Iya juga ya, aku bahkan lupa kalau sudah bersuami, namanya juga baru ijab kabul tadi pagi, ya.. aku belum terbiasa.
"Hmm, tapi Kang kasur ini sempit gak enak kalau tidur berdua, akang bisa tidur di sofa depan," ucapku yang berharap dia mau pindah ke sofa, aku belum bisa menerima kenyataan ini.
"Oh, iya Neng, besok kita beli kasur yang lebih besar," ucapnya berlalu pergi sambil memeluk bantal.
Hais, ada aja akalnya si Ujang ini, nambah-nambah beban pikiran aja, kan aku harus berpikir keras biar bisa gagalin niatnya itu.
***
Subuh itu alarm berbunyi, rasanya baru saja aku tidur, tidurku tidaklah puas sama sekali, aku bergegas ke kamar mandi dengan mata masih sulit terbuka, kuraba-raba dinding kamar menuju kamar mandi yang tak jauh dari sana.
Kok dingin, basah? Temboknya kok aneh, akupun membuka mata dan alangkah terkejutnya saat kedua tangan ini memegangi dada bidang Ujang yang baru keluar dari kamar mandi dalam keadaan masih basah.
"Astagfirullah, kamu bikin kaget aja deh," protesku padanya.
"Lagian Neng mah, jalan ko sambil merem, Ujang baru selesai mandi mau sholat juga," ucapnya.
"Yaudah sana!" Jawabku sambil memejamkan mata, aku tidak mau mata perawan ini ternoda.
Setelah selesai berwudhu, akupun keluar dari kamar mandi mencari mukena milikku, tapi ternyata kulihat sudah tersedia disana, Ujang juga menungguku.
"Neng, ayo berjamaah..!" Ucapnya padaku, aku hanya mengangguk kecil dengan wajah masih bingung, tapi tak apalah bukankah berjamaah lebih bagus.
Setelah selesai salam, kulihat Ujang berdoa dengan khusuk, ingin aku menyudahi lebih dulu namun rasanya tidak enak, aku pun menunggunya yang berdoa cukup lama, entah apa yang diharapkan dalam doanya, lalu dia mengulurkan tangan kanannya padaku, apa maksudnya? Aku hanya diam.
"Neng, salim dulu atuh..!" Ucapnya lembut.
Oh astaga aku lupa, akhirnya aku terpaksa mencium punggung suami baru ku itu.
***
Kini aku sudah siapa dengan baju kerjaku, aku mencium aroma nasi goreng yang wangi, membuatku lapar, padahal aku berniat membeli nasi bungkus di depan kontrakan untuk sarapan pagi.
"Neng makan dulu..!, Akang buatin nasi goreng buat Neng, akang masak nasinya dari semalam loh Neng, trus ini baru digoreng, kebetulan Akang inget kalau emak ngasih sembako dan lauk pauk mentah di mobil bagian belakang," ucapnya padaku, meski perutku menginginkannya, namun rasa gengsiku lebih tinggi, aku tidak mau makan masakan kampungan gitu, aku yakin itu tidak enak.
"Gak usah Kang, aku sudah terlambat kerja, biar aku ambil roti saja biar cepet dan bisa dimakan di jalan..!" Ucapku menolaknya secara halus aku duduk dan minum susu hangat buatanku, kulihat Ujang sedikit kecewa dia pergi entah kemana.
Kucicipi makanan itu sedikit, lumayan enak, emm aku sampe khilap karena lapar, aku hampir menghabiskan setengah porsi.
"Hayo… masakan Akang enak kan?," ucapnya dari belakangku membuatku kaget bukan main, bahkan aku sampai tersedak.
"Uhuk… uhuk…." aku tersedak dan meraih gelas namun ternyata airnya habis, kulihat Ujang menuangkan air.
"Minum Neng..!" Ucapnya.
Setelah aku bisa bernafas dengan lega, "Akang jangan ngagetin aku dong! Bahaya tau," ucapku dengan kesal.
"Maaf Neng, tapi nasi gorengnya enak kan? Hemm," tanyanya padaku, aku bangkit dan segera menyambar tasku.
"Gak enak, makanya gak habis, aku berangkat dulu, Akang jangan keluyuran ke luar nanti nyasar! Kan aku juga yang repot" Ucapku dengan ketus padanya.
"Neng salim dulu..!" Teriaknya, namun aku tak menghiraukannya.
***
Saat aku sampai di gedung tinggi dimana tempatku bekerja, aku merasakan hawa dingin, bukan hawa sejuknya udara pagi, tapi aku takut dengan kemurkaan si Bos mengingat kemarin aku bolos kerja.
Kulangkahkan kakiku dengan perlahan sambil melirik ke kanan dan kekiri berusaha menghindari kehadiran Bos galak, hingga akhirnya aku sampai di ruangan ku, "alhamdulillah…." Aku pun membuka handle pintu.
Ceklek
"Astagfirullah," aku kaget bukan main, aku melihat penampakan yang lebih menakutkan daripada hantu.
"Diani kamu masuk juga, segeralah keruanganku!" Ucapnya berlalu pergi.
Apa dia sengaja menunggu kedatanganku? Hah kenapa hidupku penuh kejutan?
Aku menyimpan tas ku lalu pergi dengan terburu-buru, aku tidak mau jika bos ku murka.
Tok
Tok
Tok
Ceklek
"Permisi Pak," ucapku dengan lembut, tentu saja mana berani aku meneriakinya meski aku mau.
"Masuklah…!" Terdengar jawaban dari bos galak yang sedang so keren dengan laptop dan kacamatanya itu, sepertinya bos ku memang mengalami gangguan mata namun anehnya kacamata itu semakin membuatnya terlihat tampan.
Aku pun masuk dan duduk di hadapannya, jantungku berdetak tak karuan karena aku takut kalau hari ini dia akan memecat ku.
"Saya akan memaafkan kesalahanmu kemarin dengan satu syarat, apa kamu bersedia?" Tanyanya dengan serius, aku mulai tak enak hati.
"A-apa syaratnya Pak?" Tanyaku gugup.
"Gampang, kamu cuma harus nemenin saya makan malam nanti, saya cuma butuh kehadiran kamu dan berdandanlah yang cantik jangan membuatku malu..!" Ucapnya.
"Syaratnya itu Pak?" Tanyaku lagi, karena ini terdengar sedikit aneh.
"Iya, kamu mau apa tidak? Apa kamu mau saya pecat hari ini juga? Apa kamu tahu karena kamu kemarin tidak masuk tanpa memberitahu saya, saya tidak bisa mempersiapkan orang cadangan dengan waktu mendesak begitu, dan kesepakatan dengan klien kemarin pun batal, apa kamu mau tahu kerugiannya berapa?" Tanyanya dengan wajah yang menakutkan.
"Ti-tidak Pak, saya setuju kok dengan syarat yang Bapak berikan," ucapku dengan cepat, aku tidak mau kalau disuruh mengganti rugi yang jelas nominalnya pasti bisa membuatku pingsan ditempat.
"Baiklah, sudah sana kerja, kembali ke ruangan mu!" Ucapnya seperti mengusirku, memang kalau jadi Bos bisa seenaknya begitu, hah.. nasib-nasib, tapi tak apalah cuma makan malam kan? Apa aku yang nanti harus membayar tagihan makanannya nanti? Oh astaga pasti dia makan di restoran mewah, mati aku.
Aku berjalan keluar dari ruangan itu dengan sisa kekuatanku, ah aku mendadak lemas pagi ini.
***
Sore itu aku pulang dengan rasa tak menentu, hidupku terasa tertekan dimanapun aku berada, aku harus pulang ke kontrakan dan bertemu dengan suamiku yang berpenampilan kuno itu.
Kuno seperti namanya, aku berharap dia tidak membuat ulah selama aku pergi bekerja.
Akhirnya aku sampai dikontrakanku, kulihat masih ada mobil Ujang terparkir disana, syukurlah dia tidak keluyuran dan hilang.
Tiba-tiba, Bu Ratmi mendatangiku dengan berlari, "Diani, kontrakan kamu kemasukan maling, untung saja ketangkap basah, sudah kami ikat dan siap dibawa ke kantor polisi."
"Apa? maling, ayo Bu...!" aku panik, aku berlari bersama dengan Bu Ratmi, jika dipikir kok bisa ada maling sementara Ujang kan ada di kontrakan, pasti dia juga gak bisa berantem, letoy memang, huh...
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Merry Dara santika
waduh kasihan ujang Di bilang maling
2023-01-20
2