Dosen Killer Itu, Suamiku!

Dosen Killer Itu, Suamiku!

1. Kabar dari Ayah

"Nadine Arzenia Elvanie?" Panggil Pak Deon Elvaro, dia adalah salah satu Dosen yang mengajar di Universitas Bayangkara, tempat ku melanjutkan jalur pendidikan di Kota Metropolitan ini.

"Iya, Pak!" Sahutku.

"Mengapa akhir-akhir ini nilai mu menurun drastis? Ada apa denganmu?" Tanya Pak Deon, dengan memberikan tatapan tajam ke arahku.

Di Universitas ini, aku selalu masuk dalam daftar Mahasiswi terpintar di sini. Akan tetapi, akhir-akhir ini konsentrasi ku mulai pudar karena kabar dari Ayah.

****

"Halo! Assalamu'alaikum, Nak?" kini salam Ayah terdengar dari seberang kota.

"Halo Ayah! Wa'alaikumsalam," aku pun membalas salam dari Ayah.

"Nak, bagaimana kabarmu di sana? Kau baik-baik saja bukan?" tanya Ayah dengan penuh perhatian.

"Alhamdulillah, kabarku di sini baik Ayah! Bagaimana dengan kabar Ayah dan Ibu? Kalian juga baik-baik saja kan?" tanyaku dengan lembut.

"Alhamdulillah, kabar kami juga baik! Nak, bolehkah Ayah mengatakan sesuatu yang penting?" tanya Ayah dengan hati-hati.

Aku yang mendengar kata penting, kini pikiran ku menjadi tidak tenang.

"Tentu saja boleh! Memangnya ada hal penting apa, Yah?" tanyaku dengan rasa penasaran.

"Ayah tidak bisa mengatakannya melalui suara saja, Nak! Ayah ingin, libur semester ini kamu pulang dahulu ya ke rumah? Ayah ingin menyampaikan hal yang sangat penting, tentang masa depan mu nanti." ucap Ayah dengan penuh permohonan.

"Iya Yah, nanti libur semester pasti aku akan pulang! Aku juga sangat merindukan kalian," ucapku dengan penuh kasih sayang.

"Kami juga sangat merindukanmu, Nak! Kami akan selalu menunggu kedatanganmu, untuk pulang kembali ke rumah ini! Rumah ini terasa sepi tanpamu, meskipun ada adikmu Bima. Kami masih merasa kesepian, karena dia selalu sibuk sendiri dengan ekskulnya di Sekolah," ucap ayah, yang kini suaranya terdengar sendu.

"Baik Ayah! Hanya tinggal 2 Minggu saja, aku pasti akan segera pulang dan kita akan berkumpul kembali," ucapku dengan penuh semangat.

"Ya sudah, kamu lanjutkan dahulu tugasmu! Semoga nilai kamu bisa lebih baik lagi ya, Nak?" ucap ayah dengan penuh perhatian.

"Baik Yah, aku tutup dahulu ya? Assalamu'alaikum, Ayah? Salam buat Bunda dan Bima ya?" ucapku sambil berjalan menuju ke Perpustakaan.

"Iya, Nak! Wa'alaikumsalam,"

Kini panggilan suara pun telah terputus.

Sebenarnya aku sendiri bingung, karena Ayah hanya mengatakan aku harus pulang, dan beliau ingin berbicara tentang masa depan ku? Apa maksud dari ucapan Ayah tadi?

****

Sejak saat itulah, konsentrasi belajar ku buyar dan mulai menurun. Karena aku terlalu memikirkan ucapan Ayah, 3 hari yang lalu. Kini semua berdampak buruk pada nilai-nilai ku, yang tiba-tiba menurun.

"Ah, mengapa aku selalu kepikiran dengan ucapan Ayah? Semoga saja apa yang aku pikirkan ini, hanyalah dugaan ku saja!" gumamku sambil meratapi nasibku.

Dengan nilai-nilai ku yang tiba-tiba menurun ini, bagaimana nanti dengan respons Ayah dan Ibu? Pasti mereka kecewa kepadaku.

Karena jalur pendidikan yang ku tempuh saat ini, aku mendapatkannya karena berbagai perjuangan.

Dan saat ini, hanya karena ucapan Ayah yang masih tanda tanya, aku menghancurkan sendiri dengan nilai-nilai di bawah rata-rata.

Ah, seperti frustrasi rasanya, jika memikirkan semua hal secara bersamaan.

"Hey, Nad?" Panggil Anita yang tepat berada di belakangku.

"Ya, Nit! Ada apa?" sahutku.

"Dicari tuh sama Pak Raga, katanya kamu di suruh ke ruangannya!" ucap Anita, menyampaikan pesan dari Pak Raga.

Raga Hermawan adalah salah satu Dosen Killer di Kampus ini, mungkin karena nilaiku yang anjlok, kini dia memanggil ku.

Tok... Tok... Tok...

"Permisi Pak!" Ucapku dengan sopan.

Kini dia pun melirik ke arahku.

"Ya masuk!" Sahutnya dengan ekspresi wajah datar.

"Silahkan duduk!" ucapnya lagi.

Aku pun mengangguk lalu duduk di kursi yang berseberangan dengan Pak Raga.

"Langsung saja! Kenapa nilai-nilai mu anjlok semua? Apa kau sudah bosan mengikuti mata kuliah di sini?" tanyanya dengan menatap tajam ke arahku.

'Ah, ini yang paling aku tidak suka, berhadapan dengan Dosen Killer sepertinya, pasti hanya akan mendapatkan nilai minus darinya,' batinku.

"Mohon maaf Pak! Saya akhir-akhir ini memang sedang kehilangan fokus, dalam mengikuti mata kuliah ini. Tetapi saya akan berusaha untuk menaikan nilai saya kembali di atas rata-rata," ucapku sesopan mungkin.

"Bagus! Lakukan tugas mu sebaik-baiknya! Kamu di sini adalah salah satu mahasiswi terpintar di Universitas ini, jadi saya minta kamu jangan mencampurkan adukan masalah pribadi dengan mata kuliah di sini! Apa kau mengerti?" ucapnya dengan nada tegas.

"Baik, Pak! Saya mengerti!" ucapku dengan seulas senyum yang dipaksakan.

"Ya sudah, silahkan kembali ke kelas mu! Karena sebentar lagi, mata kuliah saya akan segera di mulai!" ucapnya dengan nada datar.

"Baik, Pak! Kalau begitu, saya permisi!" ucapku dengan sopan, kemudian aku pun keluar dari ruangan Pak Raga.

Jika saja dia bukan Dosen di sini. Sudah ku cabik-cabik dia!

"Huh! Dasar Dosen Killer! Ekspresinya aja kayak gunung es, dingin banget. Semoga saja nanti jodohku bukan laki-laki seperti itu!" gerutuku, sambil berjalan ke arah kelasku.

Tap.. Tap.. Tap..

Kini terdengar suara hentakan kaki menuju ke arah kelasku.

Saat aku mendongakkan kepalaku ke depan, kini terlihat jelas bahwa Pak Raga akan mengajar di kelas ini.

"Baiklah semua! Kali ini saya akan memulai pelajaran Arkeologi, dan kalian harus fokus kepada setiap penjelasan dari saya! Apa kalian mengerti?" ucapnya dengan nada tegas.

"Mengerti, Pak!" ucap para mahasiswa-mahasiswi secara serentak.

Aku yang mendengar suara Pak Raga, kini menjadi sangat malas, dan tidak bersemangat sedikitpun.

Kini ku sandarkan punggungku ke bangku ku, lalu ku pandangi wajah dingin Pak Raga.

Dalam hati aku berkata:

"Jangan sampai aku mendapatkan jodoh seperti Pak Raga, meskipun dia tampan dan manis, akan tetapi sifat dingin dan killernya itu yang paling tidak ku sukai. Amit.. amit deh, jangan sampai!"

Aku pun bergidik saat membayangkan hal itu.

"Nadhine Arzenia Elvanie? cepat sekarang maju ke depan, dan jelaskan kembali tentang apa yang tadi saja katakan!" ucap Pak Raga, dengan nada tegas.

Aku pun membelalakkan mata.

"Hah? Apa? Saya, Pak?" tanyaku dengan wajah terkejut.

"Iya, memang masih ada nama yang sama, seperti dengan nama kamu?" ucapnya lagi, kini dengan tatapan tajam ke arahku.

"Mampus aku! Duh, bagaimana ini? Aku tadi sama sekali tidak memperhatikan yang di sampaikan oleh Pak Raga lagi! Duh, bagaimana sekarang?" gumamku.

"Cepat! Maju ke depan! Kenapa masih diam saja di sana?" gertak Pak Raga.

Aku pun terlonjak kaget, karena suaranya yang memekakkan telinga.

"Sa-saya........"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!