Aku mencoba mengangkat panggilan telepon dari Bosku dengan mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, semoga ini bukan akhir segalanya.
"Halo Pak…," jawabku pelan.
"Diani, kamu kenapa tidak masuk kerja tanpa memberi kabar? Apa kamu mau saya pecat hah?" Teriakan Bosku yang galak membuat kupingku terasa sakit.
"Iya maaf Pak, saya mendadak pulang kampung karena ada sesuatu urusan yang mendesak kemarin sore, saya lupa kalau belum menghubungi bapak," ucapku beralasan.
"Saya gak mau tahu, besok kamu harus masuk kerja!" Ucap Bosku lalu mematikan telepon itu, sungguh menyebalkan bukan? Aku juga sebenarnya sudah tidak tahan dengan dia, namun aku belum punya batu loncatan jika aku keluar dari pekerjaanku ini.
Aku tidak mungkin pulang ke kota malam ini, apakah aku harus merelakan pekerjaan ku dengan gaji yang lumayan besar itu?
Aku yang lelah merebahkan tubuhku diatas ranjang yang empuk itu, sepertinya emak telah mengganti kasur lama ku dengan yang baru untuk menyambut kepulangan ku dan menikahkanku, sungguh sudah terencana dengan baik.
***
"Neng, bangun..! Belum shalat ashar, itu ajakin Ujang juga, dia diluar dari tadi ngobrol sama bapak, pintu juga dikunci, untung emak punya cadangannya, tong kitu atuh Neng..!" Ucap emak padaku, padahal aku bermimpi sedang ada dikota dan berharap pernikahan inilah yang hanya sekedar mimpi buruk.
"Iya Mak, aku mau mandi terus shalat ya Mak," ucapku lalu bangkit.
Karena kamar mandi ada dibelakang rumah, aku membawa sekalian baju gantiku, aku tidak mau memakai handuk dan melewati Ujang, bisa-bisa aku di hap sama dia, ih… ngeri.
Setelah selesai mandi aku tentu melewati tengah rumah dimana disana ada Ujang, aku tak menghiraukannya, aku lewat saja tanpa permisi lalu masuk ke kamar dan ku kunci lagi pintunya, enak saja kalau dia sampai masuk kesini, tak akan aku biarkan.
Lima belas menit kemudian aku keluar, aku berbicara pada bapak kalau aku harus pulang malam ini karena pekerjaan yang tak bisa aku tinggalkan begitu saja.
"Tapi Neng, Bapak khawatir kalau kamu pulang malam, kamu kan sudah punya suami, biarlah Ujang yang menafkahimu, kamu tinggal disini sama Bapak dan emakmu..!" Ucap Bapak.
Aduh, aku masih mampu bekerja, aku tidak mau meminta uang pada kang Ujang, nanti bisa besar kepala kan dia, kalau aku menuntut nafkah lahir sama dia, pasti dia minta nafkah batinnya bukan? Oh No.
"Bapak, Diani senang bekerja disana, masih betah Pak," ucapku merayu bapak, aku sedikit mengeluarkan air mata buaya ku.
"Gimana ini Ujang? Bapak sih gimana kamu aja, kamu ikut aja sama Diani ke kota..!" Ucap Bapak yang mampu membuatku kaget setengah mati.
Apa? Dia ikut? Aku seperti punya anak kecil saja yang menempel kesan kemari, dia pasti tidak akan bekerja disana, lalu dia mau ngapain ikut segala? Merepotkan.
***
Sekitar pukul 8 malam akhirnya aku dan Ujang memutuskan pergi ke kota ke kontrakan yang disewa, kita akan tinggal disana untuk sementara waktu, kami berangkat dengan menggunakan mobil pick up yang biasa Ujang gunakan untuk membawa hasil panennya.
"Lebih enak naik mobil kan Neng, daripada Naik bus kan ribet?" Tanya Ujang padaku.
"Hmm, iya," jawabku, padahal aku lebih suka naik Bus yang ada AC nya, mobil ini panas, belum lagi sedikit bau karena bagian belakang yang belum dibersihkan, sungguh keterlaluan memang suamiku ini.
"Mas, kapan sampainya kalau kamu bawa mobil pelan banget kaya gini?" Keluhku pada Ujang yang lelet kaya siput, lebih baik aku naik becak aja sekalian kalau jalannya gini.
"Demi keselamatan kita Neng," jawabnya sambil tersenyum.
Oh astaga, apa dia pikir aku akan terpesona? Bahkan menurutku senyumnya itu tidak manis sama sekali, tapi membuatku mual, oh tidak.. aku sepertinya aku mual beneran deh karena masuk angin.
"Kang, ada kantong kresek gak?" Tanyaku sambil menahan mual.
"Buat apa Neng?" Tanyanya, menyebalkan bukan, apa dia mau aku sampai memuntahkan isi perutku disini.
"Cepetan..!" Teriakku yang mampu membuat Ujang memberikan kresek itu dengan cepat.
Akhirnya aku merasa lega karena berhasil memuntahkannya, Ujang yang panik memberhentikan mobilnya di sebuah warung kecil, dia membeli minyak angin dan teh manis hangat.
"Ini Neng minum dulu..!" Ucapnya sambil memberikan segelas teh hangat.
Aku mengambilnya perlahan, meminumnya sedikit demi sedikit hingga semuanya habis, tak lupa aku pakai juga minyak angin itu.
Alhamdulillah aku sudah merasa lebih baik, lumayan juga dia bisa peka, dia sedikit berguna.
"Sudah baikkan Neng?" Tanyanya.
"Iya, ya udah cepetan jalan lagi..! Aku gak mau kalau sampai terlambat, besok aku harus kerja," ucapku ketus.
Ujang hanya menjawab iya lalu menjalankan mobilnya lagi hingga kita sampai di kota pukul 1 dini hari, suasana kontrakan sudah sangat sepi, kami pun langsung masuk.
Ujang membawa semua barang-barang masuk, sementara aku terbaring dengan selimut tebal yang membuat tubuhku hangat, nyamannya...
"Geser atuh Neng..!" Ucap Ujang yang tiba-tiba berbaring disebelah tubuhku, aku yang kaget tentu saja langsung menoleh dan bangkit lalu duduk.
"Astagfirullah, Akang ngapain disini?" Tanyaku dengan kesal, bisa-bisanya dia masuk dan tidur seenaknya, dasar mesum.
"Lah, ini kamar kita kan Neng?" Tanyanya yang membuat aku sadar dengan kenyataan ini kalau aku sekarang adalah istrinya.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Merry Dara santika
kenpa emak nya malah di jdohkan sama ujang. kan blm nanya diani itu masih suka atau enggak
2023-01-19
2