BAB 10 Obrolan Malam

Di atas ranjang dengan berukuran king size tubuh Nada terus berguling ke kanan dan kiri. Ia tidak tidur, perasaan dan pikirannya tak tenang. Memikirkan Daffa yang belum kembali setelah 5 jam pamit pergi ke luar.

Bukan apa-apa, hanya saja Nada takut Daffa meninggalkanya sendirian di Swiss. Bisa jadi ‘kan Daffa pergi memesan tiket pesawat lalu pergi pulang ke rumah. Tapi, jika di pikir tidak mungkin juga Daffa berani.

Bisa habis di maki oleh ayah Nada soalnya. Tambah lagi Nia sang ibu mertua sangat sayang dengan menantunya. Merasa mulai bosan, Nada berdecak mengubah posisi menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang.

Tanggannya bergerak meraih benda pipih di atasa nakas. Sedetik kemudian jarinya bergerak mencari nama Daffa di layar. Ia berniat menghubungi Daffa. Bagaimana pun Daffa tetap suaminya ‘kan?

“Sebenarnya kemana perginya pria itu?” Nada berguman kesal ketika malah suara operator yang menyahut panggilan telponnya. Nada berdecak kembali mencoba menghubungi. Namun sama saja sahutan suara operator perempuan yang Nada dapat.

Nada menggigit bibir gelisah, perasaannya tak karuan. Pikiran negative mulai memenuhi kepala. Bagaimana kalau Daffa di keroyok orang? atau bagaimana kalo Daffa di copet terus di bunuh?

“Daffa, kau berhutang banyak maaf padaku” Pada akhirnya Nada bergerak turun dari ranjang, meraih sweeter di sisi ruangan. Ia berjalan tergesa ke pintu dengan perasaan cemas.

Klik.

Nada terpaku di tempat begitu pintu terbuka dari luar. Terdiam menatap sosok di depannya. Sementara Daffa yang baru saja sampai hanya mengerutkan dahi melihat istrinya berpakaian rapi.

“Kau mau kemana?”Tanya Daffa sambil berjalan masuk ke dalam membuat suara pintu tertutup kembali terdengar. Melihat Nada tak merespon Daffa kembali bersuara, “Kenapa belum tidur?”

Entah terbawa suasana atau apa. Mata Nada mengembun, seperti akan menangis saat itu juga.

“Kau dari mana?” Tanya Nada susah payah karena kerongkongan terasa ada yang mengganjal, matanya menatap Daffa sendu “Kenapa baru pulang?”

Daffa panik, ia merasa tak melakukan hal salah. Tapi istrinya itu seperti akan menangis. Daffa mengulum lidah membasahi bibir yang terasa kering seketika.

“Saya hanya pergi jalan-jalan sekitar ho_”

Grepp.

Ucapan Daffa tertahan ketika tanpa di duga Nada berhambur memeluknya. Gadis yang berstatus istrinya itu menangis tersendu di pelukan Daffa. Bahkan Daffa bisa merasakan tubuh Nada gemetar karena tangisan.

“K-kau membuatku takut” Nada berseru dengan gemetar karena tangis “Aku sudah berpikir yang tidak-tidak. Berpikir kau di copet lalu di keroyok orang, a-aku...”

“Maaf” Seru Daffa lirih hampir tak terdengar. Perlahan tangannya bergerak membalas pelukan “Maaf”

...****************...

Jika kebayakan pengantin baru acara honey adalah hari yang manis. Maka berbeda dengan Nada dan Daffa. Mereka bahkan tidur secara berpisah. Nada yang merebahkan diri di kasur dan Daffa di sofa. Acara menangis tadi tidak membuat Daffa luluh sama sekali. Pria itu bahkan dengan cepat kembali dalam mode Daffa yang dingin.

Nada memeluk selimut di atas dada, mata menatap lurus langit kamar. Ruangan itu terlihat gelap hanya ada cahaya dari lampu tidur di atas nakas dan cahaya malam dari balik jendela. Dan entah kenapa Nada tiba-tiba teringat kejadian beberapa tahun lalu.

“Daffa” Panggilnya.

“Hm”

Nada menyunggingkan senyum tipis, tak menyangka Daffa juga belum tertidur. Ia menghela nafas pelan, “Bagaimana jika waktu itu aku yang bertemu dengamu dan bukan Kak Gita?”

Mata Daffa seketika terbuka. Itu sudah 6 tahun lalu, Daffa bahkan hampir tak ingat sama sekali. Kejadian semasa SMA ketika Daffa bertemu dengan Gita tepat saat acara pertandingan basket antar sekolah. Pertandingan itu di adakan di sekolah Gita dan tanpa sengaja Daffa tersesat lalu bertabrakan dengan Gita.

Dari pertemuan itu Daffa merasakan rasanya jatuh hati. Ia jatuh dalam pesona Gita dan siapa sangka ternyata Gita juga merasakan hal yang sama. Mereka pada akhirnya menjadi sepasang kekasih.

Dan Daffa baru mengetahui Gita memiliki kembaran 3 minggu sebelum acara pernikahan. Itu pertemuan pertama dirinya dengan Nada. Dari yang Daffa dengar Nada memang awalnya satu sekolah dengan Gita. Namun Nada memilih pindah sekolah. Kemudian setelah kelulusan masa SMA Nada sibuk mengejar gelar dokternya.

“Bagimana jika waktu itu Kak Gita yang pindah sekolah dan bukan aku?” Nada mengubah posisi tidur menjadi miring menghadap Daffa.

Daffa tak merespon, matanya kembali terpejam. Meski telinganya mendengar jelas apa yang di katakan Nada. Ia sendiri bingung harus menjawab apa. Yaa, Daffa akui ada banyak perbedaan signifikan antara Gita dan Nada. Tapi jika di tanya seperti itu, Daffa tak punya jawaban yang tepat.

Sementara di sisi lain, Nada tersenyum getir. Ia seakan bisa membaca pikiran Daffa yang di landa bingung. Jelas sekali pria itu sudah jatuh ke dalam pesona Gita. Jika di bandingkan Nada kakak kembarannya itu unggul dalam banyak hal yang di sukai pria.

“Kak Gita sangat lembut dan anggun, dia juga pandai memasak” Nada tertawa miris “sedangkan aku? Meski otakku encer aku tak bisa memasak. Tidak bersikap anggun juga lembut seperti kak Gita"

Daffa mennggertak gigi geram, “Berhenti berbicara omong kosong!”

“Berbicara omong kosong?” Nada tersenyum miring “Aku berbicara fakta! Kau bahkan tak bisa menjawab pertanyaanku!”

Mata Daffa terpejam sejenak, membalikan badan menghadap Nada. Mata setajam elang itu menatap Nada kesal. “Pertanyaan konyol! Semua sudah berlalu! Dan meski aku menjawab itu tak akan merubah apapun!”

Daffa mendengus, “Jangan terpaku pada kata ‘seandainya’ karena itu tak akan membuat Gita kembali!”

Hati Nada sakit, tubuhnya beringsut memeluk selimut dengan erat. Matanya terasa sangat panas dengan genang air di pelupuk mata yang siap tumpah. Bodoh. Nada harusnya sadar posisinya yang hanya menyandang sebagai pengantin pengganti.

Tapi, apa salah jika Nada berharap sebuah pengakuan dari suaminya sendiri? Nada juga ingin di cintai dan di sayangi sebagai istri. Apa sebegitu sulit?

“Hahhh” Nada menghembuskan nafas lelah “Sudah ku duga. Kau memang sudah sangat mencintai kak Gita meski dia pergi tepat di hari pernikahan”

Daffa mendengus kesal, “Berhenti berbicara dan segeralah tidur!”

“Maaf, karena kak Gita pergi begitu saja” Nada membalikan tubuh jadi membelakangi. Air matanya kembali jatuh dalam diam. “Sungguh, aku juga kecewa dengan kak Gita”

Nada terlarut dalam rasa sedihnya hingga menjemput alam mimpi. Tak tahu bahwa Daffa juga menitikkan sedikit air mata. Daffa marah, benci dengan keadaan rumit yang menimpanya.

Karena apapun perihal hati tak ada yang mudah. Terlihat sederhana namun sebenarnya sangat sulit bahkan menyiksa.

“Tolong jangan pergi dan beri saya waktu"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!