Ujang terlihat berlari menuju depan kontrakan, dia mengelus-elus kambing yang bernama Kiki itu, terlihat dia menangisi Koko yang telah dia makan.
"Koko…," Isak tangisnya yang bisa kudengar, ingin aku menghampirinya tapi aku takut, pasti Ujang marah sekali padaku.
Aku masuk kembali ke kamar, aku langsung tidur saja agar bisa menghindari Ujang, lagi pula besok aku kerja, jadi aku harus tidur lebih awal, ku dengar suara kambing yang terdengar lirih, pasti itu suara si Kiki, astaga aku seperti telah mendzolimi Ujang dan juga istrinya si Koko itu deh, ah sudahlah aku pakai hadset saja biar tak terdengar.
Aku pun tidur dengan hati yang masih gelisah memikirkan kesalahanku, seharusnya aku memang bertanya terlebih dulu padanya.
Ketika subuh, aku sudah tak melihat Ujang dimanapun, dia mungkin pergi ke mesjid pikirku.
Namun saat pagi hari, Ujang belum juga muncul sementara aku sudah siap berangkat bekerja, biarlah… aku tidak peduli, ku langkahkan kaki keluar kontrakan, aku baru menyadari jika mobil Ujang tidak ada, si Kiki juga tidak ada, kemana mereka?
Apa mungkin mereka jalan-jalan? Atau minggat karena marah sama aku? Gimana nih kalau emak nanyain dia?
Ah sudahlah, kalau dia kabur malah bagus kok, aku pun berangkat dengan hati riang karena Ujang sudah tidak ada.
***
Sesampainya di kantor aku langsung bekerja seperti biasanya, hari ini aku bernyanyi sepanjang hari karena merasa senang bisa menguasai kontrakan ku sendiri, tidak ada yang menumpang lagi.
Ceklek
Terdengar suara pintu terbuka, aku seketika menghentikan nyanyianku.
"Ini baju untuk kamu pakai nanti, saya yakin kamu tidak mampu membeli baju yang bagus jadi aku berikan ini padamu, eits.. tapi setelah pertemuan itu kamu kembalikan bajunya dalam keadaan bersih, oke!" Ucap Pak Nandra kemudian keluar dari ruanganku tanpa menunggu jawaban dariku.
Astaga, menyebalkan sekali bukan? Dia pikir aku semiskin itu apa?
Aku membuka kado itu, kulihat baju yang begitu bagus dan indah, Aku suka, namun karena ini hanya pinjaman aku mengelus-ngelus baju itu, merapihkannya lagi dan memasukkannya ke tempat semula, aku akan mencobanya nanti di kontrakan.
Ponselku bergetar, ternyata ada pesan masuk dari nomor yang tak dikenal.
(Neng, Akang pulang kampung dulu, mau nganterin Kiki, kasian dia kalau di kota sendirian, Neng jaga kesehatan ya..! Akang mungkin akan sedikit lebih lama di kampung, karena masa panen juga Neng.)
Oh Ujang, bagus deh kalau dia lama dikampung, kambing aja dianterin segala, males juga kalau dibalas, biarin aja lah.
***
Sesampainya di kontrakan aku tidak melihat mobil Ujang, aku sekarang yakin kalau dia benar-benar pergi.
Aku merebahkan diri dikasur, jika biasanya Ujang akan bertanya ini dan itu tentang pekerjaanku, kini terasa sepi, ah ini hanya perasaanku saja.
***
Tiga hari berlalu Ujang belum kembali juga, emak juga tidak menelpon memberi tahu kabar disana, ini sedikit aneh, aku pun mencoba menelpon emak dan sekedar bertanya kabar, siapa tahu aku dapat informasi.
"Assalamu'alaikum neng, sehat?" Tanya emak.
"Sehat mak, Alhamdulillah, emak sama bapak sehat kan?" Tanyaku lagi.
"Alhamdulillah neng," jawab emak, namun terdengar suara nyaring bapak yang memanggil emak untuk ke rumah Ujang menjenguk Ujang.
"Mak, mau kemana? Jenguk siapa mak?" Tanyaku penasaran.
"Ah gapapa Neng, jengukin sapi bapakmu belum dikasih makan, hehe…," jawab emak yang sedikit mencurigakan.
"Mak…..," panggilku dengan lembut.
"Hmm, iya emak jujur neng, sebenarnya emak mau jengukin Ujang, dia sakit tapi dia bilang Jagan kasih tahu kamu biar kamu gak khawatir dan ganggu kerjaan kamu Neng," ucap emak yang membuatku kaget, karena saat terakhir disini Ujang sehat kok.
"Sakit apa Mak? Ujang bilang mau panen di kampung," tanyaku.
"Asam lambung nya kambuh neng, kayaknya Ujang masih sedih karena dia bilang Koko hilang di kota, makanya si Kiki dibawa pulang biar gak hilang," jawab emak yang mempu membuat rasa bersalah itu muncul lagi, malah semakin merasa bersalah, karena aku yang memberi Ujang makanan pedas, aku juga yang membuat Koko mati.
"Oh gitu ya mak, Neng akan pulang mak ke kampung, tapi dua hari lagi pas Neng libur," ucapku pada emak, aku tidak bisa izin seenaknya, kalau aku izin karena suami sakit tentu bisa, tapi aku merahasiakan statusku itu di kantor.
"Iya Neng, kamu jangan bolos kerja lagi, kata Ujang kamu begitu betah kerja disana, dia tidak mau kalau kamu kena masalah," ucap emak yang mampu membuatku merasa makin tidak enak hati, kenapa Ujang masih saja baik, menutupi kesalahanku, padahal aku memperlakukannya tidak baik disini, aku kira dia akan mengadu.
Akhirnya ku akhiri panggilan itu, aku duduk ditepi ranjang, aku merasa mendengar suara kambing diluar, aku pun berlari untuk memeriksa keluar kontrakan dan rupanya tidak ada si Koko disana.
Ini hanya halusinasi ku karena rasa bersalah.
***
Keesokan harinya aku berangkat bekerja seperti biasanya, namun rasanya berbeda saja tidak ada semangat pagi ini.
Siang itu Pak Nandra menyuruhku pulang untuk bersiap-siap makan bersama ibunya lagi, ketika orang lain masih bekerja, aku malah pulang dan itu membuat yang lain merasa penasaran, tapi aku hanya bilang jika aku izin karena ada keperluan keluarga.
Aku berdandan cukup lama, aku tidak mau mengecewakan Bos ku itu, terlebiha aku ingin tampil menarik, aku ingin mematahkan ucapannya dulu.
Akhirnya aku sampai ditempat itu setelah melalui perjalanan yang cukup lama karena macet, untung aku membawa peralatan make up sehingga aku bisa memperbaiki make up ku di dalam taksi.
"Pak, ayo..!" Ucapku pada lelaki yang sedang mematung itu, namun dia tak menjawab ucapanku, kenapa dengannya? Apa dia terpesona? Hmm kurasa begitu.
"Pak…," panggilku lagi, membuat lelaki itu kaget, dan memalingkan wajahnya.
"Ayo masuk! Kenapa kamu malah diam disitu," ucapnya dengan marah, padahal bukankah dia yang sedari tadi diam? Kenapa aku lagi yang salah? Menyebalkan, apalagi didalam ada satu lagi yang mirip dengannya, ini membuatku frustasi menghadapi dua orang yang begitu menyebalkan.
Aku pun masuk dan langsung duduk disana, bergabung dengan dua orang yang menyebalkan ini, sikap mereka sama-sama dingin dan sombong, itu membuatku malas namun ini demi pekerjaan.
Aku yang sedari tadi berusaha bicara sambil tersenyum, namun mereka menanggapi obrolanku dengan datar tanpa eksfresi, sungguh keluarga aneh, hingga satu ucapan ibu Pak Nandra yang membuatku kaget bukan main.
"Ndra, Mamih harap kamu menikah secepatnya jangan ditunda-tunda!" Ucap Bu Nikita pada anaknya yang mampu membuatku tersedak.
"Uhuk… uhuk…"
Aku pun langsung meneguk air yang ada di depanku, aku sungguh tidak percaya Bos ku membawaku ke dalam masalah serumit ini, apa aku harus memiliki suami dua? Mana bisa?
Bersambung…..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments