10. Luka di Hati

Derrtt.. Derrtt.. Derrtt...

Saat aku melihat ponselku yang bergetar, aku pun langsung menyambarnya. Lalu ku lihat tertera nama Ringgo yang sedang mencoba untuk melakukan panggilan video kepadaku.

Aku pun harap-harap cemas dan merasa ragu, untuk menjawab panggilan video darinya. Akan tetapi jika aku tetap menghindarinya, bagaimana aku bisa memutuskan hubungan ku dengan Ringgo?

Jadi mau tidak mau aku harus menjawab panggilan video darinya.

"Assalamu'alaikum, Sayang?" salamnya sambil tersenyum manis kepadaku.

"Wa-wa'alaikumsalam," jawabku sambil tergagap.

Entah mengapa dan bagaimana aku harus menjelaskan semuanya kepada Ringgo. Bahkan hubungan kami baru seumur jagung, yang masih hangat-hangatnya.

"Sayang, kamu kenapa gugup seperti itu? kamu sudah lebih baik kan? apa kepalamu terasa sakit kembali? apa aku perlu ke rumahmu sekarang?" kini dia pun memberondongi ku dengan berbagai pertanyaan yang semakin membuat kepalaku terasa pusing.

"Ring, eh Yang? bisakah kamu jangan membuat ku pusing, dengan berbagai macam pertanyaan yang kamu ajukan!" ucapku sambil menatap sendu ke arahnya.

"Hehehe.. maaf, Yang! habisnya kamu terlihat gugup seperti itu. Memangnya ada apa sih, Yang? kok seperti ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Ringgo penuh selidik.

'Duh! mengapa dia jadi cowok peka banget sih? belum juga diomongin, eh dianya udah mulai curiga aja. huh!' gerutuku dalam hati.

"Yang? Halo? kok malah bengong sih?" tanya Ringgo lagi.

Aku pun kembali tersadar dalam lamunan ku.

"Emn, Yang? ada yang ingin aku bicarakan kepadamu! dan ini sangat penting! ini menyangkut tentang hubungan kita," ucapku sambil tersenyum kecut ke arahnya.

"Katakanlah, Sayang! ada apa? apa kamu ingin aku melamarmu sekarang di depan kedua orangtuamu?" tanya Ringgo dengan penuh harap.

Lalu ku gelengkan kepalaku pelan, sambil menatap sendu ke arahnya.

"Bukan, Yang. Maafkan aku.......!" ucapku lirih.

"Yang? tolong bicaralah yang jelas! ada apa? mengapa kamu terlihat sangat sedih? apa ada yang menyakitimu?" tanya Ringgo lagi, dengan raut wajah yang khawatir.

"Yang? jika aku mengatakan yang sejujurnya, apa kamu akan membenciku nanti?" tanyaku dengan hati-hati.

"Jangan membuat ku takut, Yang! katakanlah! ada apa sebenarnya?" ucap Ringgo dengan penuh penekanan.

Sebelum mengatakan fakta yang sangat menyakitkan untuk kami, ku pandangi wajah laki-laki tampan yang sangat populer di Kampus.

"Yang? Maaf kita harus mengakhiri hubungan ini! mungkin ini memang sangat menyakitkan untuk kita, tetapi aku harus mengatakan ini kepadamu saat ini juga. Karena aku tidak mau menundanya, sehingga nanti akan semakin menorehkan luka yang teramat sangat dalam di hati kita." jelasku, lalu aku pun memalingkan wajahku darinya. Karena aku tidak mau, jika Ringgo melihatku yang sedang menahan buliran kristal bening ini.

Matanya pun membulat sempurna.

"Hey, Sayang! kamu bicara apa sih? jangan bercanda seperti itu! sama sekali tidak lucu, Yang!" ucapnya sambil terkekeh saat melihatku yang memalingkan wajahku darinya.

"Okey! aku minta maaf! mungkin kamu marah kepadaku, karena aku tidak menjengukmu saat kamu di rawat di Rumah Sakit. Seandainya kamu tau, saat itu aku ingin sekali menemuimu dan menjadi obat untukmu. Akan tetapi semua tidak bisa aku lakukan, karena jarak kita saat ini sangat jauh dan membutuhkan waktu hampir satu hari untuk tiba di sana. Sudah ya bercandanya? dan maafkan aku, Sayang!" ucapnya dengan tulus.

Kini buliran kristal bening pun akhirnya luruh. Jujur saja, sangat berat untukku mengatakan sebuah kejujuran yang sangat pahit ini. Tapi mau bagaimana lagi? aku pun sudah menyetujui perjodohan ini. Apa jadinya jika aku membatalkannya begitu saja? pasti keluarga ku akan sangat malu, karena memiliki seorang putri yang tidak berpendirian sepertiku.

"Hey, Hey! mengapa kamu menangis, Yang? tolonglah jangan seperti ini! aku mohon!" ucapnya sambil terus mencoba untuk menenangkanku.

"Maaf, Ringgo! aku sedang tidak bercanda untuk saat ini. Aku benar-benar serius mengatakannya, kita harus mengakhiri hubungan ini sekarang juga!" ucapku dengan penuh penekanan.

Saat pandangan kami saling bertemu, kami pun saling menyelami dalam-dalam mata yang saat ini saling mengunci.

"Coba katakan lagi, Nadh! apa kamu memang sedang mempermainkan perasaanku? apa kamu pikir aku main-main dengan perasaan ini? apa kamu ragu kepadaku, karena aku belum siap menemui kedua orangtuamu? jika itu yang kamu mau, hari ini juga aku akan ke rumahmu bersama dengan kedua orangtuaku untuk melamarmu secara resmi, dan jika perlu di waktu yang sama kita langsung menikah. Agar kamu percaya jika aku benar-benar tulus kepadamu!" ucapnya sambil meneteskan buliran kristal bening dari kedua matanya.

'Ya Allah, Ringgo! mengapa kamu harus seperti ini? mengapa terasa sangat sulit untuk melepaskanmu? dan mengapa harus sesakit ini untuk mencintaimu? Ya Rabb, tolong kuatkan aku! berikan aku kekuatan untuk mengatakannya!' gumamku dalam hati.

"Tidak Ring! kamu tidak perlu datang ke sini, apalagi dengan kedua orangtuamu. Karena mulai hari ini kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Kamu aku bebaskan hari ini! Kamu bisa bebas untuk mendapatkan gadis yang lebih baik dariku. Mungkin kita memang ditakdirkan untuk tidak berjodoh. Sekali lagi aku minta maaf kepadamu, Ringgo! I love you very much but destiny says otherwise, may you be happy without me! " ucap dengan suara parau. Kini buliran kristal bening yang luruh semakin deras membasahi pipiku.

"Tidak Nadhine Arzenia Elvanie! Aku tidak pernah menyetujuinya, hubungan ini akan tetap berlanjut sampai maut memisahkan kita. Kamu tunggu aku di rumahmu! Aku pasti akan segera datang untuk melamar dan menghalalkanmu!" ucapnya dengan penuh keyakinan.

"Tidak Ringgo! Kamu sudah terlambat untuk melakukannya. Percuma saja jika nanti kamu tetap datang ke rumah ku! Karena beberapa hari lagi aku sudah menjadi milik orang lain!" ucapku sambil tersedu-sedu.

"A-apa? apa maksud dengan ucapan, Nadh? siapa yang sudah berani bermain-main dengan ku? aku pasti akan segera merebutmu kembali untuk ku miliki selamanya! KATAKAN NADHINE! SIAPA ORANG ITU? AGAR AKU BISA SEGERA MEMBERIKAN PELAJARAN KEPADA ORANG ITU!" serunya sambil menatap tajam ke arahku.

Jujur saja, yang aku lihat saat ini bukanlah Ringgo yang aku kenal. Saat ini dia benar-benar di penuhi oleh amarahnya sendiri. Aku pun bergidik ngeri saat melihat wajahnya yang terlihat sangat menyeramkan bahkan otot-otot wajahnya pun ikut menegang.

"Cukup Ringgo! Tolong mengertilah! semua ini aku lakukan untuk kebahagiaan keluarga ku, aku tidak ingin mengecewakan mereka. Tolong pahami aku, Ringgo! Tolong!" ucapku sambil memohon kepadanya.

"Baik jika itu memang keputusan mu, Nadhine! Semoga kamu merasa puas, karena telah menyakiti perasaan ku yang sangat tulus untukmu! dan satu lagi, jika nanti kita bertemu lagi di Kampus, anggap saja kita tidak saling mengenal!" ucapnya dengan penuh penekanan.

Tuuttt.. Tuuttt.. Tuuttt...

Akhirnya dia pun memutuskan panggilan secara sepihak. Sebelum aku menjelaskan kembali kepadanya, bahwa aku juga tulus mencintainya.

"Maafkan aku, Ringgo!!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!