Nada sampai di unit gawat darurat dengan nafas terengah karena berlari. Di sana sudah ada dokter Wisnu dan beberapa suster yang menunggu.
“Dokter Nada"
"Tanda Vitalnya?" Seru Nada mendekat bersiap memeriksa.
"Vital darah 60/40 detak jantung 128" Sahut Yani kepala suster yang membantu. "Nama pasien Hadi penyebab cedera karena kecelakaan mobil, mengalami pendarahan dalam dibagian bawah perut"
"Sudah menghubungi walinya?"
"Sudah dokter"
"Baik" Nada menganggukan kepala. "Pertama berikan intubasi, sambungkan dia ke ventilator. Bersiap untuk melakukan litigasi"
Nada bergerak cepat melakukan tindakan satu persatu. Hingga saat ia akan mengenakan baju operasi dan sarung tangan teguran seseorang mengalihkan perhatian Nada.
"Kau akan menghentikan pendarahan di sini? Kita perlu membawanya ke ruang operasi" Protes Dokter Lia yang sejak tadi hanya diam mematung tanpa melakukan apapun.
Nada mendekat, menatap dokter Lia dengan berani. "Pendarahanya harus di hentikan lebih dulu. Apa kau mau bertanggung jawab jika pasein tidak selamat?"
"Tapi..."
"Tidak ada tapi-tapi" Timpal Nada meninggalkan Lia yang menganga tak percaya.
"Baiklah, 20 miligram" Seru Nada memulai bedah untuk menghentikan pendarahan. "Masukan infus protokol berkelanjutan dan siapkan rekronium"
Bedah penghentian pendarahan berlangsung selama kurang lebih 10 menit. Bedah selesai di lakukan dan pendarahan terhenti. Nada melepas baju operasi dan sarung tangan.
"Pindahkan dia ke ruang operasi" Titah Nada "Rawat dulu spienorrhagia-nya di sana, oke"
"Baik dokter"
Sisanya dia alihkan kepada dokter Wisnu. Nada beranjak pergi untuk mempersiapkan operasi. Hingga teguran seseorang menghentikan langkahnya.
"Dokter Nada"
Nada menoleh, "Yaa?"
Orang yang menegur nampak mengerutkan dahi bingung, lalu ia melepas kacamata hitamnya. Barulah Nada bisa mengenalinya. Vanya, sepupu Daffa berdiri di hadapan Nada dengan senyuman.
"Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini" Seru Vanya antusias "Aku hanya tahu kembaran Gita adalah seorang dokter dan tidak menyangka kita bisa bertemu di sini"
"Kau dekat dengan kakaku?"
"Tentu saja" Vanya menganggukan kepala. "Aku, Daffa dan Gita adalah sahabat"
"Kalo begitu apa kau tahu keberadaan kakaku?"
...****************...
Daffa yang baru saja selesai mandi, mengerutkan dahi melihat Nada duduk di sofa ruang tamu. Matanya menatap kosong layar televisi mati.
"Kau melamun?" Seru Daffa duduk di samping sang istri membuat orang yang di tegur sedikit terperenjat kaget.
"Ohh, Daffa" Seru Nada merasa terkejut dengan keberadaan sang suami di sampingnya "Sejak kapan kau di sini?"
"Baru saja" Sahut Daffa yang di balas dengan anggukan oleh Nada. Daffa terdiam, selama tinggal bersama. Nada tidak biasanya terlihat gelisah dengan sorot mata kosong.
"Are you okay?"
Nada menoleh sedikit terkejut dengan pertanyaan Daffa. Ia tersenyum kaku, “I am good. Hanya sedikit merasa lelah”
Daffa mengangguk mengerti lalu berucap, “Kau sudah makan?”
Nada seakan di ingatkan sesuatu. "Aku lupa menyiapkan makan malam. Kau pasti lapar. Sebentar aku si..."
Ocehan Nada terhenti ketika akan pergi ke dapur tangan Daffa mencegahnya. Membuat Nada menatap cenggkraman tangan dengan wajah kaget.
Daffa melepas cengkraman tangan lalu berdehem kecil, "Maaf"
Nada tersenyum tipis "Tidak masalah. Kalo begitu aku akan siapkan makan dulu"
"Sebentar" Ucap Daffa membuat Nada mengerutkan dahi heran. Daffa bersikap seperti tak biasanya.
"Ada apa?" Tanya Nada.
"Mau makan di luar?" Tawar Daffa semakin membuat Nada bingung dengan sikap sang suami. Daffa membasahi bibir dengan lidah ia seketika merasa grogi. "Saya lihat kebutuhan bulanan sudah berkurang. Kita bisa sekalian belanja bulanan." Lanjutnya berusaha menyembunyikan rasa groginya.
Nada mengangguk, "Baiklah"
...****************...
“Kau ingin memasak sesuatu?” Nada bersuara setelah sejak tadi terdiam.
Sudah 20 menit berlalu sejak mereka sampai di supermarket dan troli juga sudah penuh oleh kebutuhan yang mereka butuhkan. Tapi Daffa masih asik memerhatikan setiap deretan bahan makanan.
Daffa yang sedang memilah daging menoleh "Hm, ada masakan yang ingin saya coba"
Percaya atau tidak. Semua belanjaan kebanyakan Daffa yang memilih dan Nada hanya memilih apa yang dia butuhkan. Jika di pikir ini terlihat lucu, suami yang mendorong troli dan istri hanya berjalan menemani.
"Kau sesuka itu dengan memasak?"
"Saya senang melihat wajah orang yang puas dengan masakan saya" Sahut Daffa tanpa menoleh masih fokus menatap bahan-bahan.
Nada mengerutkan dahi, "Kenapa tidak menjadi chef saja?"
"Tidak ada yang meneruskan perusahaan"
"Benar juga" Sahut Nada dengan anggukan kepala, mengingat Daffa seorang anak tunggal.
Setelah memilah Daffa memasukan daging yang di pilihnya ke dalam troli lalu menoleh "Kau mau sesuatu?"
"Hah?"
Daffa menghela nafas, "Ada yang ingin di beli lagi tidak?"
Nada melirik troli sekilas lalu menggelengkan kepala. "Tidak. Aku sudah memasukan semua kebutuhanku"
Daffa mengangguk, mulai mendorong troli menuju kasir.
“Apa melelahkan menjadi dokter bedah?" Tanya Daffa.
"Tidak juga" Sahut Nada dengan senyuman "Sama seperti kau yang suka memasak. Aku suka saat memakai baju operasi dan bermain pisau"
Nada sedikit mendekatkan diri berbisik, "Rasanya aku terlihat sexy"
"Begitukah?" Timpal Daffa dengan kekehan kecil.
Nada ikut terkekeh, "Iya, memang aku merasa sexy jika mema..."
"Awas!"
Daffa dengan sigap meraih pinggang Nada menariknya ke sisi. Barang yang sedang di bereskan untuk rak paling atas terjatuh dan hampir menjatuhi Nada.
"Kau baik-baik saja?"
Nada yang masih kaget dengan kejadian yang berlangsung cepat itu hanya bisa menganggukan kepala.
"Nyonya kau baik-baik saja?" Seorang Staff datang bertanya.
Nada yang masih di pelukan Daffa berdehem, lalu spontan menjauhkan diri dari Daffa. "Saya baik-baik saja"
Staff laki-laki itu tersenyum, "Saya mohon maaf atas kejadian tak terduga barusan"
"Tidak masalah" Sahut Nada dengan senyuman ramah.
"Berhati-hatilah saat bekerja" Seru Daffa tiba-tiba menegur.
"Daffa, sudahlah. Mereka juga tak tahu itu akan terjadi" Seru Nada menarik Daffa untuk kembali berjalan menuju kasir.
"Mereka cereboh dalam bekerja" Oceh Daffa sambil mendorong troli. Wajahnya yang masam semakin masam saja.
Nada tiba-tiba tertawa kecil melihat ekspresi wajah Daffa. "Sekarang kau terlihat seperti seorang pria kolot yang kesal"
Daffa mendelikan mata, "Apa kau bilang?"
Nada terkekeh, "Tidak, aku ha..."
“Hei, kita ketemu lagi"
Teguran seseorang yang tak lain adalah Vanya membuat Nada dan Daffa spontan menoleh. Berbeda dengan Nada yang biasa saja, Daffa terlihat terkejut dengan kedatangan Vanya.
"Kau?" Pekik Daffa.
"Terkejut dengan kepulanganku?"
Daffa mengertakan gigi. "Untuk apa kau kembali ke indonesia?"
Vanya tertawa kecil, "Rumah dan orang tuaku di sini. Apa harus ada alasan kenapa aku pulang?"
Tak mau terlibat pembicaraan terlalu lama Daffa memalingkan muka menggandeng Nada untuk beranjak pergi.
“Kenapa buru-buru?” Cegah Vanya. “Aku hanya ingin berbicara denganmu”
"Tapi saya tidak mau berbicara denganmu!" Sahut Daffa penuh penekanan.
"Apa kau tidak penasaran kenapa Gita pergi di hari pernikahan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments