Pacar?

Aku yang merasa tubuhku lengket penuh keringat, aku pun bergegas mandi, setelah selesai aku mendengar suara ponselku berdering lagi, padahal aku sedang tidak ingin menjelaskan apapun pada emak.

Kulangkahkan kaki untuk mengambil ponsel itu, aku juga mengunci pintu agar Ujang tidak masuk ke kamar karena aku memang butuh waktu untuk mandi dan mengganti pakaian.

Astaga, ternyata bukan emak.

"Hallo Pak," ucapku mengangkat telepon dari Pak Nandra yang galak itu.

"Kamu dimana? Aku sudah mengirim lokasi pertemuan kita, jangan bilang kalau kamu lupa dengan persyaratan tadi siang!" Pak Nandra terdengar kesal.

Ah.. aku benar-benar lupa, tapi aku tidak boleh jujur, bisa-bisa telingaku panas karena ceramahnya dan aku terancam dipecat juga.

"Sa-saya di jalan Pak, macet ini Pak, tunggu 20 menit lagi Pak!" Ucapku langsung menutup telepon itu, aku bergegas mencari baju yang paling bagus, aku mencari sepatu dan tas yang senada dengan warna bajuku.

"Aw, kakiku," teriakku saat ujung kaki ini terbentur lemari, betapa melelahkannya hari ini, betapa tersiksanya aku akhir-akhir ini.

Aku mengambil alat make up ku, aku akan berdandan di dalam taxi saja karena waktu yang tak memungkinkan, sementara rambutku sudah tertata rapi.

Saat aku keluar, kulihat Ujang tertidur di sofa, aku hanya meninggalkan selembar surat untuknya kalau aku ada lembur malam ini, aku tidak tahu kalau dia punya ponsel atau tidak, aku pikir sih tidak karena dia tinggal di desa, atau hanya ponsel biasa dan menurutku bisa mungkin ya dia membaca tulisanku yang rapi itu, seperti tulisan dokter karena aku terburu-buru, keterlaluan sih jika Ujang tidak bisa membacanya.

Aku bergegas pergi, aku membutuhkan waktu 30 menit selama perjalanan, ponselku berdering terus menerus, ya .. Pak Nandra sepertinya mulai marah karena aku terlambat, aku yang tidak mau mendengar omelannya, aku mengabaikan panggilan itu, aku hanya fokus pada bedak dan lipstik ku, satu kata untukku, CANTIK.

Aku memastikan sekali lagi alamat yang diberikan Bos padaku, setelah aku yakin, aku pun segera turun, aku yang mendapat panggilan dengan cepat aku mengangkat telepon itu.

"Iya pak, saya baru sampai, ini ada didepan," ucapku, namun ada tangan seseorang yang menarik tanganku membuatku kaget bukan main.

"Hey Diani, cepat!" Ucap Pak Nandra yang masih memegang tanganku, astaga buat apa dia meneleponku kalau dia ada di dekatku? Menyebalkan.

Aku mengikuti langkahnya yang begitu cepat, aku sampai tidak bisa mengimbanginya karena aku kesulitan dengan sepatuku yang berhak tinggi.

Bisa-bisa kakiku lecet nih, iya aku tahu Bos mah bebas, tapi gak gini juga kan? Aish…

Hingga kami akhirnya berhenti, dan aku mulai mengatur nafas ku yang mulai habis, "hah, hah…,"

"Mah, ini Diani pacarku," ucap Pak Nandra pada wanita paruh baya di hadapan kami.

Apa? Kenapa dia tidak memberitahuku sebelumnya? Pacar? Mana mau aku jadi pacar cowok super jutek dan galak ini, meski tampan tapi itu tak berguna sama sekali.

Aku hanya tersenyum kikuk, aku masih dalam keadaan kaget, aku mengangguk kecil saat beliau bertanya.

Aku merasa dijebak oleh atasanku, bukankah aku sudah menikah? Ya.. ini pasti akan menjadi masalah yang semakin rumit kedepannya, aku pasrah saja lah, aku tidak mungkin mundur juga, memang sejak hari itu dimana aku menyandang status istri dadakan, aku merasa kehidupanku kacau balau.

Selama satu jam kami makan dan sedikit berbincang-bincang, aku berpura-pura menjadi wanita jaim, pendiam, dan elegan. Padahal aslinya sih kebalikan dari itu, ini demi pekerjaan ya.. pekerjaan.

Akhirnya ibu si Bos kejam itu pulang lebih dulu, aku menghembuskan nafas panjangku, aku sedikit merasa lega karena merasa Bos ku menjadi ganda, ibu dan anak sama persis, menyebalkan.

"Kamu boleh pulang, tugasmu sudah selesai!" Ucap Pak Nandra padaku, sungguh keterlaluan bukan? Tidak ada kata terimakasih yang terucap, padahal aku menyelamatkan harga dirinya, tanpa kehadiranku maka Bos kejam itu akan menyandang status jomblo.

"Baik Pak," jawabku lalu menunduk, aku bergegas pergi tanpa menunggu tawaran darinya karena aku yakin dia tidak akan berinisiatif mengantarku dengan mobil mahalnya.

Aku pulang menggunakan taksi, bahkan dia tidak memberiku ongkos pulang, sudah kejam, pelit lagi, pantas saja dia menjadi jomblo akut.

***

Aku lelah sekali, pikiranku penuh dengan masalah akhir-akhir ini, hari-hariku tidak sedamai sebelumnya.

Aku membuka pintu kontrakan, loh kok gak dikunci ya? Aku ceroboh sekali.

Aku masuk dengan mata yang bahkan sudah terasa berat, aku masuk ke dalam kamar yang dalam keadaan gelap, aku yang terbiasa tidur hanya dengan lampu kecil di pinggir ranjang, aku pun hanya menyalakan lampu itu dan kujatuhkan badanku diatas ranjang.

Nyamannya, kupeluk guling di sebelahku, aku lelah dan seketika aku tertidur dengan pulasnya.

***

Saat subuh datang, alarm ponselku berbunyi, saat aku berusaha mengambil ponselku, ada yang aneh, aku merasa aku memegang tangan seseorang, aku mulai merinding, bulu kudukku saja sampai berdiri, aku tak mampu membuka mataku, aku hanya beristighfar dalam hati.

Ini kan subuh, masa sih ada dedemit?

"Neng, kenapa tangannya kok dingin begini, gemetar lagi?" Tanya seseorang padaku, sebentar.. aku sepertinya mengenal suara itu.

"Akkhhh… Kang Ujang, ngapain ada dikamar aku sih?" Tanyaku yang bahkan kini sudah berdiri dipinggir ranjang karena begitu kagetnya, aku lupa kalau aku sudah tidak tinggal sendirian lagi, pantas saja malam tadi kontrakan tak dikunci.

"Akang kan suami Neng, semalam juga Neng meluk Akang, hehehe…," jawabnya sambil tersenyum malu-malu, ya… terlihat samar namun aku bisa melihat wajahnya dengan lampu tidur di dekat kami, Ujang tidur dengan selimut menutupi badannya.

"Ih, aku meluk guling bukan Akang," jawabku yang memang tidak merasa memeluknya.

"Hmm, gapapa Neng gak ngaku juga yang penting masih terasa dan masih tercium parfum Neng Ani, hehe.." jawab Ujang lagi yang mampu membuatku bergidik ngeri.

"Diani Kang, bukan Neng Ani! Nama Neng Ani aku sungguh tidak suka, terlalu Ndeso," ucapku kesal, entahlah jika emak yang memanggil begitu aku tidak marah sama sekali, tapi kalau Ujang yang memanggil rasanya beda, jika emak memanggil penuh dengan rasa sayang dan aku menyukainya.

Aku pergi untuk menyalakan saklar lampu, berniat ke kamar mandi untuk mandi lalu melaksanakan ibadah dua rakaat.

"Neng ..," panggil Ujang, dan aku memutar badan ku dengan malas, aku menghampirinya.

"Apalagi Kang?" Tanyaku menatap wajah Ujang.

"Hahahahaha……," aku tak kuasa menahan tawa, ampuni hamba ya Rabb karena menertawakan suami sendiri, aku berharap aku gak kualat tapi ini sungguh lucu, sayang jika dilewatkan, mubadzir.

Bersambung ….

Terpopuler

Comments

Merry Dara santika

Merry Dara santika

lanjut lagi

2023-01-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!