu."

Cahya hanya bisa tersenyum tipis menanggapi perkataan mertuanya ini. Karena baginya, hal-hal semacam ini tidaklah terlalu menjadi persoalan.

"Mengapa harus jijik Bu? Ini semua juga pernah Aya alami saat anak-anak masih bayi. Bahkan saat inipun mereka juga masih Cahya bersihkan kan setelah pup? Jadi tidak ada bedanya sama sekali dengan anak-anak, Bu."

"Tapi Ibu sungguh merasa tidak enak hati Ay. Seharusnya Awan yang melakukan ini semua karena dialah anak kandung Ibu."

"Bu, Ibu ini sudah Aya anggap sebagai Ibu kandung Aya sendiri. Sehingga ini semua sudah menjadi kewajiban Cahya. Ibu jangan sungkan ya. Cahya ini juga anak Ibu, seperti mas Awan."

Cahya mulai membasuh wajah sang ibu mertua dan mulai mengguyurkan air dari atas kepala. Pagi ini Cahya memang berencana akan mengeramasi rambut Marni.

Marni hanya bisa tertegun mendengar semua perkataan Cahya. Suatu berkah dari Allah karena mendapatkan menantu berhati malaikat dan berhati mulia seperti menantunya ini. Di zaman sekarang sungguh sangat sulit mendapatkan menantu yang begitu tulus merawat mertuanya. Namun saat ini keberkahan Allah berpihak kepadanya. Dengan menghadirkan sosok Cahya di dalam garis hidupnya.

"Ibu tidak dapat berkata apa-apa lagi selain terima kasih, terima kasih, dan terima kasih Nak. Semoga ketulusan hatimu dengan berbakti kepada Ibu, diganti dengan kebahagiaan hidup oleh Allah."

"Aamiin, aamiin .... Terima kasih banyak Bu untuk doanya."

***

Awan terlihat tergesa-gesa saat keluar dari dalam kamar. Dari raut wajah lelaki itu seperti berpacu dengan waktu agar tidak terlambat tiba di suatu tempat. Lelaki itu bergegas menuju ruang makan di mana semua anggota keluarganya sudah berkumpul di sana.

"Mas, kok terlihat terburu-buru seperti itu? Memang mau kemana?"

"Aku harus segera ke kantor pusat Ay. Hari ini ada kunjungan dari Semarang."

Awan bergegas menyeruput kopi yang sudah tersaji. Tak lupa, ia mencomot roti panggang yang juga sudah tersedia.

"Duduklah barang sebentar saja Mas. Tidak elok makan dan minum sambil berdiri seperti itu. Apalagi di depan anak-anak," ucap Cahya mengingatkan.

"Jadi, Ayah tidak bisa mengantar kami ke sekolah lagi? Padahal kami ingin diantar oleh Ayah loh," cicit Malika dengan raut wajah kecewa. Sepertinya gadis kecil itu rindu diantarkan sekolah oleh Awan.

Awan merapatkan tubuhnya di tubuh kedua putrinya ini. Ia secara bergantian mengusap lembut kepala Alina dan Malika yang sudah berbalut kerudung warna biru itu.

"Maafkan Ayah ya Nak, Ayah tidak bisa mengantar kalian ke sekolah. Tapi Ayah janji, Ayah yang akan menjemput kalian ketika pulang sekolah nanti. Setelah itu kita bisa sekalian membeli es krim di minimarket. Bagaimana?"

Dua gadis kecil itu saling melempar pandangan. Hingga akhirnya mereka sama-sama menganggukkan kepala.

"Baiklah Yah. Tapi jangan sampai terlambat ya!"

Awan tersenyum tipis. "Iya Sayang, Ayah janji!"

Awan kembali menegakkan punggungnya. Ia menyambar tas kecil yang berisikan tablet di dalamnya. Lelaki itu menyeruput sekali lagi kopi yang masih tersisa.

"Baiklah, aku berangkat dulu ya."

Tanpa membuang banyak waktu Awan menuju teras. Ia pakai sepatunya dan bergegas masuk ke dalam mobil. Sesaat setelah mesin mobil itu dinyalakan...

"Mas, tunggu!"

Awan menjulurkan kepalanya dari jendela. "Ada apa sih Ay?"

Cahya mendekat ke arah Awan. Ia mengulurkan tangan untuk menyalami sang suami seperti biasa.

"Hati-hati di jalan ya Mas. Semoga Allah senantiasa memudahkan seluruh urusanmu," ucap Cahya sembari mencium punggung tangan sang suami.

Awan hanya tersenyum tipis. "Ya, terima kasih."

Tanpa basa-basi lagi, Awan mulai menginjak pedal gas. Perlahan mobil itu berjalan keluar dari halaman dan mulai menghilang dari pandangan Cahya.

Cahya terhenyak. Ada hal berbeda yang ditampakkan oleh Awan.

"Bahkan mencium kening ku saja Mas Awan lupa. Apa yang sebenarnya tengah mengganggu pikirannya hingga membuatnya lupa akan rutinitas kami sebelumnya?"

***

Siang ini udara terasa lebih panas dari biasanya. Sang raja siang seolah mentransfer energi panasnya secara berlebihan yang membuat terik begitu terasa membakar kulit. Siapapun pasti memilih untuk berteduh di dalam rumah. Kumpulan semut hitam dan burung-burung pun memilih untuk berteduh di sarangnya. Kadal dan hewan melata lainnya seperti tak mau kalah juga, mereka yang biasanya sering berlalu lalang di atas aspal, kini memilih untuk mendekam di tempat persembunyian masing-masing.

Awan berdiri di depan showcase sebuah minimarket yang berada di seberang jalan kantor miliknya. Setelah menjamu para tamu dari Semarang, lelaki itu memilih untuk mencari minuman dingin yang ada di minimarket ini. Udara yang terik ini sungguh membuat kerongkongannya kering sekali.

"Aduh Mas, maaf saya lupa membawa dompet. Saya cancel saja ya transaksinya."

"Ya ampun Mbak, kalau tidak punya uang itu jangan masuk minimarket. Masa membeli barang sebanyak ini tidak membawa dompet. Alasan saja?"

"Sumpah dompetku tertinggal Mas."

Di telinga Awan sayup-sayup terdengar suara dua orang yang tengah gaduh. Ia menoleh ke arah sumber suara, tepatnya ke arah kasir. Terlihat dari tempatnya berdiri saat ini seorang wanita sedang ribut-ribut dengan petugas kasir.

Awan mengayunkan tungkai kakinya. Ia berdiri di samping wanita yang masih menundukkan kepalanya itu.

"Ada apa ya Mas? Aku dengar kok seperti ada keributan?" tanya Awan pada kasir itu.

"Ini lho Pak, Mbak ini membeli belanjaan sebanyak ini tapi katanya dompetnya ketinggalan. Ini seperti alasan dia saja Pak. Dia sepertinya memang tidak punya uang tapi berlagak seperti orang kaya."

Sekilas, Awan memperhatikan wanita yang masih menundukkan wajahnya ini. Entah mengapa ia terus menerus menundukkan kepala. Mungkin saja ia malu atas kejadian ini.

"Berapa total semua belanjaannya Mas? Biar saya yang membayar."

Wanita itu dibuat terkejut setengah mati. Buru-buru ia mendongakkan kepala dan menoleh ke arah Awan.

"Tidak perlu Mas, saya tidak ingin merepotkan. Saya cancel saja belanjaan ini."

Suara yang tak begitu asing di telinga Awan, membuat lelaki itu turut menatap wajah wanita yang ada di sampingnya. Tubuhnya dibuat terperanjat saat melihat sosok wanita yang kemarin ia jumpa di restoran Lembah Merapi.

"Anda?"

.

.

.

Terpopuler

Comments

Rahmawaty❣️

Rahmawaty❣️

Klo ini mh laki minta di mutilasi ini . Istri yg udh nemenin dri nol , stelh jd istri dia ngurus rmh , ank , bhkn ibu mertua dia yg urus..tp laki mlah punya niat mendua

2023-06-04

0

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղαKᵝ⃟ᴸ𒈒⃟ʟʙᴄ

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղαKᵝ⃟ᴸ𒈒⃟ʟʙᴄ

gk kebayang gmn sakit nya jd ya udh setia menemani dr nol dan tulus lewat ibunya msh aja dikhianati sungguh terlalu kau wan😡😡😡😡

2023-02-18

0

☠novi¹Kᵝ⃟ᴸ

☠novi¹Kᵝ⃟ᴸ

aseekkk.. akhirnya ketemu sama pelakor. silakan sambut kehancuran mu Wan

2023-02-05

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Kacau
2 Bab 2. Tak Mau Diremehkan
3 Bab 3. Hanya Aku dan Anak-Anak
4 Bab 4. Sekilas Tentang Masa Lalu
5 Bab 5. Seakan Menghindar
6 Bab 6. Masakan Apa Ini?
7 Bab 7. Semakin Keterlaluan
8 Bab 8. Rekan Bisnis
9 Bab 9. Berubah
10 Bab 10. Wanita Kemarin
11 Bab 11. Lupa Akan Janji
12 Bab 12. Kamuflase
13 Bab 13. Tak Sengaja Bertemu
14 Bab 14. Kesempatan dalam Kesempitan
15 Bab 15. Kembali Romantis
16 Bab 16. Semakin Dalam
17 Bab 17. Uang Perusahaan
18 Bab 18. Pulang Larut
19 Bab 19. Gelisah
20 Bab 20. Mogok
21 Bab 21. Semakin Gila
22 Bab 22. PT Langit Biru Sejahtera
23 Bab 23. Deal
24 Bab 24. Licik
25 Bab 25. Mega dan Kehidupannya
26 Bab 26. Ingin Segera Kembali
27 Bab 27. Dering Ponsel
28 Bab 28. Membujuk Agar Tidak Merajuk
29 Bab 29. Kotak Merah
30 Bab 30. Terkejut
31 Bab 31. Tak Sengaja Bertemu
32 Bab 32. Tersinggung
33 Bab 33. Aroma Parfum
34 Bab 34. Semakin Curiga
35 Bab 35. Sebuah Informasi
36 Bab 36. Mulai Meragu
37 Bab 37. Kebahagiaan Sederhana
38 Bab 38. Membongkar
39 Bab 39. Sebuah Langkah Awal
40 Bab 40. Permintaan
41 Bab 41. Berpura-Pura
42 Bab 42. Bertemu Pengacara
43 Bab 43. Mengumpulkan Bukti-Bukti
44 Bab 44. Adegan yang Mencengangkan
45 Bab 45. Teror
46 Bab 46. Teror Selanjutnya
47 Bab 47. Mengadu
48 Bab 48. Bertandang ke Kantor Awan
49 Bab 49. Kepergok
50 Bab 50. Shock Terapi
51 Bab 51. Terhenyak
52 Bab 52. Pingsan
53 Bab 53. Headline di Portal Berita
54 Bab 54. Rencana Terakhir
55 Bab 55. Sebuah Ancaman
56 Bab 56. Dibuat Pusing
57 Bab 57. Semakin Ngelunjak
58 Bab 58. Selembar Undangan
59 Bab 59. Ready???
60 Bab 60. Show Time
61 Bab 61. Di Bawah Air Langit
62 Bab 62. Sekilas Tentang Masa Lalu (flashback)
63 Bab 63. Melawan Restu (flashback)
64 Bab 64. Titah (Flashback)
65 Bab 65. Sumpah
66 Bab 66. Bangkit
67 Bab 67. Teringat Akan Satu Hal
68 Bab 68. Sebuah Keputusan
69 Bab 69. Di Luar Dugaan
70 Bab 70. Bertandang
71 Bab 71. Silakan Keluar Dari Rumah Ini!
72 Bab 72. Ketok Palu
73 Bab 73. Hamil Duluan
74 Bab 74. Remuk Bosss...
75 Bab 75. Sisa Kenangan
76 Bab 76. Pulang
77 Bab 77. Kembali Berkumpul Bahagia
78 Bab 78. Sabotase
79 Bab 79. Jeritan Hati Ibu Mertua
80 Bab 80. Hasutan Istri Baru
81 Bab 81. Dibuang
82 Bab 82. Malati
83 Bab 83. Demonstrasi
84 Bab 84. Di Ambang Kehancuran
85 Bab 85. Lembar Baru
86 Bab 86. Mensyukuri
87 Bab 87. Pusing Tujuh Keliling
88 Bab 88. Digadaikan?
89 Bab 89. Pertemuan Kembali
90 Bab 90. Antarkan Papa!
91 Bab 91. Ketika Semesta Mempertemukan
92 Bab 92. Jodoh Yang Tertunda
93 Bab 93. Teman Lama
94 Bab 94. Janda Baru
95 Bab 95. Kesal
96 Bab 96. Risau
97 Bab 97. Ketika Pelakor Bertemu dengan Calon Pelakor
98 Bab 98. Menawarkan Diri
99 Bab 99. Kopi yang Membuat Lupa Istri
100 Bab 100. Niat Baik Para Tetangga
101 Bab 101. Pisang Pembuka Pintu Derita
102 Bab 103. Sedikit Kusam
103 Bab 103. Opening Resto
104 Bab 104. Menjelang Akad
105 Bab 105. Mengharu Biru
106 Bab 106. Pernikahan Ke - Dua
107 Bab 107. Upaya yang Gagal
108 Bab 108. Resepsi
109 Bab 109. Bahagia
110 Bab 110. Shock
111 Bab 111. Iri dan Dengki
112 Bab 112. Komplain
113 Bab 113. Muak
114 Bab 114. Frustrasi
115 Bab 115. Temani Aku!
116 Bab 116. Jijik
117 Bab 117. Menceraikan
118 Bab 118. Siapakah yang Datang?
119 Bab 119. Negosiasi
120 Bab 120. Angkat Kaki
121 Bab 121. Masuk ke Dalam Perangkap
122 Bab 122. Serabi Lempit
123 Bab 123. Razia Satpol PP
124 Bab 124. Selamat Tinggal
125 Bab 125. Sosok di Belakang Mentari
126 Bab 126. Viral
127 Bab 127. Hancur Sudah
128 Bab 128. Pulang Kampung
129 Bab 129. Akhir Hidup Mega
130 Bab 130. Permintaan Terakhir?
131 Bab 131. Titik Terang
132 Bab 132. Kritis
133 Bab 133. Pintu Maaf
134 Bab 134. Blangsak
135 Bab 135. Pemilik Perusahaan
136 Bab 136. Kecelakaan
137 Bab 137. Tidak Sudi
138 Bab 138. Memaafkan
139 Bab 139. Akhir Kisah Yang Sempurna
Episodes

Updated 139 Episodes

1
Bab 1. Kacau
2
Bab 2. Tak Mau Diremehkan
3
Bab 3. Hanya Aku dan Anak-Anak
4
Bab 4. Sekilas Tentang Masa Lalu
5
Bab 5. Seakan Menghindar
6
Bab 6. Masakan Apa Ini?
7
Bab 7. Semakin Keterlaluan
8
Bab 8. Rekan Bisnis
9
Bab 9. Berubah
10
Bab 10. Wanita Kemarin
11
Bab 11. Lupa Akan Janji
12
Bab 12. Kamuflase
13
Bab 13. Tak Sengaja Bertemu
14
Bab 14. Kesempatan dalam Kesempitan
15
Bab 15. Kembali Romantis
16
Bab 16. Semakin Dalam
17
Bab 17. Uang Perusahaan
18
Bab 18. Pulang Larut
19
Bab 19. Gelisah
20
Bab 20. Mogok
21
Bab 21. Semakin Gila
22
Bab 22. PT Langit Biru Sejahtera
23
Bab 23. Deal
24
Bab 24. Licik
25
Bab 25. Mega dan Kehidupannya
26
Bab 26. Ingin Segera Kembali
27
Bab 27. Dering Ponsel
28
Bab 28. Membujuk Agar Tidak Merajuk
29
Bab 29. Kotak Merah
30
Bab 30. Terkejut
31
Bab 31. Tak Sengaja Bertemu
32
Bab 32. Tersinggung
33
Bab 33. Aroma Parfum
34
Bab 34. Semakin Curiga
35
Bab 35. Sebuah Informasi
36
Bab 36. Mulai Meragu
37
Bab 37. Kebahagiaan Sederhana
38
Bab 38. Membongkar
39
Bab 39. Sebuah Langkah Awal
40
Bab 40. Permintaan
41
Bab 41. Berpura-Pura
42
Bab 42. Bertemu Pengacara
43
Bab 43. Mengumpulkan Bukti-Bukti
44
Bab 44. Adegan yang Mencengangkan
45
Bab 45. Teror
46
Bab 46. Teror Selanjutnya
47
Bab 47. Mengadu
48
Bab 48. Bertandang ke Kantor Awan
49
Bab 49. Kepergok
50
Bab 50. Shock Terapi
51
Bab 51. Terhenyak
52
Bab 52. Pingsan
53
Bab 53. Headline di Portal Berita
54
Bab 54. Rencana Terakhir
55
Bab 55. Sebuah Ancaman
56
Bab 56. Dibuat Pusing
57
Bab 57. Semakin Ngelunjak
58
Bab 58. Selembar Undangan
59
Bab 59. Ready???
60
Bab 60. Show Time
61
Bab 61. Di Bawah Air Langit
62
Bab 62. Sekilas Tentang Masa Lalu (flashback)
63
Bab 63. Melawan Restu (flashback)
64
Bab 64. Titah (Flashback)
65
Bab 65. Sumpah
66
Bab 66. Bangkit
67
Bab 67. Teringat Akan Satu Hal
68
Bab 68. Sebuah Keputusan
69
Bab 69. Di Luar Dugaan
70
Bab 70. Bertandang
71
Bab 71. Silakan Keluar Dari Rumah Ini!
72
Bab 72. Ketok Palu
73
Bab 73. Hamil Duluan
74
Bab 74. Remuk Bosss...
75
Bab 75. Sisa Kenangan
76
Bab 76. Pulang
77
Bab 77. Kembali Berkumpul Bahagia
78
Bab 78. Sabotase
79
Bab 79. Jeritan Hati Ibu Mertua
80
Bab 80. Hasutan Istri Baru
81
Bab 81. Dibuang
82
Bab 82. Malati
83
Bab 83. Demonstrasi
84
Bab 84. Di Ambang Kehancuran
85
Bab 85. Lembar Baru
86
Bab 86. Mensyukuri
87
Bab 87. Pusing Tujuh Keliling
88
Bab 88. Digadaikan?
89
Bab 89. Pertemuan Kembali
90
Bab 90. Antarkan Papa!
91
Bab 91. Ketika Semesta Mempertemukan
92
Bab 92. Jodoh Yang Tertunda
93
Bab 93. Teman Lama
94
Bab 94. Janda Baru
95
Bab 95. Kesal
96
Bab 96. Risau
97
Bab 97. Ketika Pelakor Bertemu dengan Calon Pelakor
98
Bab 98. Menawarkan Diri
99
Bab 99. Kopi yang Membuat Lupa Istri
100
Bab 100. Niat Baik Para Tetangga
101
Bab 101. Pisang Pembuka Pintu Derita
102
Bab 103. Sedikit Kusam
103
Bab 103. Opening Resto
104
Bab 104. Menjelang Akad
105
Bab 105. Mengharu Biru
106
Bab 106. Pernikahan Ke - Dua
107
Bab 107. Upaya yang Gagal
108
Bab 108. Resepsi
109
Bab 109. Bahagia
110
Bab 110. Shock
111
Bab 111. Iri dan Dengki
112
Bab 112. Komplain
113
Bab 113. Muak
114
Bab 114. Frustrasi
115
Bab 115. Temani Aku!
116
Bab 116. Jijik
117
Bab 117. Menceraikan
118
Bab 118. Siapakah yang Datang?
119
Bab 119. Negosiasi
120
Bab 120. Angkat Kaki
121
Bab 121. Masuk ke Dalam Perangkap
122
Bab 122. Serabi Lempit
123
Bab 123. Razia Satpol PP
124
Bab 124. Selamat Tinggal
125
Bab 125. Sosok di Belakang Mentari
126
Bab 126. Viral
127
Bab 127. Hancur Sudah
128
Bab 128. Pulang Kampung
129
Bab 129. Akhir Hidup Mega
130
Bab 130. Permintaan Terakhir?
131
Bab 131. Titik Terang
132
Bab 132. Kritis
133
Bab 133. Pintu Maaf
134
Bab 134. Blangsak
135
Bab 135. Pemilik Perusahaan
136
Bab 136. Kecelakaan
137
Bab 137. Tidak Sudi
138
Bab 138. Memaafkan
139
Bab 139. Akhir Kisah Yang Sempurna

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!