Huft.
Hembusan nafas terdengar nyaring. Daffa menyandarkan punggung di kursi dengan mata terpejam memijat pangkal hidung. Ia tak bisa fokus akhir-akhir ini dan berakibat harus kerja lembur .
Permasalahan dengan Nada yang tak kunjung menemukan titik damai hampir sepenuhnya menyita perhatian Daffa. Tak jarang Daffa sampai di tegur Candra karena ketahuan melamun saat sedang meeting.
Ting.
Mendengar nada pesan masuk dari ponselnya, Daffa membenarkan posisi duduk menatap layar ponsel. Ia meraih ponsel antusias begitu tertera nama Nada di sana. Entahlah, Daffa merasa senang saja melihat Nada mengirimnya pesan. Tanpa ragu ia menekan layar membuka pesan.
Aku tidak pulang hari ini, ada banyak pasien yang harus aku tangani. Jadi aku menginap di rumah sakit. Jangan terlalu sering makan makanan cepat saji. Jika lapar bangunkan bi ijah dan minta tolong.
Daffa mendesah lesu. Apa yang dia harapkan? Jelas Nada masih sangat marah padanya. Tapi, jika di pikir lagi sikap Daffa waktu itu memang terlalu berlebihan. Marah hanya karena hal kecil. Di tambah lagi Daffa membentak Nada dengan keras.
Daffa mengerang mengacak rambut frustasi, “Akhhh memusingkan sekali”
Tok. Tok. Tok.
Daffa berdehem membenarkan posisi duduk begitu suara ketukan pintu terdengar. setelah itu baru ia berseru, “Masuk”
Tak lama muncul seonggok kepala di balik pintu. Mulut Candra membulat kaget melihat atasannya masih ada di kantor. Ia berdecak kecil lalu masuk ke dalam ruangan.
“Kau belum pulang ternyata”
Daffa mendengus, “Jika saya sudah pulang lalu menurutmu siapa yang ada di ruangan ini?”
Candra terkikik kecil, “Jangan marah dong bos”
“Saya sedang tidak ingin becanda” Sahut Daffa ketus “Sudah, sana kamu pulang”
Candra mengernyit, “Kau tidak pulang? Masa bawahan pulang duluan sedangkan bosnya malah lembur di kantor”
“Saya akan pulang sebentar lagi. Sudah kamu pulang sana” Titah Daffa "Saya gak mau di ganggu”
Candra mengangguk patuh, “Kalo begitu saya pulang duluan bos”
“Hm”
Baru saja Daffa menghela nafas lega Candra kembali membuka pintu menongolkan kepalanya. Ia menyengir lebar, “omong-omong bos, sebelum pulang rapikan dulu penampilanmu. Kau terlihat seperti gembel”
Daffa repleks menunduk memeriksa penampilan. Dasi miring, kemeja yang keluar dari celana dengan banyak garis kusut, rambut acak-acakan. Dan bau keringat yang menyengat.
Astaga, Daffa seorang CEO tapi penampilan sangat menyedihkan. Sedetik kemudia mata Daffa mendelik tersadar akan ucapan kurang ajar karyawannya.
“CANDRA AKAN KU POTONG GAJIMU!”
...****************...
“Argh..”
Nada memekik histeris, spontan memundurkan tubuh menjauh. Dia sedang memasak makanan untuk Daffa dan percikan minyak lagi-lagi membuatnya takut. Lihatlah bahkan dia memiliki pertahanan seakan siap berperang. Kedua tangan terbalut sarung tangan dengan tangan kiri memegang penutup panci sebagai pelindung.
“Astaga, aku benar-benar payah soal memasak” Nada berguman sendiri dengan gelengan kepala miris “Pantas saja ayah suka mengoceh jika aku tak menghabiskan makanan. Begini ternyata sulitnya memasak. Sungguh, maafkan Nada ayah”
Tangan Nada bergerak mematikan kompor setelah masakan matang. Ia sengaja memasak sendiri sebagai latihan. Lagian hari ini hatinya sedang merasa baik dan akan mencoba memperbaiki hubungan dengan Daffa.
Ya, semoga saja usahanya ini tidak sia-sia. Tidak masalah Nada harus berusaha keras meluluhkan Daffa, terpenting ayahnya tidak merasa gagal. Setidaknya hal itu bisa sedikit mengobati perasaan kecewa ayahnya atas kepergian Gita.
“Akhirnya selesai juga” Nada tersenyum bangga menatap tatanan makanan di depannya.
Meja makan itu sudah penuh dengan menu makanan. Ada ayah goreng, sayur sop, dan nasi. Memang tak seberapa namun itu merupakan pencapaian besar Nada.
Nada melirik jam dinding, terlihat jam menunjukan pukul 19.30. Dia bergegas melepas seperangkat alat perangnya, menyimpannya ke dalam lemari. Hari ini ia sengaja pulang lebih awal hanya untuk menyambut Daffa pulang dari kantor.
Rasanya tak enak saja kemarin Nada tak pulang sama sekali. “Selesai, aku akan pergi mandi dan berganti baju”
.
.
Sudah 6 jam berlalu semenjak Nada selesai mandi, tapi belum juga ada tanda-tanda Daffa pulang. Nada bergerak gelisah sambil melirik jam dinding. Kata sang ayah mertua Ramon, jam kantor hanya sampai jam 20.00 dan kini jam sudah menunjukan pukul 11. 25. Entah kemana perginya Daffa sampai belum ada kabar sama sekali.
Nada tersenyum getir menatap kosong makanan di hadapannya “Apa sebegitu bencinya kau padaku sampai tak berniat pulang atau mengabariku?”
Tangan Nada bergerak menyeka air mata yang lagi-lagi keluar tanpa permisi. Ia beringsut bangkit dari duduk berniat membereskan makanan yang sudah mendingin. Mungkin Daffa memang tak pernah merasa bersalah sedikit pun. Apalagi berniat berdamai dengan Nada.
Helaan nafas tercipta, berat hati Nada membuang semua makanan yang susah payah ia buat. Terlanjur kecewa pada Daffa. Niat baiknya tak pernah di sambut oleh Daffa padahal ia hanya berusaha mempertahankan pernikahan.
Ahh,
Memang sulit jika perihal hati. Tak ada yang benar-benar sembuh dari patah hati. Apalagi Daffa di tingggal Gita tepat di hari pernikahan. Jelas Daffa sangat terpukul dan Nada memaklumi itu. Namun, ia tidak seharusnya hanyut dalam bayang-bayang Gita bukan?
Ting. Tong.
Suara bel rumah menggema membuat Nada menghentikan kegiatan. Kakinya melangkah menuju pintu utama, bergerak membuka kunci. Dan betapa kagetnya melihat Daffa tak sadarkan diri dan di rangkul orang lain.
“Aku tidak menyangka kamu sangat mirip dengan Gita” Celetuk pria yang menyangga tubuh Lintang. Detik berikutnya dia tersenyum lebar “Tapi lebih cantik kamu”
Bugh.
Nada tersentak ketika Daffa memukul perut orang yang memapahnya “Dia istiku berani sekali kamu menggodanya, hah?!”
Jantung Nada seketika berdebar kaget. Jika boleh jujur ia tak mengerti dengan situasi di hadapannya. Ada banyak pertanyaan di kepala. Kenapa Daffa bisa pulang dengan keadaan mabuk? Padahal dia ingat betul Gita bilang Daffa benci alkohol.
Dan karena apa Daffa memutuskan minum dan mabuk. Apa karena terlalu frustasi di tinggal Gita? Atau karena Nada yang selama ini mendiamkannya?
“Udah mabuk aja masih ngeselin nih orang” Gerutu pria yang menjadi korban pukulan Daffa. Sedetik kemudian pandangannya beralih menatap Nada “kemana saya harus membawa pria menyebalkan ini?”
Nada terperenjat tersadar dari lamunan, “Ah, kamarnya ada di lantai dua kamu bisa membawanya ke sana”
“Tunggu” Pria yang memapah Daffa mengeryit dahi “Kalian pisah kamar?”
“Hah?” Sahut Nada bingung kemudian ia tertawa kaku tersadar salah bicara “m-maksudnya kamar kami ada di lantai dua. Tolong bawa dia ke sana ya, aku tidak mungkin kuat kan?”
“Tentu saja, dengan senang hati cantik” Sahutnya genit sambil mengedipkan sebelah mata menggoda.
Bugh.
“Jaga ucapanmu, dia itu istriku”Daffa menegur dengan badan bergerak gelisah dan mata terpejam “Sahabat macam apa yang menggoda istri sahabatnya sendiri, hah?”
Pria itu berdecak kesal, “Astaga, kau benar-benar menyebalkan”
Nada bingung harus bereaksi apa, jadinya ia hanya mengekor setiap langkah orang yang memapah sang suami dari belakang. Sepanjang perjalanan Daffa tak henti-hentinya merancau tidak jelas. Nada sangat yakin Daffa mabuk berat.
Namun ada rancauan Daffa yang sangat Nada ingat. Pria yang berstatus suaminya itu merancau nama Gita berkali-kali dengan penuh frustasi. Sesaat Nada merasa iba dengan keadaan Daffa yang bisa di bilang jauh dari kata baik.
Pantas sih. Pasalnya Gita dan Daffa sudah menjalin hubungan kurang lebih selama 6 tahun. Hingga tiba-tiba Gita pergi begitu saja di hari pernikahan. Jika di pikir, siapa yang tidak frustasi di tinggal orang terkasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments