Diani membuka perlahan amplop itu dan dia terkejut karena isinya uang dengan jumlah yang banyak.
"Ini uang buat apa Kang?" Tanya Diani heran.
"Buat nafkah bulanan Neng," jawab Ujang dengan santainya.
"Tapi ini terlalu banyak Kang?" Jawab Diani tak percaya, dia pikir dia yang akan membiayai Ujang dan menjadi tulang punggung, ternyata tidak. Ujang memiliki rasa tanggung jawab juga padanya.
"Itu sebagian hasil panen, buat Neng aja. Kalau bisa Neng berhenti kerja aja kalau cape, insya Allah tiap bulan Akang akan memberikan jatah yang jumlahnya sama karena Akang panen setiap bulan karena memang menanam tanaman yang berbeda-beda, tapi jika memang Neng masih mau kerja ya Akang gak bisa melarang, silahkan aja..!" Jawab Ujang.
Diani tidak langsung menjawab lagi, dia malah melamun karena saking tidak percayanya dengan apa yang dia dengar, ternyata Ujang begitu pengertian, tidak mengekang hidupnya juga, bahkan mengerti jika dirinya belum bisa memberi nafkah batin.
Hanya satu kurangnya kamu Jang, kurang taman, eh tapi.. tetap saja dia ndeso, batin Diani.
"Lalu, untuk orang tua Akang di kampung gimana? Gapapa Kang, aku ambil secukupnya aja," ucap Diani.
"Itu juga sudah dibagi-bagi, bahkan udah Akang tabung sebagian, pake aja Neng dan kalau Neng mau pindah, kita bisa beli rumah baru yang lebih nyaman, bagaimana?" Tanya Ujang lagi.
Astaga, dia benar-benar akan membelikanku rumah? Dia royal juga padaku, aku seakan diratukan olehnya, tapi maaf Jang, hati ini masih belum tersentuh, batin Diani.
"Gapapa Kang, disini aja dulu, aku masih nyaman dan malas berbenah lagi, uang ini akan aku simpan," jawab Diani beralasan, dia kemudian membawa uang itu masuk ke dalam kamarnya. Sebenarnya dia hanya tidak ingin suatu saat nanti Ujang mempermasalahkan uang yang keluar untuk dirinya.
Diani duduk ditepi ranjang, ditatapnya amplop berisi uang itu, dia bingung apakah harus memakai uang itu atau tidak.
Memang nafkah ini lebih dari cukup, bahkan lebih dari gajiku sebulan, tapi…, batin Diani.
***
Keesokan harinya Diani pergi bekerja, dia memutuskan untuk tetap bekerja meski dia mempunyai uang dari suaminya itu untuk bertahan hidup bahkan bisa membiayai orang tuanya juga, Diani akan menyimpannya tanpa menggunakannya untuk berjaga-jaga jika nanti dia cerai Ujang akan menagih balik yang itu.
"Kerja Neng?" Tanya Ujang tiba-tiba.
"Eh Akang, kebiasaan deh ngagetin mulu, iya… tapi aku sarapan nanti aja, di depan kantor banyak yang berjualan kok," jawab Diani.
"Oh, padahal udah masak, apa mau Akang anterin aja?" Tanya Ujang, wajah Ujang yang semula sedih karena makanan buatannya tidak disentuh istrinya kemudian dia memperlihatkan wajah berbinar berharap bisa mengantar sang istri.
Gimana ini, apa aku tolak lagi? Tapi kok melihat wajahnya aku jadi kasihan ya? Mana kemarin udah baik ngasih aku uang banyak, gimana dong? serasa jadi istri dzolim deh, Batin Diani.
"Emm gimana ya, emang Akang mau anterin pake apa?" Tanya Diani.
"Ya mobil Akang yang diparkir di luar lah Neng, apa Neng malu? Yaudah nanti Akang beli mobil yang bagus deh biar bisa anterin istri Akang," jawab Ujang dengan lesu, dia kecewa.
Aduh, kok aku jadi ngerasa makin kejam ya sama dia, gimana dong? Astaga serba salah banget deh, batin Diani.
Diani sebenarnya gengsi jika dia diantar menggunakan mobil Ujang yang biasa dipakai mengangkut hasil panen, tapi dia tidak mau membebani Ujang untuk membeli mobil baru, dan jika lelaki itu mampu membelinya pun, itu pasti akan membuat Diani merasa bersalah nantinya jika dia menuntut cerai, dia tidak mau disebut wanita matre dan hanya memanfaatkan Ujang.
"Yaudah ayo? Tapi mobilnya sudah dicuci kan?" Tanya Diani lagi, dia tidak mau kalau sampai kantor malah bau kambing, bau jengkol atau bau yang lainnya.
"Udah wangi kok Neng," jawab Ujang sambil tersenyum senang, menampilkan lesung pipi di kedua pipinya itu.
Hem, itu lesung pipi bikin nagih lihatnya deh, astaga… apa aku menyukai lesung pipi Ujang? Jangan! Aku tidak boleh tertarik dengan dia sedikitpun, batin Diani.
"Yaudah ayo..!" Ajak Diani, dia berjalan lebih dulu kemudian disusul oleh Ujang yang mengambil kunci mobilnya.
Sepanjang perjalanan Ujang senang, dia terus saja mengajak Diani bicara, melemparkan beberapa pertanyaan meski pertanyaan itu tidak dijawab atau hanya dijawab sesingkat mungkin oleh Diani.
Ujang tetap saja memasang wajah manisnya meski Diani cuek padanya, lelaki itu begitu sabar menghadapi Diani. Meski jauh di lubuk hatinya dia merasa sakit hati karena seakan tidak diakui sebagai seorang suami.
Setengah jam berlalu akhirnya mereka sampai, Diani menyuruh Ujang menghentikan mobil itu agak jauh dari kantornya.
"Disini Neng?" Tanya Ujang meyakinkan Diani.
"Iya, disini aja, aku mau beli sarapan dulu," jawab Diani.
"Akang temenin ya?" Ajak Ujang sambil tersenyum berharap Diani mau.
"Gak usah Kang, Akang pulang aja!" Jawab Diani ketus, membuat Ujang menyerah dan tidak membujuk Diani lagi.
Saat Diani turun, kebetulan sekali ada temannya yang lewat, wanita itu menyapa Diani, tersenyum juga pada Ujang.
"Dia siapa Diani?" Tanya Fara.
"Emm itu tetanggaku Far, biasalah dia ngajakin karena kebetulan dia mau lewat sini juga, aku ikut aja karena aku juga gak mau telat karena harus cari sarapan dulu," jawab Diani tanpa memperdulikan perasaan Ujang, dia sengaja agar Ujang menyerah dan menceraikannya.
Deg
Ujang hanya diam, kemudian dia melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan lelaki itu terlihat sedang memikirkan sesuatu, terlihat jika lelaki itu sesekali memijat pangkal hidungnya. Ujang sepertinya merasa banyak beban pikiran.
Setibanya di kontrakan, Ujang membereskan baju-bajunya ke dalam koper miliknya, disusunnya baju itu dengan rapi. Ujang menutup koper itu dengan mata berkaca-kaca.
Apakah seburuk itukah aku dimatanya, hingga dia tidak mau mengakui aku sebagai suami? Apakah semua harus dilihat dari luar saja? Bukankah yang terpenting itu hati bukannya fisik?, Batin Ujang.
Dia membawa koper itu di tengah rumah, kemudian menelpon seseorang di seberang sana, "Berikan alamat lengkapnya! Aku akan segera kesana."
"Wah jadi nih? Oke aku share Lokasi ya..! Pokoknya aku akan membuat kamu puas," jawab seorang wanita di seberang sana.
"Hmm, aku percaya padamu, aku mau kamu melakukan yang terbaik, jangan kecewakan aku!, aku sedang frustasi sekarang," jawab Ujang.
"Hahaha, tenang saja asal sesuai bayarannya saja!" Jawab wanita itu.
Tut
Panggilan pun terputus, Ujang menunggu pesan dari wanita tadi, setelah itu dia pergi menggunakan mobil kesayangannya.
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Cen Li
waduh ujang mulai beraksi
2023-08-24
0
Merry Dara santika
wah ternyata ujang tidak sepolos itu. apa ujang bermain dengan wanita lain
2023-02-07
1