Nada menyusuri koridor rumah sakit dengan kedua tangan berada dalam saku jas dokter. Sesekali dia menyungging senyum pada pasien yang lalu lalang. Hembusan nafas kasar tercipta begitu dia sampai di depan lift.
Sambil menunggu pintu lift terbuka, seketika sepintas ingatan terbesit dalam pikirannya. Dulu Nada dan Kenan akan membuat ekspresi jelek di depan pintu lift yang bisa memantulkan bayangan. Kemudian setelahnya mereka akan tertawa bersama menyadari kekonyolan mereka.
“Dokter Nada"
Nada tersentak sadar dari lamunan, menoleh menatap sang penegur. Namun, raut wajah tenang Nada kembali menunjukan wajah kesal begitu melihat Kenan yang memanggil. Pria berahang tegas dengan setelan dokter.
“Kita perlu bicara” Kenan memecah keheningan.
Nada menghela nafas kecil, dia harus profesional,“Maaf, saya buru-buru”
Nada melangkah begitu pintu lift sudah terbuka. Namun bersamaan dengan itu tangannya di cekal oleh Kenan membuat Nada terpaksa berbalik, menatap tajam Kenan yang lancang.
“Maaf” Kenan spontan melepas genggaman “Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu”
Nada mendengus kecil, “Menjelaskan apa? Semua sudah jelas!”
“Aku punya alasan meninggalkanmu 4 tahun lalu, kamu harus mendengarnya”
“Tapi aku tak ingin mendengarnya!”
“Sebentar saja" Seru Kenen memohon "A-aku sungguh menyesal”
Nada berdecak, “Aku tidak peduli!”
Nada memilih masuk ke dalam lift sebelum pintu kembali tertutup. Meninggalka Kenan yang mematung dengan raut wajah penuh sendu. Nada memalingkan muka menunggu pintu lift tertutup. Rasa sakit Nada bahkan lebih besar dari Kenan. Pergi begitu saja meninggakan Nada dengan rasa bersalah.
Sebelum pintu lift benar-benar tertutup Nada mendengar jelas teriakan Kenan yang berhasil meruntuhkan pertahanan Nada. Tubuh Nada merosot, terduduk di lantai lift yang dingin, menangis terisak sendirian di sana.
“Perasaanku padamu tak pernah berubah”
...----------------...
Jam Kerja sudah berakhir. Di lobi Kenan dengan setelan casual berjalan sendirian sambil sesekali menyapa dokter senior. Dia mencari Nada ingin mengatar pulang. Sayanganya kata dokter lain Nada sudah berjalan keluar rumah sakit.
Senyuman Kenan mengembang begitu melihat sosok yang di cari berdiri di depan rumah sakit. Ia menarik nafas dalam lalu menghembuskan. Di langkahkan kaki untuk berjalan menghampiri, baru dua langkah langkahnya kembali tertahan.
Di sana Nada tidak sendiri. Ada seorang pria berjas rapi keluar dari mobil dengan sebuah payung karena memang sedang hujan. Lalu berjalan merangkul Nada untuk masuk ke dalam mobil.
Kenan tersenyum miris “Aku memang tak tau diri setelah meninggalkanmu masih saja ingin kembali. Dan rupanya sudah ada yang lain ya?”
Kenan membalikkan badan tak mau hatinya semakin sakit. Nada terlihat begitu bahagia dengan pria itu, tersenyum dan tertawa bersama. Pasti banyak yang Kenan lewatkan selama beberapa tahun kebelakang.
Jika bisa Kenan ingin kembali ke masa lalu dan memperbaiki semua kebodohanya. Tapi semua hanya angan semata karena nyatanya Nada sudah dengan orang lain.
Sementara di lain tempat Nada dan Daffa di dera kecanggungan di dalam mobil. Tadi saat mereka berjalan berdua dalam payung kepala mereka tak sengaja berbenturan dan berakhir tertawa bersama.
"Maaf" Seru keduanya berbarengan.
Nada berdehem, "Kau duluan saja"
Daffa menoleh sesaat, mengusap-usap setir mobil lalu berseru, "Maaf tadi saya tidak sengaja"
"Tidak papa" Sahut Nada "Saya juga tak sengaja menoleh tadi"
Kemudian hening, keduanya terdiam memerhatikan rintik hujan yang semakin deras. Daffa nampak terlihat salah tingkah sejak tadi terus saja mengetuk-ngetuk setir.
"Bukankah kita akan pulang?" Tanya Nada pada akhirnya karena Daffa tak kunjung melajukan mobil.
Daffa terperenjat, segera menyalakan mobil. "Saya lupa!"
Nada tesenyum kecil, "Tidak masalah"
...----------------...
Srettt.
Suara kursi yang bergeser mengakhiri makan malam Daffa dan Nada. Keduanya secara berbarengan berjalan ke wastafel untuk mencuci piring.
"Sudah biar aku saja" Seru Nada meraih piring bekas makan dari tangan Daffa.
"Tidak" Tolak Daffa "Biar saya sendiri saja"
Dahi Nada mengerut, mendongak menatap Daffa yang memang lebih tinggi. "Sudah biar aku saja Daffa.."
"Tidak"
Nada menghela nafas, "Kau istirahat saja"
"Saya tidak mau!"
"Baiklah-baiklah" Nada akhirnya mengalah "Bagaimana kalo aku yang mencuci dan kau yang membilas?"
Tanpa pikir panjang Daffa menggeserkan tubuh bersampingan dengan Nada. "Geser sedikit"
"Iyaa"
Entah ada keajaiban apa keduanya bekerja sama mencuci piring dengan rukun. Nada dengan telaten menyabuni dan Daffa sabar menunggu.
Setelah selesai di sabuni Nada menyerahkannya pada Daffa.
Selesai.
Nada tersenyum kecil, "Jadi terasa cepat kalo di lakukan berdua"
"Hm" Daffa hanya berdehem menanggapi.
Keduanya kembali berjalan menuju kamar masing-masing bersama. Nada berjalan lebih dulu dan Daffa mengikuti dari belakang.
"Selamat malam" Seru Nada ketika sudah sampai di depan kamar.
Daffa hanya mengangguk menanggapi lalu masuk ke dalam kamar begitu saja, membuat Nada memberengut, "Setidaknya ucapkan selamat malam juga"
Nada masuk ke dalam kamar, menghela nafas lalu bersiap untuk merebahkan diri. Namun hal itu terhambat ketika matanya tak sengaja melihat hewan yang ia takuti menempel di dinding.
"Akhhhh" Nada meloncat ke atas ranjang, memeluk bantal takut. "Daffa! Daffa!"
"Ada apa berisik sekali?" Seru Daffa muncul di daun pintu dengan wajah kesal.
Nada dengan wajah takut bercampur panik menunjuk hewan yang ia takuti. "Daffa, itu..."
"Itu apa?" Daffa masuk ke dalam kamar, mengikuti arah jari telunjuk Nada.
"Ituu ada cicak!" Pekik Nada dengan tubuh mengridik geli. "Hihhh"
"Hanya cicak!" Seru Daffa dengan gelengan kepala. Perlahan ia mengusir cicak dengan sapu kasur yang berada di belakang pintu. "Hush, hush, hush, hush"
Daffa berhasil mengeluarkan cicak dari kamar Nada. Ia menoleh menatap Nada sambil berdecak, "Ck, kau dengan cicak saja takut?"
"Ya memangnya kenapa?" Sahut Nada dengan wajah polosnya.
"Payah" Ejek Daffa.
Mata Nada mendelik tak terima, "Memangnya kau tidak punya hewan yang di takuti, hah?"
Daffa menyilangkan tangan di dada, "Tentu saja tidak!"
"Awas kecoa!"
Daffa spontan melompat ke sofa, menatap takut ke sekitar. "Mana! Mana!"
"HAHAHAHAHA"
Nada tertawa puas melihat ekpresi wajah Daffa. Padahal niat ia hanya iseng. Tidak menyangka Daffa yang wajahnya cool itu justru takut pada kecoa.
Nada menyeka sudut mata yang berair karena tertawa. "Kau takut kecoa?"
"Kau balas dendam hah?" Seru Daffa dengan wajah kesal.
"Iyaa, wleeee" Nada menjulurkan lidah meledek.
"Nada!"
Daffa turun dari sofa untuk menangkap Nada. Seakan meledek, Nada justru melompat dan berlarian di atas kasur. Sengaja menyulitkan Daffa yang berusaha menangkap di sekitar ranjang.
"Hahaha Daffa takut kecoa!" Seru Nada semakin berani mengejek "Daffa takut kecoa!"
Grepp.
Daffa berhasil meraih tangan Nada. Namun Nada justru kehilangan keseimbangan dan...
Bugh.
Cupp.
Bibir keduanya tak sengaja bertemu membuat keduanya saling menatap dengan mata membulat kaget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments