Semilir angin khas pegunungan menerpa wajah Awan yang tengah duduk di gazebo restoran. Setelah pertemuannya dengan Anton usai, Awan memilih untuk duduk menyendiri di gazebo yang berada di area belakang resto. Di tempat ini, Awan juga bisa menikmati hamparan tanaman padi yang masih menghijau. Pastinya pemandangan itu terlihat begitu menyejukkan mata.
Awan masih larut dalam pikirannya sendiri. Pikirannya berkelana jauh. Bukan tentang kerjasama dengan Anton yang ada di dalam pikirannya, namun tentang semua ucapan Anton tentang wanita simpanan.
Selama tujuh tahun ia menjadi seorang suami, tidak sedikitpun terbesit dalam benaknya untuk mendua ataupun selingkuh. Namun kali ini semua yang diucapkan oleh Anton benar-benar mengusik hati dan juga pikirannya.
"Apa benar yang diucapkan pak Anton jika memiliki wanita simpanan bisa membuat kita sebagai lelaki jauh lebih bergairah?"
Awan bermonolog lirih. Ia masih teramat penasaran tentang bagaimana cara Anton berselingkuh di belakang istrinya dengan masih tetap bersikap tenang.
"Sepertinya aku tidak akan pernah mengetahui bagaimana sensasi rasanya jika tidak melakukannya. Aku rasa, aku memang harus mengikuti saran dari pak Anton."
Awan teringat akan beberapa minggu yang terakhir yang ia lalui. Di mana ia sudah tidak lagi puas dengan cara kerja dan penampilan sang istri. Wajah Cahya sungguh terlihat begitu kusam tak bersinar dan sama sekali tak menyejukkan pandangan.
Ingatannya kembali berputar pada pelayanan Cahya di atas ranjang. Ia akui istrinya itu tidak sampai seperti gedebog pisang seperti istri Anton, namun semakin hari tingkat kepuasan yang ia rasakan jauh berkurang dari masa-masa yang telah lalu.
"Ya, aku memang harus mencari selingan. Ini semua demi kewarasanku. Lantas bagaimana jika terbongkar? Ah, aku tidak peduli. Toh selama ini akulah yang menopang kehidupan Cahya. Dia tidak akan pernah bisa melakukan apapun tanpa uang dariku."
Awan beranjak dari posisi duduknya. Ia ayunkan tungkai kakinya untuk segera pergi dari restoran ini. Ia baru sadar jika sudah terlalu lama ia duduk menyendiri di sini. Awan berjalan sedikit tergesa-gesa menuju tempat parkir sembari menatap lekat layar gawainya. Dan tiba-tiba...
Bruk!!!!
"Aaaaahhhhh. Bagaimana sih? Jalan tidak pakai mata!"
Awan terhenyak kala mendengar pekikan seseorang yang melengking di telinga. Ia dibuat terkejut saat ada seorang wanita muda dengan pakaian formal setengah berjongkok untuk mengambil beberapa map yang berserakan.
"Eh, maaf, maaf Mbak. Saya tidak sengaja!"
Awan ikut berjongkok untuk mengambil beberapa kertas yang berserakan itu. Setelah semua kembali rapi, keduanya sama-sama berdiri.
"Anda ini bagaimana sih Pak? Jalan kok tidak lihat-lihat keadaan sekitar?" protes wanita muda itu dengan raut wajah kesal.
"Sekali lagi saya minta maaf ya Mbak. Saya sedang tidak fokus."
Wanita muda itu membuang napas kasar. "Lain kali jika ada masalah jangan di bawa-bawa di tengah jalan, Pak. Seperti ini kan jadinya!"
"Iya Mbak, saya minta ma..."
Ucapan Awan terpangkas kala melihat wanita muda itu mulai masuk ke dalam salah satu mobil yang terparkir di tempat ini. Tak selang lama, ia menghidupkan mesin mobilnya dan mulai meninggalkan area parkiran.
"Aaaarrggghhh .... Mengapa aku tidak kenalan terlebih dahulu?"
****
Senyum merekah di bibir Cahya. Selepas memanjakan diri di salon dengan memperbarui model rambutnya, kini ia menjejakkan kakinya untuk memasuki beberapa outlet pakaian yang ada di mall. Pandangannya langsung tertuju pada outlet underwear yang ada di sini. Tanpa basa-basi, Cahya mengayunkan tungkai kakinya untuk memasuki outlet itu.
"Selamat siang Bunda, ada yang bisa saya bantu?"
Kedatangan Cahya disambut oleh salah satu karyawati yang bekerja di outlet ini. Dengan ramah, ia menawarkan bantuan untuk Cahya.
Cahya tersenyum simpul. "Saya ingin mencari lingerie Mbak. Apa ada rekomendasi?"
"Oh kebetulan sekali brand kami baru saja launching produk lingerie terbaru, Bunda. Lingerie dengan desain mewah karena terbuat dari bahan sutera. Kami bisa menjamin jika produk kami sangat lembut dan nyaman dipakai. Tunggu sebentar, saya ambilkan produknya ya Bun."
Cahya hanya mengangguk saja. Sesekali ia melirik jam di ponselnya. Masih ada satu jam lagi sampai jadwal sekolah anak-anak berakhir. Tak selang lama, karyawati itu kembali menghampiri Cahya.
"Nah, ini produk terbaru kami Bunda. Untuk warna yang kami tawarkan ada tiga macam. Merah maroon, soft pink dan juga lavender. Semua nampak cantik sekali."
Cahya memperhatikan dengan seksama produk ini. Memang terasa lembut dan tidak heran jika produk ini dibandrol dengan harga yang cukup mahal. Karena seperti pepatah bahwa ada harga ada rupa.
"Saya ambil ketiganya ya Mbak," ujar Cahya tanpa pikir dua kali.
Karyawati itu sedikit terkejut. "Serius Bun?"
"Iya Mbak. Tolong langsung dibungkus saja ya. Ini saya terburu-buru karena akan menjemput anak-anak di sekolah."
Karyawati itu mengangguk senang. "Baik Bunda, saya bungkuskan. Untuk pembayaran langsung di kasir ya Bun."
"Baik Mbak."
Cahya berjalan ke arah kasir dengan senyum lebar yang merekah di bibirnya. Ia sudah berangan-angan bagaimana bahagianya Awan jika melihatnya mengenakan lingerie ini. Cahya yakin, dengan model rambutnya yang baru dan dengan lingerie ini, Awan akan semakin terpesona. Mungkin saja juga akan mengingatkannya pada masa-masa pengantin baru di tujuh tahun yang lalu.
Aku harap kita bisa segera memperbaiki hubungan kita yang sedang menegang ini Mas.
****
Rembulan membulat penuh di kanvas langit menjelang subuh. Hiruk pikuk aktivitas dunia yang sebelumnya terdengar begitu gaduh kini seakan meluruh. Tergantikan dengan lantunan ayat-ayat Al-Quran dari dalam masjid yang terdengar menyentuh.
Cahya masih duduk bersimpuh menghadap kiblat dengan mukena warna putihnya. Wanita itu terlihat begitu khusyuk dalam dzikir dan juga doa-doanya. Menengadahkan kedua tangannya, memohon kekuatan dan kesabaran kepada sang pemilik alam semesta.
Tak selang lama terdengar suara adzan subuh berkumandang. Cahya mengakhiri doanya dan menghampiri Awan yang masih bergelung dengan mimpinya. Wanita itu bermaksud ingin membangunkan Awan untuk mengerjakan shalat subuh berjamaah.
"Mas .... Bangun yuk. Sudah adzan, ayo kita shalat berjamaah!"
Dengan penuh kelembutan, Cahya mencoba membangunkan Awan. Wanita itu duduk di tepian ranjang dan hanya bisa menatap punggung sang suami.
Tak ada respon ataupun jawaban sedikitpun dari Awan. Lelaki itu nampaknya begitu kelelahan dan didera oleh rasa kantuk yang teramat hebat karena baru di pukul satu dini hari lelaki itu sampai di rumah.
"Mas .... Ayo bangun. Kita shalat berjamaah!"
Cahya tidak kehabisan cara. Kali ini ia sedikit mengguncang tubuh Awan agar lelaki itu bisa merasakan kehadirannya. Tubuh Awan hanya sedikit memberikan respon dengan menggeliat.
"Apa sih? Aku masih ngantuk!"
"Ayo shalat subuh dulu Mas. Nanti keburu siang."
Awan kembali larut dalam tidurnya bahkan lelaki itu sampai mendengkur. Cahya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
"Mas .... Mas .... Mas ... Ayo bangun. Kita shalat berjamaah. Mas .... Mas .... Mas...!"
Kali ini Cahya sedikit lebih keras dalam mengguncang tubuh Awan. Ia sungguh tidak ingin jika sampai terlambat mengerjakan shalat subuh.
"Cerewet sekali sih kamu! Aku ini masih mengantuk. Kamu tahu kan baru pukul satu tadi aku pulang?"
Awan tiba-tiba bangun dari tidurnya. Ia terduduk di atas ranjang. Meskipun matanya masih sedikit terpejam namun lelaki itu bisa berteriak lantang.
"Tapi ini sudah masuk waktu shalat subuh Mas. Ayo kita shalat terlebih dahulu. Setelah itu kamu bisa tidur lagi!" ucap Cahya memberikan pengertian dan bernegosiasi.
"Aaaarrggghhh .... Mau shalat mau tidak, itu semua urusanku. Lagipula untuk apa shalat? Aku sudah kaya dan sukses jadi tidak perlu shalat lagi!"
Tanpa menunggu waktu lama, Awan bangkit dari posisinya. Ia melenggang pergi untuk keluar dari kamar ini. Meninggalkan Cahya yang masih terpaku dan membeku karena sikap suaminya ini.
"Astaghfirullahalazim .... Mengapa mas Awan juga berubah tidak mau mengerjakan shalat? Ini sebenarnya ada apa ya Allah..."
Hati wanita itu semakin berdenyut nyeri. Rasa sakit hati ketika Awan mulai bersikap kasar kepadanya sungguh tidak sebanding pada saat melihat kenyataan bahwa Awan mulai melupakan Rabb-nya. Hanya ada kristal-kristal bening yang berjatuhan di pipi yang menemani Cahya larut dalam beban batinnya sendiri.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղαKᵝ⃟ᴸ𒈒⃟ʟʙᴄ
awal kehancuran mu akan segera di mulai dan jd persiapkan diri mu biar gk gila nanti.nya
2023-02-18
1
☠novi¹Kᵝ⃟ᴸ
dasar gendeng tuh Awan. gak pantes ditiru
2023-02-05
0
Ahmad Affa
wah wah wah awan awan..... ini baru permulaan tanda" kehancuran buat kamu dr othor 🙄 sama istri sudah berubah kini kamu mulai menjauh dari Robb mu hanya karna harta 😒 sungguh tak patut di contoh kamu wan
2023-02-02
1