Setelah acara makan siang bersama, kini kami pun melanjutkan obrolan yang tadi sempat tertunda.
"Bagaimana, Ga? apa kamu keberatan jika menikahi Nadhine, putriku? sebenarnya tujuan perjodohan ini, agar hubungan persahabatan kami tidak terputus. Jadi sejak kalian masih kecil, kami sudah merencanakan perjodohan ini untuk kalian," tanya Ayah kepada Pak Raga.
"Kalau saya, bagaimana baiknya saja, Om. Jika Nadhine bersedia, maka saya pun tidak keberatan sama sekali," ucap Pak Raga, sambil melirik ke arahku.
Aku yang mendengar ucapan Pak Raga, kini memberikan tatapan tajam kepadanya.
'Ih, apa-apaan sih? di Kampus dia dingin dan menakutkan. Tetapi mengapa saat berada di rumah ini, dia terlihat sangat ramah dan murah senyum? apa dia sedang mencari muka di depan keluargaku?' gerutuku dalam hati.
"Bagaimana denganmu, Nadhine?" kini Ayah beralih menanyakan kepadaku.
"Eh, emn.. apa ini tidak terlalu cepat, Yah? Nadhine kan juga masih semester 6, dan masih sekitar 1 tahun lagi InsyaALLAH lulusnya. Apa ini tidak terlalu terburu-buru?" tanyaku dengan hati-hati.
"Tidak masalah, kan kalian juga tidak mungkin menunjukkan bahwa kalian sudah menikah saat di Kampus. Kalian bisa merahasiakannya untuk sementara waktu, bagaimana?" tanya Ayah lagi.
Aku pun bingung, harus menjawab apa? jika aku menerimanya sekarang, bagaimana dengan hubungan ku dengan Ringgo? bahkan aku belum mengakhiri hubungan kami.
"Emn, bolehkah Nadhine meminta waktu, Yah? 3 hari saja. Nanti Nadhine akan memberikan keputusan tentang perjodohan ini," tanyaku dengan ragu-ragu.
"Bagaimana, nak Raga? apakah kamu bersedia menunggu 3 hari lagi, untuk mendapatkan jawaban dari Nadhine?" tanya Ayah kepada Pak Raga.
Sebelum menjawab pertanyaan dari Ayah, kini Pak Raga kembali melirikku dan tersenyum kepadaku.
Aku yang melihat sandiwaranya, merasa sangat muak. Meskipun dia adalah Dosen saat di Kampus, aku tidak takut sama sekali. Karena saat di rumah ini, dia hanyalah seorang tamu yang diundang oleh orangtuaku.
"Tidak masalah, Om. Jangankan 3 hari, 20 tahun saja saya masih setia menunggunya. Ya, meskipun dia belum bisa mengingat saya," ucap Pak Raga dengan begitu sopan.
'Huh! sungguh sempurna sandiwara mu, Pak Raga. Awas saja nanti jika kita jadi menikah, aku akan memberikan perhitungan kepadamu. Jangan kamu pikir seorang Nadhine akan diam begitu saja!' gerutuku dalam hati.
'Sungguh benar-benar menyebalkan, kenapa sifatnya sangat berbanding terbalik saat di Kampus dan di rumah ini. Apa jangan-jangan dia memiliki banyak kepribadian?' dalam hati pun kini aku masih menggerutu, lalu aku pun bergidik saat membayangkan mempunyai suami yang memiliki banyak kepribadian.
"Kamu kenapa, Nadh?" tanya Ibu, saat melihat ku menggeleng-gelengkan kepala.
"Eh, tidak apa-apa, Bu." ucapku yang salah tingkah, karena merasa tertangkap basah saat membayangkan sesuatu yang sama sekali belum terjadi.
"Aneh," ucap Bima lirih namun masih terdengar olehku.
Aku pun langsung memberikan tatapan tajam kepada Bima. Lalu dia hanya menampakkan giginya sambil mengangkat tangannya, membentuk V.
Pak Raga yang melihat tingkah konyol kami, hanya menahan tawa. Aku yang sempat melihatnya, hanya membuang muka.
"Jadi kita sudah sepakat ya, Ga?" tanya Om Andy kepada Ayah.
"Pasti dong. Aku yakin Nadhine tidak akan menolaknya. Karena sejak kecil, dia yang selalu mengejar Raga saat sedang bersama," ucap Ayah kepada Om Andy.
Aku yang mendengar ucapan Ayah, hanya mengerutkan dahiku.
'Hah! Masa sih aku waktu kecil seperti itu? Sangat memalukan sekali.' gumamku dalam hati.
Kini Pak Raga beralih menatapku secara terang-terangan.
"3 hari lagi, sesuai dengan keinginanmu. Aku akan kembali lagi, semoga keputusan mu tidak mengecewakan kami, Nadh." ucap Pak Raga dengan seulas senyum manisnya.
*Degh!*
'Bagaimana ini? tidak mungkin aku akan menolak lamaran ini. Ah, entahlah. Akan aku pikirkan nanti.' gumamku lirih.
"Iya, Pak Raga. Anda tenang saja, pasti saya akan memberikan jawaban yang membuat Anda puas." ucapku dengan seulas senyum tipis.
"Jangan memanggil Pak jika berada di rumah. Lebih baik panggil Kak saja, biar terlihat lebih akrab!" ucapnya yang seperti perintah untukku.
"Hem. Baiklah, Kak Raga." jawabku singkat.
"Ya sudah, hari juga sudah mulai sore. Kami mau pamit pulang terlebih dahulu, dan kami akan kembali lagi 3 hari yang akan datang, Ga." kini Om Andy berpamitan kepada kami.
"Apa tidak sebaiknya kalian menginap? perjalanan dari sini ke rumah kalian kan juga lumayan jauh, nanti kalian kelelahan jika harus bolak-balik," kini Ibu yang memberikan penawaran kepada mereka.
"Ah! tidak, Va. Nanti saja jika kita sudah menjadi besan, kami akan sering menginap di sini," ucap Tante Siska kepada Ibu.
"Baiklah, kalau begitu kalian hati-hati ya? kabari kami jika kalian sudah sampai di rumah!" ucap Ibu kepada Tante Siska.
Sebelum mereka pulang, seperti biasa tidak lupa mereka saling berpelukan dan bersalaman.
Kini tiba saatnya Kak Raga yang berpamitan kepadaku.
"Nana kecilku, aku akan menunggu jawaban darimu. Semoga penantianku selama 20 tahun ini tidak akan sia-sia." ucapnya dengan nada lembut, sambil mengacak-acak rambutku.
*Degh!*
'Ada apa denganku? mengapa setiap kali Kak Raga mendekati ku, ada desiran aneh di dalam hatiku. apa yang sebenarnya terjadi? sehingga membuatku tidak bisa mengingatnya kembali.' gumamku dalam hati.
Aku pun masih terdiam membeku saat melihat punggungnya, yang semakin menjauh dari pandanganku.
"Nadh?" panggil Ibu dengan lembut.
Kini lamunanku pun buyar oleh panggilan Ibu.
"Eh, iya Bu?" sahutku dengan suara tergagap.
"Ada apa? apa kamu sudah bisa mengingat nak Raga?" tanya Ibu, sambil menuntunku masuk ke dalam rumah.
Aku yang mendengar pertanyaan dari Ibu, hanya bisa menggelengkan kepalaku.
Saat melangkah beriringan denganku, terdengar helaan napas panjang Ibu.
"Semoga saja kamu segera mengingatnya, Sayang!" ucap Ibu dengan raut wajah sendu.
Kini langkah kakiku pun terhenti.
"Bu?" panggilku lirih.
"Hem, iya Sayang?" sahut Ibu.
"Bolehkah aku menanyakan sesuatu?" tanyaku dengan hati-hati.
"Tentu saja boleh, memangnya apa yang ingin kamu tanyakan, Sayang?" tanya Ibu sambil menuntunku untuk kembali duduk di ruang tamu.
"Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku? Sehingga aku tidak bisa mengingat kembali kejadian masa kecilku?" tanya ku sambil menatap lekat wajah teduh Ibu.
Kini terdengar helaan napas panjangnya kembali.
"Dahulu waktu kamu masih kecil, kamu pernah jatuh dari sepeda lalu kepalamu membentur ke batu yang cukup tajam, sehingga darah segar keluar dari pelipismu dan kamu kehilangan banyak darah, karena darah segar keluar tanpa henti. Sejak saat itu, Dokter mengatakan bahwa kamu akan mengalami sedikit kehilangan memori dalam ingatan kamu. Sehingga kamu tidak bisa mengingat kembali kejadian masa kecilmu saat bersama Raga. Padahal sebelum kecelakaan itu terjadi, kalian sangat akrab jika sudah bertemu dan sulit di pisahkan saat waktunya pulang. Karena kamu ingin selalu menempel kepada Raga," jelas Ibu dengan suara seraknya.
Ayah dan Bima yang berada di sana, hanya ikut menyimak penjelasan dari Ibu.
Aku yang mencoba memaksakan untuk mengingat kembali ingatan itu, kini kepalaku terasa sangat pusing.
Sehingga aku pun tersungkur dan kepalaku membentur sisi meja yang sedikit tajam.
*Brugh!*
"Nadhine.........?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments