Memantapkan Hati

"Kalau Neng diem aja berarti bener kan?" Tanya Ujang meyakinkan jawaban Diani.

"Bukan begitu Kang, kejadiannya tidak seperti yang Akang bayangkan," jawab Diani.

"Hmm, ayo pulang..!" Ajak Ujang, tak lupa dia pun mengambil makanan yang dipesan Diani lalu membayarnya.

Diani hanya mengikuti suaminya dari belakang, dia tidak berani berjalan menyusul sang suami karena dia tahu kalau dia melakukan kesalahan.

Selama dalam perjalanan pulang suasana didalam mobil itu hening, tak ada yang memulai pembicaraan. Ujang masuk lebih dulu kemudian merebahkan tubuhnya di kasur lantai di tengah rumah, dia memang sudah biasa tidur disana.

Diani pun masuk ke dalam kamarnya, bukannya ini waktu yang tepat aku untuk berterus terang kalau aku ingin bercerai dengannya? Tapi…, kenapa aku merasa tidak rela jika Ujang menganggap aku wanita yang buruk, wanita durhaka, aaarrrggghhh… batin Diani.

***

Setelah kejadian itu Ujang berubah, dia cuek sekali pada Diani, tidak bertanya apapun, mereka seperti dua orang asing di dalam rumah, Ujang juga sering keluar rumah, dia akan mengunjungi temannya yang bernama Siska dan jika malam dia akan meronda bersama Pak RT dan yang lainnya.

Ujang bilang, dia ada pekerjaan sampingan di kota bersama Siska, dia sangat sibuk sampai-sampai Diani pun jarang melihat Ujang di kontrakan, bahkan dia akan pamit beberapa hari ketika masa panen tiba. Penampilan Ujang juga semakin hari semakin berubah, gayanya semakin modis dan dia bisa menyesuaikan diri di kota, mungkin karena sudah sebulan lebih dia di kota.

Suatu malam Ujang pulang ke kontrakan setelah pulang dari kampung halamannya, dia membawa sebagian hasil panennya untuk dibagikan ke tetangga, jagung akan dibawanya ke pos ronda untuk dibakar dan dimakan bersama, hari-hari Ujang dinikmati sebahagia mungkin olehnya dengan caranya sendiri, dia tidak mau memusingkan pikirannya memikirkan istri yang memang tidak mengharapkannya, biarlah waktu yang menjawabnya.

Tok

Tok

Tok

"Assalamu'alaikum," Ujang mengetuk pintu dan mengucapkan salam, dia tahu Diani ada di dalam dan pintu memang terkunci dari dalam.

"Waalaikumsalam, eh Akang sudah pulang dari kampung, Emak sama bapak sehat Kang?" Tanya Diani, dia refleks bertanya seperti itu karena memang ingin tahu keadaan orang tuanya, biasanya dia hanya akan membuka pintu dan berlalu pergi.

"Alhamdulillah baik, Akang gak disiapin minuman nih? Akang haus," ucap Ujang, dia kemudian masuk dan duduk santai di sofa.

Diani kemudian berlalu pergi ke dapur tanpa mengatakan apapun lagi, setelah itu Diani kembali dengan dengan segelas teh manis hangat dan satu gelas air putih, Diani malas bertanya minuman apa yang diinginkan suaminya itu, dia memilih mengambil dua jenis minuman sekaligus.

Diani kemudian duduk berhadapan dengan Ujang atas permintaan suaminya. "Ada apa Kang?" Tanya Diani.

"Gapapa, ini ada uang tambahan karena Akang kan kerja sampingan juga disini, ada juga uang panen hasil kemarin yang Alhamdulillah panennya melimpah," ucap Ujang memberikan amplop coklat itu.

"Tapi uang kemarin masih ada, itu cukup kok," jawab Diani menolak pemberian Ujang, lagipula Diani sadar diri kalau dia tidak berhak menuntut nafkah lahir sementara nafkah batin saja tidak dia penuhi.

"Gapapa, simpan aja Neng, Neng Ani kan bisa menyimpannya di bank..!, Ambil saja siapa tahu nanti Neng butuh uang itu," jawab Ujang, dia meninggalkan Diani sendirian, Ujang berniat mandi air hangat di malam hari meninggalkan Diani yang sekarang sedang bingung.

***

Saat pagi tiba, Diani melihat Ujang yang sedang sibuk dengan buku catatannya, entah dia sedang apa, tapi Diani mengira jika Ujang sedang menghitung keuntungan hasil panennya.

Kenapa semakin hari Ujang semakin rapi, rambutnya rapi, bajunya juga rapi dan modis, sepertinya dia menyetrikanya sendiri, dia sudah tidak terlihat seperti orang kampung lagi, hanya nada bicaranya saja sih, batin Diani.

"Kerja Neng?" Tanya Ujang.

"Iya Kang," jawab Diani.

Setelah itu tidak terdengar suara dari Ujang, dia fokus kembali ke catatannya, terlihat ponsel Ujang bahkan baru, membuat Diani merasa ada yang aneh dengan suaminya itu.

Namun Diani yang tidak mau terlambat bekerja, dia pun segera berangkat ke kantor seperti biasanya meski ada perasaan yang aneh mengenai Ujang ini, perasaan yang mengganjal, Diani merasa ragu untuk meminta cerai dan ragu juga jika harus bersuamikan Ujang, dia masih mencari jawaban di dalam hainya.

Hingga akhirnya dia sampai di kantor, seperti biasa kini dia sedang duduk didepan laptop dengan setumpuk pekerjaan. Dia begitu fokus sehingga tidak menyadari Nandra yang kini sudah ada dihadapannya.

"Hmm, bagaimana keputusanmu tentang pernikahan kontrak kita?" Tanya Nandra.

Deg

"Sejak kapan Bapak ada disini?" Tanya Diani.

"Tak penting sejak kapan aku ada disini, aku hanya ingin jawaban tentang pernikahan kontrak kita, jadi bagaimana?" Tanya Nandra dengan tatapan serius.

"Bukannya Bapak memberi waktu untuk saya berpikir selama 3 bulan? Ini belum waktunya pak," jawab Diani.

"Oke, kamu memang pengingat yang baik," jawab Nandra kemudian berlalu pergi.

Diani kini merasa lega, dia menghembuskan nafasnya pelan, "syukurlah dia sudah pergi," gumam Diani. Aku merasa tidak bisa kehilangan pekerjaan ini tapi… apakah aku harus mengorbankan pernikahanku? Aku merasa tidak bisa menyakiti hati Ujang yang sudah sangat baik padaku, tapi pak Nandra juga tampan dan kaya setidaknya aku bisa membungkam mulut Sesil dan bisa membanggakan suamiku pada orang lain, batin Diani.

Saat ya jam makan siang, Diani pergi ke kantin yang ada di kantor, dia sedang malas berjalan jauh, dan tiba-tiba Nandra ikut duduk di meja makan bergabung dengan Diani, wanita itu benar-benar merasa canggung. Ketika sedang makan dia melihat sosok lelaki yang dia kenal, lelaki itu berjalan berdampingan bersama Sesil.

"Apa itu benar-benar Ujang?" Gumamnya pelan.

"Kamu bicara apa Diani?" Tanya Nandra.

"Hehe, saya tidak bicara apapun, apa bapak sebaiknya makan dengan yang lain saja? Gak enak kan makan sama karyawan seperti saya, bapak bisa makan dengan Pak Cahyo, dia kan direktur keuangan disini, kenapa malah duduk disini?" Tanya Diani, dia sebenarnya ingin mengusir Nandra namun tidak bisa berkata terus terang.

Nandra mengabaikan ucapan Diani, dia malah melanjutkan acara makannya, wanita itu pun berniat pindah dan memilih meja lain sebelum Ujang menghampirinya dan Nandra. Tapi justru Sesil berhasil mencegah itu semua.

"Eits mau kemana kamu Diani? Apa kamu takut suamimu tahu kalau kamu selingkuh di belakang dia?" Tanya Sesil.

Deg

Diani begitu kaget, dia bisa menduga apa yang selanjutnya dilakukan oleh Sesil, seharusnya dia jujur lebih awal pada Nandra, itu pasti akan lebih baik dan tidak menimbulkan keributan seperti ini.

Nandra pun menoleh ke arah Sesil dan Ujang, "kamu mau apa kemari? Ini bukan tempat umum yang bisa dimasuki sembarang orang Sesil," ucap lelaki itu pada Sesil dengan nada tidak suka.

"Aku mau ketemu kamu Kak, dan dia mau ketemu istrinya, ya sekalian aja kan? Dia bilang mau ketemu Diani istrinya, tuh…," jawab Sesil sambil menunjuk ke arah Diani yang sudah berdiri.

Nandra menatap Ujang dan Diani secara bergantian, dia mencari kebenaran di kedua bola mata mereka, membuat Diani gemetar karena takut ketahuan dan bisa-bisa dia viral karena kini banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, sementara Ujang bersikap biasa saja tapi beberapa detik kemudian setelah memastikan itu Diani istrinya, dia berjalan mendekat Diani dan mencoba menarik tangannya.

"Apa yang kamu lakukan pada Diani?" Tanya Nandra.

Bersambung…..

Terpopuler

Comments

Merry Dara santika

Merry Dara santika

diani udah di kasih suami baik seperti ujang malah mau milih lelaki lain. kalo soal tampan kan bisa di rubah wajah ujang pakai skane care gt

2023-02-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!