"Pria itu sangat keras kepala. Sudah aku bilang untuk tetap istirahat. Ehh, malah meninggalkanku sendirian di kamar ini. Katanya ada urusan sebentar”
Nada lagi-lagi mengoceh sendiri dengan tangan sibuk mengupas apel. Kesal sendiri dengan kelakuan Daffa yang bersikeras pergi keluar. Padahal mereka baru saja kembali dari jalan-jalan. Itu pun karena Daffa yang memaksa. Katanya sayang jauh-jauh ke Swiss tapi hanya berada di hotel. Seakan lupa kalo tubuhnya belum pulih total.
Nada berdecak, “Memang ada urusan apa? Dia saja tak punya teman di Swiss”
Dia merasa sangat kesal sekarang. Heran Daffa selalu saja membuatnya cemas. Nada menyuap satu potong apel hingga suara nyaring dari ponselnya menarik perhatian. Senyumnya mengembang begitu melihat nama sang ayah di layar handphone. Secepat kilat dia menggeser tombol hijau lalu menempelkan benda persegi itu ke telinga.
“Ayah” Nada memekik senang.
Terdengar kekehan kecil sang ayah di sebrang sana “Kau ini sudah menikah, tapi kelakuan seperti bayi”
“Aku kan memang bayi ayah”
“Ayah sudah tak bisa mengurus bayi, ayah sudah tua. Tapi…” Ada jeda sebentar di sebrang telpon sana “ Kalo bermain dengan cucu ayah masih bisa”
“Ayahh” Nada merengek tak terima.
“Buatkan ayah satu cucu saja”
Nada berdecak kesal “Ayah berhenti menggodaku”
“Ayah serius nak”
“Ayah ishh” Nada merajuk memohon
Ervin terkekeh kecil di sebrang sana,“Iya-iya Ayah berhenti. Oh ya mana Daffa? Ayah telpon dia tidak aktif”
Nada terdiam sejenak mencari alasan “Mungkin ponselnya mati, Ayah”
“Kamu tidak sedang bersama suamimu? Kamu di tinggal sendirian!”Ervin memekik heboh terdengar begitu terkejut.
Tak mau kupingnya sakit Nada menjauhkan sedikit handphone dari telinga. Lalu dia terdiam cukup lama memikirkan alasan yang tepat.
“Daffa hanya pergi membelikan makanan. Ayah jangan terlalu khawatir” Sahut Nada pada akhirnya.
“Jangan berbohong!”
“Tidak, Nada tidak berbohong”
Maaf ayah Nada terpaksa berbohong. Bahkan Nada sendiri tak tahu kemana perginya Daffa. Batin Nada.
“Syukulah” Terdengar hembusan nafas lega Ervin di sebrang sana “Kalo Daffa memperlakukan kamu dengan buruk bilang sama Ayah. Biar wajah gantengnya ayah kasih tato”
“Siap komandan” Seru Nada dengan di akhiri kekehan kecil.
“Bagaimana liburannya menyenangkan?”
“Menyenangkan, bahkan Nada baru saja kembali jalan-jalan dari danau Jenewa. Di sana benar-benar indah dan menenangkan. Sampai Nada tak ingin pulang rasanya”
“Benarkan? Ayah jadi merasa iri”
“Hm, sangat menyenangkan”
Nada tersenyum miris. Lagi-lagi di harus berbohong. Pada kenyataannya dia bahkan menyesal pergi berlibur yang hanya membuat beban di kepalanya semakin banyak.
“Lalu bagaimana dengan moment romantisnya? Daffa romantis tidak?” suara Ervin di handphone kembali mengintrupsi membuat Nada gelagapan mencari jawaban.
“Itu__”
Tok. Tok. Tok.
Suara ketukan pintu mengalihkan atensi Nada. Dahinya mengeryit heran, untuk apa mengetuk pintu padahal Daffa bisa membuka pintunya sendiri, pikir Nada.
“Ayah sebentar ya. Sepertinya ada petugas kebersihan”
Nada membiarkan handphonenya tergeletak begitu saja di atas meja. Dia berjalan dengan malas ke arah pintu. Demi apapun dia akan marah jika ternyata Daffa yang mengetuk pintu.
Ceklek
“Atas nama Kak Nada?”
Nada mengangguk kecil dengan wajah bingung melihat sosok kurir di hadapannya. “Maaf, tapi saya tidak memesan apapun”
"Kami hanya bertugas mengantar” Pria kurir menyerahkan sebuket bunga mawar besar begitu saja pada Nada.
Baru saja dia ingin berteriak, kurir lain datang dengan bunga lebih besar bahkan dengan sebuah pot. Masuk begitu saja ke dalam kamar hotel.
“Ehhh, apaan ini?”
Nada mengejap bingung ketika satu persatu kurir pembawa bunga masuk ke dalam kamar, menata bunga di balkon. Tidak apa-apa jika bunganya hanya satu atau dua.
Lah ini banyak sekali. Rasanya kamar hotel bisa berubah menjadi taman bunga saking banyaknya. Nada mematung di dekat pintu melihat para kurir yang keluar masuk.
15 menit berlalu.
Semua kurir sudah tidak ada yang keluar masuk. Terganti dengan sosok Daffa yang masuk begitu saja tanpa rasa bersalah.
Nada berdiri menatap deretan bunga bak taman di hadapannya dengan raut wajah ternganga. Bukan tidak suka hanya saja ia benar-benar terkejut. Gila saja mengirimkan bunga sudah seperti membeli satu toko.
“Tidakkah kau berpikir ini berlebihan?” Nada berseru masih dengan mata menatap bunga-bunga. Sedetik kemudian ia menoleh ke samping menatap sang pelaku pengirim segudang bunga.
“Apa?” Daffa berucap polos dengan wajah datarnya.
Nada menghela nafas pelan, “Apa maksud semua ini? Memborong semua bunga namanya pemborosan”
“Saya kaya”
Lagi-lagi Nada menghela nafas pelan. Oh ayolah, ia juga tahu Daffa banyak uang, tapi tidak dengan memborong semua bunga juga. Satu buket bunga cukup bagi Nada.
Nada membalikan badan menghadap Daffa dengan tangan bersilang dada, “Aku tahu kau kaya, tapi sungguh ini berlebihan dan apa maksudnya?"
Daffa balas menatap, “Kau tidak suka? Biar saya panggil kurir agar di kembalikan"
“Bukan begitu” Nada menyahut cepat dengan tubuh kembali menghadap bunga. Ia menelan ludah takut, aura dingin Daffa menyeruak membuat nyali Nada menciut. “T-tentu aku suka”
Nada berjalan menghampiri lautan bunga. Memposisikan diri duduk bersandar di kaca sambil memeluk sebuket bunga mawar merah. Terbit sebuah senyuman tipis menyadari dirinya duduk di kelilingi banyak bunga. Nada yakin jika di potret akan terlihat indah.
“Terimakasih” Nada berseru lirih nyaris tak terdengar. Matanya terpejam menghirup aroma mawar dalam pelukannya dalam-dalam “Aku sampai terharu”
Daffa tak bersuara, ia mematung di tempat. Terpesona dengan pemandangan di depan. Nada terlihat begitu cantik duduk di tengah bunga-bunga. Di tambah lagi semilir angin yang masuk melalui celah jendela menerbangkan helaian rambut Nada. Sangat indah.
Tanpa sadar seutas senyuman Daffa tercipta kemudian berguman memuja. “Cantik”
Seakan mendengar gumanan kecil Daffa Nada tiba-tiba menoleh menatap Daffa dengan senyuman. Netra keduanya bertemu memaksa mereka berpandangan saling menyelami binar mata. Daffa menatap Nada penuh puja. Menatap sorot mata yang menggambarkan diri Nada yang lain.
‘Ekhem’
Daffa berdehem pelan, memalingkan muka ke lain arah, merasa salah tingkah. Dirinya sudah bertekad untuk meminta maaf kepada Nada tentang semua perlakuan buruknya termasuk saat mabuk. Namun, rasanya bertatap lama dengan Nada saja ia tak sanggup. Belum lagi debaran jantung yang menggila.
Dengan langkah cool Daffa berjalan, berdiri di depan Nada. Tangannya bergerak meraih sesuatu di saku jas coklat lalu menyodorkanya pada Nada tanpa menatap.
“Untukmu” Serunya
“Hah?”
Daffa berdecak. Heran, Nada itu dokter tapi membaca situasi saja lambat. Mata Daffa terpejam sesaat, mengontrol perasaan gugup yang tiba-tiba mendera. Detik berikutnya ia duduk di samping Nada.
“S-saya minta maaf atas sikap buruk saya. Saya sungguh tak bermaksud seperti itu dan semua ini di siapkan sebagai permintaan maaf saya”
Nada menyungging senyum, “aku sudah memaafkanmu. Lagian sejak awal kau kan memang milik kakakku. Aku hanya pengantin pengganti. Tapi…”
Kepala Nada menoleh menatap Daffa yang juga menatapnya “Terimakasih untuk kejutan ini. Aku benar-benar senang. Kau laki-laki pertama yang begitu gila memberiku bunga sebanyak ini”
Ada kekehan kecil setelah perkataan terakhir Nada. Lucu saja orang yang mempunyai perangai bak es bisa romantis juga. Ya, walau ini semua agak berlebihan.
“Aku benar-benar tersentuh. Terimakasih”
Hening.
Daffa tak menyahut atau sekedar membuka suara. Mereka hanya duduk selonjor di lantai menikmati keindahan bunga dalam diam. Nada sibuk menikmati harum bunga sedangkan Daffa sedang berperang dengan perasaannya yang berkecambuk.
Dalam situasai seperti ini tiba-tiba Daffa ingin menelpon Candra untuk meminta saran. Sungguh demi apapun Daffa tak pandai memulai percakapan ataupun mengungkapkan perasaannya secara lisan.
Apalagi di hadapkan dengan Nada gadis cerewet yang tidak peka. Berbeda dengan Gita yang begitu mengerti dan peka terhadap perasaan Daffa.
“Nadaa.."
Mata Nada mengejap begitu Daffa memangilnya. Dia menoleh menatap Daffa linglung. Pasalnya tangan Daffa mengacungkan sebuah kalung berlian. Kalung yang sangat terlihat indah dan elegan.
"Apa?" Tanya Nada bingung.
Daffa menghela nafas lelah, memasangkan kalung begitu saja pada leher Nada. "Untukmu" Serunya lalu beranjak pergi begitu saja.
Nada mengerutkan dahi bingung, meraih kalung di lehernya lalu "Daffa apa kau tidak salah memberiku ini?"
"Tidak"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments