Sah

Ingin marah tapi aku tidak mau kalau jadi anak durhaka, dipanggang bolak-balik, disetrika di neraka, yaelah kaya pemain film apa ya, yang suka komat Kamit gini.

"Mak, aku serius loh Mak, aku nikahnya sama siapa? Jangan dinikahin sama kakek-kakek ya Mak..! Kasihanilah anakmu ini Mak," ucapku pada Emak yang ada di sebelahku, menemaniku sambil menggenggam tanganku, aku tahu bukannya emak mau menguatkan aku yang rapuh, tapi emak takut aku lari di hari pernikahanku, ya.. aku yakin itu.

"Hus.. kalau ngomong kok sembarangan gitu Neng, ya enggak lah, justru emak menjodohkan kamu sama laki-laki yang kamu sukai dulu, cinta apa ya namanya, cinta monyet apa cinta pertama? Kamu kan suka curhat sama emak dulu," jawab emak yang mampu membuat aku berpikir keras.

Aku memutar memoriku sekitar 14 tahun silam, ya mungkin sejak SMP aku mulai cinta-cintaan, siapa? Siapa cinta pertamaku itu, astaga aku mendadak pikun di usiaku yang memasuki angka 28 ini.

Oh tuhan, berilah hamba mu ini kekuatan menghadapi cobaan darimu, aku tahu menikah itu ibadah, aku tahu berbakti kepada kedua orang tua itu ibadah, tapi… ta-tapi.

"Neng, jangan melamun atuh..!" Ucap Emak menarik lengan yang dipegang sedari tadi, bahkan lenganku sudah berkeringat karena berpegangan sedari tadi.

"Aku gak melamun Mak, hanya mengingat calon suamiku yang mana, tapi tak terbayang deh Mak," keluhku.

"Neng, nanti juga ketemu pas ijab kobul, kangennya jangan sekarang atuh Neng..! Emak tahu kok dia laki-laki yang kamu suka dulu, kamu pasti senang," ucap emak sambil tertawa.

Oh astagfirullah, aku gak senang sama sekali Mak, kenapa aku merasa menjadi anak pungut yang tidak punya ikatan batin sama sekali dengan ibuku.

Ku hentakan kaki ke lantai karena kesal, ku lampiaskan saja pada benda itu.

"Neng diem Neng, ini make up nya gimana kalau Neng malah joged kesenengan gitu..!" Keluh emak menasehatiku.

Mak….. teriakku dalam hati lagi, betapa frustasinya aku dengan emak yang selalu salah mengartikan sikapku.

"Siapa yang joged Mak, hiks …," jawabku sambil menangis.

"Ya Allah Neng, kamu bahagia terharu sampe nangis gitu, ditahan ya nanti make up nya luntur Neng..!" Ucap emak, dia langsung mengambil tisu dan menghapus air mataku dengan sangat pelan.

Ya Allah ya Robbi, harus bagaimana lagi aku mengekspresikan kekecewaan ku, kenapa emak salah paham terus? Sudahlah aku pasrah saja, semoga suamiku nanti seganteng aktor di televisi, aku sebagai anakmu menyerah Mak.

"Aku gak mau dijodohkan begini Mak," akhirnya aku mengutarakan secara jelas agar Emak mengerti, semoga dia tidak sakit hati.

"Tapi Neng, Emak cuma gak mau kamu jadi perawan tua, emak juga memilih lelaki yang kamu suka, apa emak salah?" Tanya emak dengan mata yang berkaca-kaca, tentu aku tak tega, aku tahu ibuku pasti berniat baik.

"Maaf Mak, a-aku seneng kok dipilihkan jodoh oleh Emak, pasti itu yang terbaik buat aku, pilihan Emak pasti oke," jawabku yang sengaja dibuat-buat agar emak tersenyum.

Ya Allah, serba salah jadinya, namun melihat emak tersenyum lagi aku pun merasa lega.

Aku membiarkan orang-orang tadi menghiasiku, sesekali emak menyuapiku makan sedikit demi sedikit, emak tidak mau kalau aku sampai pingsan dengan kegiatan menyalami banyak tamu yang datang nantinya, aku hanya mengangguk, aku lelah jika harus terus protes tapi sama sekali tak dianggap, semoga dengan aku berbakti, aku menemukan kebahagiaan dalam rumah tanggaku, aamiin.

Tok

Tok

Tok

Salah satu perias itu membukakan pintu kamarku, ternyata bapak yang datang, bapak menghampiri ibu dan berbisik.

"Calonnya sudah datang Mak," ucap bapak yang terdengar jelas ditelinga ku meski pelan.

Deg

Aduh, jantungku kok berdetak tak karuan ya? Tenang Diani, yakinlah suamimu ganteng seperti opa opa Korea.

"Iya Pak, ibu menunggu disini sama Ani saja sampai ijab kabulnya selesai," jawab emak.

Bapak pun mengangguk, dia sempat memujiku cantik sambil tersenyum dan mengangkat kedua jempol tangannya, lalu bergegas pergi.

Jika pengantin pada umumnya akan merasa gelisah karena terlalu bahagia dengan momen spesial, itu berbeda denganku, aku gelisah karena membayangkan bagaimana rupa suamiku.

Hingga terdengar suara tamu yang bersorak berkata SAH, aku meneteskan air mataku karena aku harus melepaskan status lajangku.

"Alhamdulillah," ucap emak bahagia.

Aku dibantu berjalan keluar, sudah saatnya aku keluar dan duduk di pelaminan, menyambut para tamu dan yang utama adalah melihat siapa suamiku.

Aku berjalan perlahan, kain yang kupakai membuatku susah melangkah, semua mata tertuju padaku, jelas lah karena aku sekarang adalah ratunya, dan entah pangeranku tampan atau buruk rupa.

Dari jauh aku melihat lelaki dengan jas hitamnya, tak begitu jelas dengan wajahnya namun dari postur tubuh dia lumayan tinggi dan badannya berisi.

Semakin dekat dan semakin dekat jantung ini rasanya berdetak tak beraturan, aku sempat memejamkan mata karena takut melihat kenyataan.

"Neng…," panggil seseorang, aku mengenali suara itu, aku perlahan membuka dan betapa terkejutnya aku melihat lelaki yang aku kenal dulu.

"Kang Ujang…," itulah nama yang kupanggil saat aku membuka mata, ku lihat dia sama sekali tidak berubah, dia memang orang yang pernah aku sukai tapi itu dulu saat levelku masih dibawah standar, tapi sekarang seleraku sudah berubah, oh astaga dia masih membelah rambutnya menjadi dua ditengah? 

"Neng meuni cantik pisan, Kang Ujang suka," ucapnya sambil tersenyum malu.

Hahahaha, oh tuhan kenapa aku berjodoh dengannya? Tidak bisakah aku menawar, bila perlu aku tukar tambah deh sekalian.

Aku memalingkan wajahku, akupun ikut duduk disana dikursi besar pengantin meski aku kesal, aku tidak boleh membuat emak malu dengan tingkahku.

"Salim dulu atuh Neng..!" Ucap emak yang ternyata ada di sampingku.

Aku pun berakting layaknya seorang istri yang Hidmat mencium punggung tangan suamiku, ku lepaskan segera tangan itu.

"Tangan Neng lembut, wangi lagi," ucap Ujang sambil mencium wangi tanganku yang menempel ditangannya.

Duh Gusti, ya Allah ya Robbi, kenapa dia bisa bertingkah seperti itu, norak deh.

Emak tampaknya senang, aku tak boleh mengacaukan kebahagiaan emak karena anaknya berhasil melepaskan gelar perawan tua di desa.

Ya aku memang perawan, tapi aku menolak jika dipanggil tua karena toh aku masih muda.

***

Sore pun tiba, acara telah usai, aku bahkan hendak berganti pakaian dikamarku, dan entah kapan kamarku disulap menjadi kamar pengantin penuh bunga mawar, aromanya wangi seperti apa yang aku bayangkan sebelumnya jika aku menikah dengan pria idamanku.

Aku bergegas berganti baju karena gerah dengan baju pengantin yang besar ini.

Ceklek

Aku lupa belum mengunci pintu kamarku, aku yang telah polos ini pun bingung mencari penutup badan.

Handuk, selimut, baju ganti, oh astaga apa ya? Mana?

Aku berlari kecil berhasil meraih handuk yang ada di dekatku, belum sempat terpasang dengan benar, sudah ada lelaki dihadapanku.

"Kang Ujang, Kenapa masuk gak ketuk pintu dulu sih? Dasar mesum!" aku kesal dan memarahi suamiku.

"Maaf Neng," ucapnya dengan pelan dan lembut penuh penyesalan, ditambah dia kini menutup kedua matanya dengan tangannya, dia berbalik badan dan berniat keluar dari kamar, namun malah menabrak pintu yang tertutup.

"Aduh," keluhnya.

"Sukurin," ucapku yang sedikit keras agar dia bisa mendengarnya, dia pun akhirnya bisa keluar dari kamar.

Ponselku berdering, aku bergegas mengambil ponsel itu dan melihat nama siapa yang terlihat dilayar ponsel.

Astaga, bos nelpon… bagaimana ini? Kenapa aku bisa lupa kalau ini hari kerja, mati aku kalau aku sampai dipecat.

Bersambung ….

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!