14. Kesepakatan

Tak terasa malam pun telah tiba. Setelah melaksanakan Sholat Isya' berjama'ah dan makan malam, kamu pun berbincang-bincang sebentar di ruang keluarga.

"Nak Raga, setelah ini Ayah dan Ibu titip Nadhine ya? Bimbing dia menjadi istri yang baik dan Sholehah, jika dia salah tegur saja dan arahkan kembali agar kembali benar. Karena terkadang dia juga tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, jadi kamu juga harus memiliki kesabaran extra untuk menghadapinya. Dia terkadang juga keras kepala dan susah sekali di atur, bahkan terkadang dia lebih suka mendebat terlebih dahulu daripada langsung menuruti ucapan kami," tutur Ayah kepada Kak Raga.

Aku yang mendengar kata-kata Ayah hanya bisa melirik kepada beliau, dengan wajah bersemu merah karena menahan malu.

'Ah, Ayah! Mengapa harus mengatakan hal itu sekarang sih, di depan mertua pula. Duh malunya aku.' gerutuku dalam hati.

"Ayah tenang saja, Raga pasti bisa meluluhkan hati Nana. Dia pasti akan menjadi istri yang penurut dan patuh kepada suaminya." ucap Kak Raga dengan penuh keyakinan, lalu dia pun meraih tanganku untuk di genggamnya.

Aku pun mencoba untuk memaksakan seulas senyuman di depan orangtuaku dan mertuaku, saat Kak Raga menyatukan tangan kami dalam genggamannya. Aku tidak ingin mereka mencurigai ku, karena aku belum sepenuhnya menerima pernikahan ini.

"Emn, bolehkah kami tidur lebih dulu?" izinku kepada mereka, karena aku tidak mau terjebak terlalu lama dalam obrolan mereka. Bisa-bisa sampai Subuh nanti jika kami tetap melanjutkan pembicaraan ini.

"Tentu saja. Ah, pengantin baru memang sedang hangat-hangatnya, jadi ingin selalu berdua saja. Ya sudah kalian beristirahatlah terlebih dahulu, semoga saja kami segera bisa menimang cucu," ucap Mama sambil mengerlingkan satu matanya.

Wajahku pun semakin memanas, saat mendengar kata cucu. Itu sama halnya kami harus melakukan malam pertama terlebih dahulu. Ah, tidak.. tidak! Jangan sampai itu terjadi malam ini. Karena aku sama sekali belum siap untuk melakukannya.

Lalu kami pun beranjak dari tempat duduk, lalu berjalan beriringan sambil bergandengan tangan.

*Ceklek!*

Kini pintu pun terbuka, lalu aku pun bergegas untuk masuk dan menarik Kak Raga agar segera ikut masuk ke dalam kamar. Setelah itu, aku pun tidak lupa untuk segera mengunci pintu.

"Kak?" panggilku lirih.

Lalu Kak Raga pun menoleh ke arahku sambil tersenyum lebar.

"Iya, Nana Sayang!" sahutnya.

"Tolong lepaskan tanganku, Kak!" pintaku kepada Kak Raga.

Lalu Kak Raga melihat genggaman tangan kami, akan tetapi bukannya melepaskan kini dia semakin mengeratkannya.

"Tidak, Na! Biarkan seperti ini sementara waktu. Aku sangat merindukanmu momen ini, apalagi bisa bergandengan tangan seperti ini dengan wanita yang aku cintai sejak kecil.

"Tapi Kak -" kini ucapanku pun terhenti saat Kak Raga mulai mendekatkan wajahnya ke arahku.

"Hanya berpegangan tangan saja, Na! Aku tidak meminta lebih malam ini. Apa aku salah menggandeng tangan istriku sendiri?" tanya Kak Raga sambil menatap lekat wajahku, kini hembusan napas hangatnya menerpa wajahku.

"Emn, ba-baiklah." jawabku sambil terbata.

"Bagus! Istri penurut dan patuh, I love you so much, Na?" ucap Kak Raga dengan suara lembutnya.

Aku pun masih terdiam, ingin membalas ucapan terakhirnya tetapi masih merasa enggan.

"Oke! Tidak perlu di jawab sekarang. Tetapi aku harap suatu hari nanti, kamu bisa menerima pernikahan ini dan menganggap ku sebagai suamimu. Hanya itu harapanku, tidak lebih. Tetapi jika ada lebihannya sih, aku mau!" ucap Kak Raga lagi sambil terkekeh kecil.

"Kak?" panggilku lagi.

"Hem, iya." jawabnya sambil menoleh ke arahku.

"Bolehkah aku meminta sesuatu dari Kak Raga?" tanyaku dengan hati-hati.

"Tentu saja boleh, Na. Katakanlah!" ucapnya sambil tersenyum tipis.

Dengan ragu-ragu aku pun ingin mengutarakan keinginan ku.

"Maaf sebelumnya! Apa Kak Raga akan merasa keberatan jika nanti kita tinggal bersama, kita akan tidur terpisah? Karena jujur saja, aku belum terbiasa untuk tidur bersama dengan seorang pria. Meskipun itu adikku, Bima. Aku mohon, Kak! Hanya sementara waktu, hingga aku bisa menerima pernikahan ini, dan menyiapkan lahir batinku untuk menjadi istri sepenuhnya untuk Kak Raga." pintaku kepada Kak Raga sambil menatap lekat wajahnya.

Kak Raga pun masih terdiam sambil mengernyitkan keningnya. Sayup-sayup terdengar suara helaan napas beratnya.

"Baiklah! Meskipun sangat berat untuk ku, tetapi aku akan tetap sabar untuk menunggumu hingga kamu mau menerima ku sepenuhnya. Aku juga tidak akan menyentuhmu dan meminta hakku sebagai seorang suami. Aku pasti akan selalu menunggumu, Na. Pasti!" ucapnya dengan tulus.

Aku yang mendengar ucapan Kak Raga, mulai sedikit terenyuh. Tetapi aku tidak boleh goyah saat ini, aku harus tetap memegang prinsip ku. Karena aku benar-benar ingin melihat bagaimana perjuangan, dan kesabaran Kak Raga dalam menghadapi sikap dan sifat ku nanti.

"Terimakasih, Kak." ucapku sambil tersenyum tipis.

"Iya, Na. Tetapi jika hanya mencium kening dan tanganmu, tidak akan ada larangannya kan?" tanya Kak Raga sambil tersenyum lebar.

Dengan ragu-ragu aku pun menganggukkan kepalaku.

"Oke! Kita telah membuat kesepakatan bukan? Tetapi aku yakin, Na. Tidak lama lagi kamu pasti akan menerima ku. Aku sangat yakin itu! Bahwa cintaku akan membawamu kembali kepadaku!" ujar Kak Raga dengan penuh semangat.

Aku pun hanya tersenyum getir saat melihat semangatnya.

"Ya sudah, ayo kita tidur. Bukankah kamu bilang tadi ingin beristirahat?" ujar Kak Raga lagi.

"Emn, iya Kak. Tetapi sebentar! Aku akan mengatur tempat tidur terlebih dahulu. Jadi tolong lepaskan tanganku, Kak!" pintaku sambil melirik ke arah genggaman tangan kami.

"It's okey! Sorry!" ucapnya sambil melepaskan genggamannya.

Aku pun bergegas untuk menuju ke ranjang ternyaman ku, yang kini harus ku bagi dengan seseorang yang ku sebut sebagai suami.

Lalu aku pun menata bantal di sisi tempat tidur dan meletakkan dua guling di tengahnya, sebagai pembatas antara kami.

"Lho, lho.. kok di batasin sih, Na?" tanya Kak Raga dengan raut wajah yang kebingungan.

Aku pun menautkan kedua alisku, lalu menatap tajam ke arahnya.

"Ini hanya untuk jaga-jaga, agar Kak Raga tidak mengambil kesempatan saat aku tidur nanti. Dan ingat jangan melewati batas ini, jika Kak Raga sampai melanggarnya, akan ada hukuman yang berlaku." ucapku dengan penuh keyakinan.

Perlahan Kak Raga mendekat ke arahku, aku pun langsung berjaga-jaga agar dia tidak melewati batasannya.

"Tetapi jika yang melanggarnya kamu sendiri, maka bersiaplah kamu juga akan mendapatkan hukuman dariku." ucap Kak Raga sambil menyunggingkan senyuman.

"Oke! Deal!" ucapku dengan mantap. Sambil menjabat tangan Kak Raga.

'Kita lihat saja nanti, Kak. Karena aku tidak mungkin akan melanggarnya,' gumamku dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!