BAB 4 Hari menjadi Istri

Suara denyitan kayu yang berasal dari ayunan terdengar jelas. Di belakang rumah, Nada nampak begitu tenang berbaring di ayunan sambil membaca buku. Ia sedang berusaha menyibukan diri di tengah rasa bosan yang mendera.

Meski memang Daffa tak benar-benar membiarkannya sendirian. Ada Pak Santo satpam yang menjaga gerbang, Bi Ijah yang membersihkan rumah dan masak. Tetap saja mereka sibuk dengan kerjaan.

Nada menutup buku, sejak tadi ia tak fokus dan pikirannya melayang ke hal lain. Masih kesal dengan Daffa yang bisa pergi berkerja sedangkan ia malah di suruh libur. Ayah dan ibu mertua sengaja membuat Nada libur lebih lama. Katanya agak bisa berkeliling rumah dan mengenal setiap sudut rumah.

Nada merubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Memeluk lutut sambil menikmati pemandangan taman yang nampak indah dan rapi.

“Daffa benar-benar seorang pengusaha muda yang sukses” Tanpa sadar Nada berguman sendiri menyadari halaman rumah cukup luas dengan rumput hijau yang mahal.

“Jelas sekali kak Gita mau dengan Daffa. Kaya, mapan, gagah, dan berwajah tampan, tapi…” Nada menjela ucapannya menggridig kecil “Raut wajahnya dingin, datar, sudah seperti mayat hidup”

“Kau bicara apa?”

Nada tersentak kaget spontan bangkit dari duduk. Namun karena terburu-buru ia tersandung kakinya sendiri dan…

Bugh.

Bokong Nada mendarat di rumput dengan keras membuat suara ringisan sakit terdengar. Namun dengan sigap ia bangkit menghampiri sang suami dengan senyuman canggung.

Sementara Daffa berdiri dengan kedua tangan berada di saku celana, wajahnya yang datar menatap ke arah Nada.

“Kau sudah pulang?” Tanya Nada

“Menurutmu?”

Nada menelan ludah. Benar juga, kenapa ia malah bertanya hal yang memang sudah ada jawabannya. Nada mengangguk kepala patah-patah menangapi. Suasana menjadi sangat canggung. Keahlian Nada yang mudah akrab dengan orang baru tiba-tiba lenyap.

Mengabaikan Nada yang terdiam, Daffa melonggarkan dahi bersiap melepas jas yang ia kenakan. Ia merasa sangat lelah meski kenyataanya pulang kerja lebih awal.

“Sini biar ku bantu” Nada menawarkan diri mendekat untuk membantu Daffa melepas jas. Namun baru saja selangkah Daffa sudah berseru menegur, “Tidak perlu. Saya bisa sendiri”

“Baiklah” Sahut Nada bersama dengan kedua tangan yang turun ke sisi tubuh.

Hatinya sedikit tercubit dengan sikap dingin Daffa. Seakan status Nada sebagai istri hanya sebuah nama. Padahal Nada bersusah payah bersikap selayaknya seorang istri. Meski pernikahan mereka hanya sebuah keterpaksaan dan bukan karena cinta.

Tapi Daffa begitu membentengi diri. Tak sedikit pun membuka diri. Bahkan hanya untuk sekedar bersikap ramah pun tidak.

“Kalo begitu kau perlu sesuatu?” Nada bersuara mencoba berucap seramah mungkin. Orang yang di tanya menoleh menatap Nada lama lalu sebuah deheman kecil terdengar.

“Badanku pegal” Seru Daffa “Tolong siapkan air hangat untukku mandi”

Nada mengangguk mengerti. Kakinya melangkah untuk masuk ke dalam rumah. Hingga ketika akan melewati dapur suara intrupsi Daffa terdengar.

“Tolong simpan juga handuk di kamar mandi"

...****************...

Malam terasa semakin sunyi begitu hujan mendera. Rasa sejuk yang tercipta membuat manusia lebih memilih bergulung dengan selimut di banding pergi ke luar. Begitupun dengan Nada yang duduk di depan televisi.

Lengkap bersama selimut yang membungkus badan. Sementara tanganya sibuk meraih cemilan dari toples, matanya fokus menatap layar televisi.

“HAHAHAHAHAAA”

Tawa Nada meledak melihat adegan lucu muncul di layar. Ia sedang melihat acara talk show yang bertema komedi. Maklum Nada jarang sekali menonton televisi. Harinya selalu di isi dengan kegiatan di rumah sakit.

Asik dengan dunianya sendiri, Nada melupakan fakta ada orang lain yang duduk di sana. Ia bahkan mengabaikan ringisan Daffa yang terganggu dengan suara berisik Nada. Pasalnya pria itu sedang mengerjakan tugas kantor dan suara tawa Nada membuatnya tak fokus.

“Bisa pelankan sedikit suara tawamu?” Tegur Daffa.

Nada menoleh menatap Daffa dengan wajah polosnya. “Apa itu mengganggu?”

Alis Daffa bertautan, “Kau bertanya? Jelas itu sangat mengganggu”

Anggukan kepala di dapatkan Daffa. Nada menutup toples bangkit dari duduk lalu mematikan televisi. Ia berdiri menatap Daffa “Kalo begitu, aku pergi tidur duluan”

Nada berbalik untuk berjalan menuju ke kamar. Namun tangannya lebih dulu di cekal Daffa. Nada mengernyit, “Kau perlu sesuatu?”

Daffa melepas cekalan, berdehem kecil “Saya tidak suka sendirian. Diam di sini”

Dalam diam Nada mengulum senyum tipis. Hatinya terasa tergelitik dengan sikap Daffa. Padahal bilang saja tak mau Nada tinggal.

Masih dengan tubuh terbungkus selimut Nada memposisikan duduk di lantai tepat samping Daffa. Ia melirik sekilas layar laptop Daffa di atas meja, kemudian beralih pada kertas-kertas yang berserakan di samping kiri Daffa.

“Mau aku bantu?” Tawar Nada kasian saja jika suaminya harus begadang menyelesaikan tugas kantor.

“Ck, memangnya kau mengerti apa tentang bisnis?”

“Heyy" Nada memekik tak terima "Kau meremehkan otak seorang dokter”

Tanpa menunggu izin ia mencondongkan tubuh bergerak mengambil kertas-kertas di sisi lain tubuh Daffa. Hal itu tanpa Nada sadar membuat Daffa menahan nafas karena terkejut.

Mereka terlalu dekat dengan posisi seperti akan berpelukan.

Daffa bahkan bisa melihat jelas bagaimana putih dan mulusnya wajah Nada walau dari samping. Hidungnya yang mancung, bulu mata yang lentik dan bibir yang merah muda membuat ia tanpa sadar menelan ludah. Kejadian beberapa detik itu membuat Daffa merasa waktu seakan berhenti.

Sementara Nada sadar merasa di perhatikan, ia menoleh menyunggingkan senyum pada Daffa. Sedetik kemudian ia sudah kembali ke posisi awal. Tak tahu bahwa sikapnya, hampir membuat Daffa kena serangan jantung dadakan.

“Biar aku bantu, agar kau cepat pergi tidur” Nada berceloteh semangat sambil memeriksa kertas di tangannya “Terlalu banyak begadang itu tak baik untuk kesehatan”

Melihat Nada yang mulai sibuk membantu, Daffa berdehem pelan sedikit menggeser duduk, menjauh. Terlalu banyak berdekatan dengan Nada membuatnya gugup, entah kenapa.

Hening.

Hanya ada suara ketikan keybord, denting jam dan suara kertas yang bergesekan. Waktu berlalu dengan cepat. Terbukti, jam yang menempel di tembok itu sudah menunjukan pukul 23. 30. Hujan juga sudah mereda terganti oleh suara nyaring jangkrik yang saling bersahutan.

“Akhirnya selesai juga”

Setelah hampir 4 jam akhirnya Daffa bisa bernafas lega. Pekerjaan selesai dan bisa ia presentasikan besok. Namun ada yang aneh di sini, ia tak mendengar lagi suara ocehan Nada juga kertas yang bergesek.

Dan saat menoleh, benar saja istrinya itu sudah tertidur. Tertidur dengan kepala bertumpu pada tangan berlipat di atas meja. Daffa memindahkan laptop jadi di lantai, lalu ia melipat tangan menumpukan kepala, menatap Nada dalam diam.

Nada terlihat sangat polos seperti bayi saat tertidur. Sama seperti Gita sang kakak kembaran. Meski jika di lihat ada sebuah tahi lalat kecil di dahi kanan Nada. Tapi secara keseluruhan fisik Nada bisa di bilang 98% sama dengan Gita.

“Kenapa wajah kalian benar-benar mirip? Apa Tuhan sangat marah padaku dan ini adalah hukuman?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!