Buku Nikah

Aku kini berdiri di hadapan lelaki yang sedang diikat, wajahnya lebam dan bengkak, sebentar aku seperti mengenalnya.

"Neng, tolong Akang..!" Ucapnya dengan suara pelan.

"Astaga, kang Ujang, kenapa bisa babak belur begini?" Tanyaku antara penasaran dan menahan tawa, sungguh aku tak sanggup menahan tawaku lagi.

"Hahahaha…, ya ampun itu wajah atau apa?" Aku tertawa terbahak-bahak membuat semua orang menatap padaku, aku menelan ludah melihat mereka menatap seakan menuntut sebuah penjelasan.

"Jadi dia siapa Diani? Kamu kenal? Kamu membawa lelaki ke kontrakan saya tanpa izin? Kami berzin@ sama lelaki ini?" Tanya Bu Kartini yang tiada hentinya.

Astaga aku bahkan lupa karena waktu datang kan sudah larut malam.

"Maaf Bu, kemarin kami datang tengah malam jadi mau izin juga pasti ibu sudah tidur," ucapku, namun ibu Kartini malah semakin marah karena mendegar jika aku sengaja membawa lelaki tengah malam.

Astaga hari ini benar-benar kacau sekali, "Bu, dia, dia itu, emm dia suamiku Bu," ucapku yang akhirnya bisa aku keluarkan meski dengan susah payah, aku belum bisa menerima Ujang menjadi suamiku, berharap dia menceraikan ku dalam keadaan masih perawan, ya.. itulah doaku.

"Apa? Ibu gak percaya, mana mungkin suami kamu modelnya begini? Apa kamu dibayar sama lelaki hidung belang ini?" Ucap Bu Kartini lagi yang membuat aku pusing tujuh keliling karena ini sulit dijelaskan, aku saja tak percaya punya suami seperti dia apalagi mereka.

"Kang, akang taruh dimana surat nikah kita?" Tanyaku yang kini fokus menatap wajahnya aku berpikir itulah satu-satunya bukti, tapi... astaga dia lucu, kenapa aku malah ingin tertawa lagi?

"Fftttt….," Aku mencoba menahan rasa geli ini, geli melihat wajahnya.

"Sepertinya ada dirumah Akang Neng, di kampung," jawab Ujang tanpa beban, apa dia tidak memikirkan nasibku sekarang dengan tuduhan keji ini?

"Akang…, kenapa bisa tertinggal, itu dokumen penting kang," teriakku kesal, padahal tadi aku senang karena bisa tertawa.

"Sudah-sudah, kalian jangan main drama lagi, Ibu tahu kalian lagi berbohong, Pak RT bawa saja lelaki ini dan juga Diani sekalian!" Ucap Bu Kartini dengan teganya, membuat kedua kakiku seketika lemas, harus bagaimana lagi aku membuktikan kalau Ujang adalah suamiku?

Aku melihat Ujang yang mulai dipapah menuju rumah kepala desa, aku pun harus ikut bersamanya, sebenarnya kasihan juga si Ujang yang pasti merasakan sakit diseluruh tubuhnya, tapi kan ini salah dia juga.

Kami kini berada di Rumah kepala desa, semakin lama ternyata kerumunan semakin banyak, ibu-ibu kalau masalah gosip memang gercep, gak heran kalau sekarang banyak yang kepo dan liatin aku dan Ujang, padahal aku bukan tontonan, mending artis dengan segudang prestasi dan dipuja-puja, lah ini... , aku hanya berusaha menutup wajahku dengan kedua tanganku.

Kami sedang menunggu kedatangan Raden pegawai Ujang di kampung, dia yang akan mengantarkan surat itu, namun perjalanan dari sana kesini cukuplah menguras waktu, aku dan Ujang bahkan sudah merasa tak karuan sedari tadi mendapatkan tatapan tidak enak dari mereka.

"Mana, gak ada yang nganterin buku nikah? Kalian bohong ya?" Ucap salah satu ibu-ibu.

"Iya nih, pegel tahu nungguin kalian disini," ucap ibu Wiwi yang kutahu dia memang suka bergosip dan berhutang.

"Lagian siapa yang nyuruh nunggu, ibu-ibu yang terhormat kalian bisa pulang sekarang juga..!" ucapku dengan nada kesal, seenak jidat aja dia kalau ngomong, kenapa aku yang disalahkan?, Bukankah mereka yang tidak mau pulang, dasar.

"Ck, kita penasaran Diani, pengen lihat wanita malam kaya kamu digusur sampe kantor polisi," ucap Bu Kiki yang ngomongnya itu loh, mungkin lain kali aku beliin dia saringan buat menyaring ucapannya, bila perlu aku tabokin aja tu saringan ke mulutnya yang suka fitnah.

"Yaelah Bu, bicara tanpa bukti itu fitnah!, Inget umur Bu..!" Ucapku dengan kesal, sampai aku berbicara kelewatan seperti itu, tapi bukankah mereka yang memulai?.

"Sudah Neng jangan berbicara begitu, mereka tetaplah orang yang lebih tua dari kita..! akang yakin sebentar lagi Raden sampai, kamu yang sabar..!," Ucap Ujang menasehatiku dan berusaha membuatku tenang.

Aku tahu perjalanan sekitar 4 jam, hingga kini seharusnya Raden sudah tiba, aku yang tadinya ingin menyembunyikan status ini karena malu, namun pada akhirnya aku kini menginginkan status itu diketahui banyak orang dan mereka melepaskan kami, sungguh takdir lagi-lagi tidak berpihak padaku.

Untunglah Raden benar datang, semua penonton pun bubar dengan rasa kecewa, apa mereka ingin aku viral? Apa mereka pikir aku ini tontonan menarik?, bahkan dengan kesalahan yang tidak aku lakukan, menyebalkan bukan? Apalagi melihat mereka yang sedari tadi merekam video, awas saja kalau ada yang berani meng-upload sesuatu yang membuatku marah, aku tak segan-segan akan melaporkan mereka.

***

Sesampainya di kontrakan, Ujang mengeluh sakit, aku yang tidak tega dan sebagai rasa kemanusiaan akhirnya aku membantu mengobatinya, mengkompres dan berniat memberinya salep.

Tiba-tiba Emak menelepon, sepertinya emak tahu tentang surat nikah yang tertinggal, pasti Raden mengadu, aku yang tidak ingin menjelaskan sesuatu yang tak perlu aku jelaskan, aku lelah.. aku pun hanya mensilent telepon itu, biarkan besok aku yang menelpon emak dan menjelaskannya.

"Neng, salepnya..!" Ucap Ujang, sepertinya lelaki di hadapanku ini sengaja bersikap manja, memanfaatkan keadaan ini, aku yang kesal mengoleskan salep dengan kasar bahkan aku sengaja menekannya dengan keras.

Tanpa sengaja tanganku menyentuh ponselku, membuat panggilan dari emak terangkat.

"Aw… aw… sakit Neng, pelan-pelan dong..!" Ucap Ujang sambil meringis kesakitan.

"Maaf kang," emang enak, aku tertawa dalam hati.

"Lagi Neng, enak pake itu, tapi pelan-pelan ya..!" Ucap Ujang yang tidak ada kapoknya, apa harus ku siksa lebih kejam lagi?

"Iya kang, padahal udah pelan kok, Akang aja yang Lebay..!" Ucapku dengan nada kesal.

Saat ku menoleh ke arah ponsel, betapa terkejutnya aku, langsung saja ku tekan tombol tutup pada layar.

Astaga, semoga Emak tidak salah paham.

"Ada apa Neng, kok berhenti ngobatinnya?" Tanya Ujang.

"Ahh… gara-gara Akang ini mah," ucapku kesal dan berlalu pergi menuju kamar, aku merasa hidupku semakin kacau sejak menikah dengannya, dan aku dibuat terkejut lagi saat melihat kamarku yang berubah total, oh astaga.

"Kang Ujang....," teriakku dari kamar.

Bersambung…

Terpopuler

Comments

Merry Dara santika

Merry Dara santika

hha pasti pikiran emak nya diani udah kemana2 tuh

2023-01-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!