Hanya tinggal menghitung hari lagi, kini aku akan melepas masa lajangku. Aku akan terlepas dari tanggungjawab kedua orangtuaku, dan sepenuhnya menjadi milik orang lain.
"Huh!"
Aku pun merebahkan tubuhku di atas ranjang, lalu ku pandangi langit-langit kamar sambil menerawang jauh ke masa lalu, lebih tepatnya di masa kecilku.
*Flashback on*
16 tahun yang lalu, saat aku berusia kurang lebih 3 tahun. Aku berbicara dengan jelas dan lancar, karena sejak kecil aku pun sudah di kenal sebagai anak genius oleh keluarga ku.
Karena aku memiliki daya ingat yang cukup tinggi, bahkan hal sekecil apapun pasti aku akan mengingatnya.
Aku pun juga sangat mengingat semua hal yang aku lalui bersama dengan Kak Gaga (Raga). Bahkan saat aku dengan polosnya mengatakan bahwa aku ingin menikah dengan Kak Gaga.
"Yah, Yah.. Nana mau menikah sama Kak Gaga ya? Nana mau menjadi istri Kak Gaga. Boleh 'kan?" tanyaku dengan begitu polosnya.
Semua orang yang mendengarnya pun terkekeh, lalu Ayah membelai lembut rambutku.
"Nana memang tau menikah dan menjadi istri itu bagaimana?" tanya Ayah dengan penuh kasih sayang.
"Iya Nana tau, Yah. Kan seperti Ayah dan Ibu yang tinggal bersama dan bisa bobok bareng juga." jawabku dengan penuh semangat.
Mereka yang berada di sana pun langsung tertawa terpingkal-pingkal, saat mendengar kata-kata yang terlontar dari mulutku.
Padahal di waktu itu, aku sama sekali belum memahami apapun, termasuk arti dari pernikahan dan istri. Tetapi karena aku memang sangat sulit dipisahkan dengan Kak Raga, maka saat itu aku langsung mengatakannya dengan penuh semangat.
"Sayang, jika kalian ingin menikah, nanti ya jika kalian sudah sama-sama dewasa. Jadi kalian bisa sama-sama saling menjaga dan melindungi satu sama lain, kalau sekarang kalian harus belajar dengan baik terlebih dahulu, agar nanti setelah kalian dewasa kalian akan bisa memahami apa arti dari sebuah pernikahan dan pasangan hidup." jelas Ayah kepadaku, karena saat ini Kak Raga hanya terdiam sambil tersenyum di belakang ku.
"Iya, Om. Raga mengerti! Raga akan belajar dengan baik, agar nanti Raga bisa menjadi suami yang baik untuk Nana. Raga berjanji akan menjaga dan melindungi Nana sampai nanti kita dewasa." ucap Kak Raga dengan penuh keyakinan.
Aku yang mendengar ucapan Kak Raga, hanya melompat-lompat karena bahagianya.
"Eh, Nana! Jangan lompat-lompat begitu, nanti jatuh lho!" seru Kak Raga, sambil memegangi tangan ku agar aku menghentikan lompatan ku.
"Hehe, maaf Kak! habisnya Nana bahagia sekali, saat mendengar Kak Gaga mau menikah dengan Nana jika sudah dewasa nanti." ucapku sambil tersenyum lebar, hingga deretan gigi putih ku terlihat.
Itu hanyalah salah satu kenangan yang terindah yang pernah aku lalui bersama dengan Kak Raga. Akan tetapi semua kenangan itu sirna begitu saja, saat kecelakaan yang merenggut sebagian besar ingatanku yang aku miliki di masa kecil. Sejak saat itulah aku sama sekali tidak mengingat masa-masa saat bersama dengan Kak Raga, karena ingatan itu hilang karena keteledoran ku sendiri.
Dan setelah itu, Ayah pun harus pindah ke Kota lain karena tugas dari Kantornya. Oleh karena itu, semenjak kecelakaan yang terjadi kepadaku aku sama sekali belum pernah bertemu kembali dengan Kak Raga.
*Flashback off*
Saat ini aku perlahan sudah mulai mengingat masa lalu, dan masa kecilku bersama dengan Kak Raga. Jika mengingat kembali, aku merasa sangat malu dengan diriku sendiri. Karena dulu aku dengan polosnya, mengatakan hal itu di depan kedua orangtua kami.
"Aaaahhh,"
Aku pun menutup wajahku dengan menggunakan bantal, saat mengingat kembali ke masa-masa itu. Sungguh benar-benar tidak tau malu aku saat masih kecil, aku yang dulu merengek kepada Ayah akan tetapi sekarang aku yang ingin menolaknya.
"Aaaaaaa.. menyebalkan sekali!" pekikku dengan suara keras.
*Ceklek!"
Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka.
"Ada apa, Sayang?" tanya Ibu dengan raut wajah yang khawatir.
Aku pun langsung bangkit dari tempat tidurku, lalu bersandar di sisi ranjang.
"Hehe, tidak apa-apa kok, Bu! Hanya teringat sesuatu yang sangat menyebalkan saja." ucapku sambil tersenyum lebar sambil memeluk bantal.
"Oh, Ibu kira ada apa? soalnya tadi waktu Ibu lewat di depan kamarmu, Ibu mendengar suara teriakkan dari dalam. Jadi Ibu langsung saja masuk, Ibu takut jika terjadi sesuatu kepadamu, Sayang." ucap Ibu dengan penuh kasih sayang.
"Hehe, maafkan Nadhine ya, Bu? Karena sudah membuat Ibu khawatir." ucapku sambil menyandarkan kepalaku di bahu Ibu.
"Iya, Sayang. Tidak apa-apa." sahut Ibu, sambil mengusap lembut rambutku.
Sebenarnya saat ini aku ingin sekali menanyakan sesuatu kepada Ibu, akan tetapi aku merasa sedikit ragu untuk melakukannya. Tetapi jika aku tidak menanyakannya, maka aku akan terus merasa penasaran karena tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
"Bu?" panggilku, sambil sedikit mendongakkan kepalaku.
"Iya, Sayang?" sahutnya.
"Emn, bolehkah aku menanyakan sesuatu kepada Ibu?" tanyaku sambil menatap wajah teduh Ibu.
"Tentu saja boleh, Sayang. Katakanlah apa yang ingin kamu tanyakan! Jika Ibu bisa, pasti akan menjawabnya." ucap Ibu sambil sedikit menundukkan kepalanya.
"Emn, bagaimana bisa aku dan Kak Raga selama ini sama sekali tidak saling bertemu, bahkan sekalipun tidak pernah. Apa ada sesuatu sehingga aku tidak boleh bertemu dengannya? padahal aku sama sekali tidak mengingat apapun saat kami masih sama-sama kecil." ucapku sambil memancing penjelasan dari Ibu.
Sayup-sayup kini terdengar suara helaan napas panjang Ibu.
"Setelah kejadian yang menimpamu, kami memutuskan untuk pindah rumah. Karena kami tau bahwa kamu perlu berada di lingkungan baru, agar kamu tidak merasakan sakit di kepalamu terus menerus. Saat itu setiap hari kami melihat mu selalu merasakan kesakitan, jadi kami memutuskan untuk pindah ke Kota lain dengan alasan pekerjaan Ayah mu. Padahal waktu itu Ayah mu hendak naik jabatan, tetapi Ayah menolaknya karena lebih mementingkan kesehatan putrinya, daripada pekerjaannya saat itu. Tentang keluarga Hermawan, Ayah sudah menjelaskan semua kejadian yang telah menimpa dirimu, Sayang. Tetapi saat itu hanya Raga yang tidak mengetahui tentang kecelakaan, yang mengakibatkan kamu kehilangan sebagian besar ingatan mu." jelas Ibu sambil menatap sendu ke arahku.
"Lalu apakah Kak Raga sampai sekarang belum tau, jika dulu aku mengalami kecelakaan itu, Bu?" tanyaku lagi.
"Entahlah! Karena kami kemarin belum sempat menanyakan hal itu kepada Om Andy dan Tante Siska." ucap Ibu sambil tersenyum getir ke arahku.
Aku pun hanya mengangguk-angguk kepala, tanda mengerti.
"O, iya.. apakah sampai sekarang kamu belum mengingat kembali Raga, Sayang? bahkan untuk mengingat masa kecil kalian, apakah tidak terbesit sedikitpun di dalam ingatanku? setelah benturan yang cukup keras kemarin itu?" tanya Ibu sambil menatap lekat wajahku.
*Degh!*
'Haruskah aku jujur kepada Ibu?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments