Saat tragedi di dalam kamar, Kak Raga memutuskan untuk melaksanakan Sholat Subuh berdua denganku di dalam kamar. Kini Kak Raga menjadi imam Sholat ku, dengan melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an dengan suara merdunya.
'MasyaALLAH! Benar-benar sangat sempurna sekali ciptaan MU, Ya Allah! Sungguh sebuah keberuntungan untukku, mendapatkan jodoh serta pendamping yang menuntunku ke jalan MU, untuk bersama-sama mencari ridho MU!' gumamku dalam hati, sambil mengucapkan rasa syukur ku.
Setelah selesai, dan hari menjelang pagi. Aku dan Kak Raga memutuskan untuk keluar dari dalam kamar.
Akan tetapi karena aku kesulitan untuk berjalan, kini Kak Raga membantuku berjalan ke luar kamar.
*Hup!*
Akan tetapi dengan gerakan cepat, kini tubuhku sudah berada di dalam gendongan Kak Raga. Aku pun sangat terkejut dengan gerakan cepat Kak Raga.
"Aaaa... Kak Raga!" pekikku.
Kak Raga pun hanya tersenyum saat melihatku, aku yang merasa malu kini hanya menyembunyikan wajahku ke dalam dadanya.
'Ah, aroma maskulin yang benar-benar memabukkan ku!' gumamku dalam hati.
Di ruang tamu...
"Lho, Nadhine! kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Ibu yang kini menghampiri ku saat keluar dari dalam kamar.
Dengan raut wajah yang terlihat sangat khawatir, kini Ayah, Papa dan Mama pun ikut menghampiri kami.
"Ah, tidak apa-apa kok, Bu. Hanya terkilir saja. Nanti aku akan membawanya periksa ke dokter atau memanggil tukang urut agar datang ke rumah." jelas Kak Raga kepada orang tua kami.
"Iya, Mama juga setuju dengan mu, Ga. Lebih cepat di tangani maka akan lebih cepat membaiknya. Jika dibiarkan saja terlalu lama, nanti bisa-bisa membengkak dan lama sembuhnya." jelas Mama yang menyetujui ucapan Kak Raga.
Ya, memang Mama dan Kak Raga selalu kompak dalam mengambil sebuah keputusan, apalagi jika menyangkut tentang diriku. Pasti kekompakan mereka akan mengalahkan segalanya.
"Papa juga setuju dengan Mama dan Raga." ucap Papa yang ikut menimpali.
"Ayah pun juga sama, lebih cepat mendapatkan penanganan maka lebih baik. Jangan menyepelekan rasa sakit, meskipun hanya terasa sedikit." jelas Ayah dengan suara lembutnya.
Ibu pun ikut menganggukinya, sambil melihat keadaan kakiku yang mulai membiru.
"Iya, Sayang. Lihat ini, kakimu sudah terlihat membiru. Setelah sarapan nanti, kalian harus segera memeriksakan kakimu ya?" pinta Ibu dengan suara lembutnya.
Aku yang mendapatkan begitu banyak perhatian, dan kasih sayang dari kedua belah pihak orangtua kami. Dalam hati aku mengucapkan beribu syukur atas kebahagiaan yang tiada tara.
'Alhamdulillah, Ya Allah! Terimakasih atas semua nikmat serta kebahagiaan yang Engkau limpahkan kepada keluarga kami. Semoga saja kebahagiaan ini tidak akan pernah memudar!' harapku dalam hati.
"Iya, Bu. Tenang saja, sakitnya hanya sedikit kok." ucapku sambil meringis.
"Hem, akting terus saja, Kak! Pura-pura selalu merasa kuat, padahal sebenarnya menahan rasa sakit 'kan?" sindir Bima sambil duduk santai di ruang tamu.
Aku yang mendengar sindiran dari adikku, kini hanya mendelik dan memberikannya tatapan tajam.
"Hush! kebiasaan sekali sih kamu, Bim! Kakaknya sedang kesakitan masih saja ingin memancing keributan." ucap Ayah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hehe.. maaf, Ayah! Bima hanya bercanda saja!" ucap Bima sambil cengengesan.
Aku yang mendengar ucapannya, hanya memutar bola mata malas.
"Maafkan Bima ya, Kak?" ucapnya sambil tersenyum lebar ke arahku.
"Iya, adikku yang paling ganteng." ucapku sambil tersenyum tipis.
Aku yang masih berada di dalam gendongan Kak Raga, kini mulai tersadar lalu meminta Kak Raga untuk menurunkan ku dari gendongannya.
"Kak, tolong turunin aku!" pintaku sambil menatap lekat wajahnya.
"Iya, Na. Tapi di kursi ya turunnya! kan kakimu masih sakit, jadi pasti kamu juga akan kesulitan untuk berjalan, meskipun hanya tinggal beberapa langkah saja sih," ucap Kak Raga sambil tersenyum manisnya.
'Ah, Kak Raga! tolong jangan tersenyum terus dong! bisa meleleh nanti es yang membekukan hatimu." gumamku dalam hati, sambil memandangi bibirnya yang masih melengkungkan senyuman manisnya.
"Manis." gumamku.
"Aku memang manis, Sayang!" bisiknya sambil tersenyum lebar kepadaku.
Aku yang merasa tertangkap basah sedang mengaguminya, kini hanya bisa menyembunyikan wajahku di dadanya.
"Aih, sangat memalukan sekali sih kamu, Nadhine! pasti sekarang dia sedang besar kepala.' gerutuku dalam hati.
Setelah kamu tiba di ruang tamu, perlahan Kak Raga menurunkan ku di sofa. Kemudian Kak Raga pun ikut duduk di sampingku, sambil memandangi wajahku.
"Kak Raga?" panggilku lirih.
"Hem, iya Nana Sayang!" sahutnya sambil tersenyum.
"Terimakasih atas bantuannya, Kak!" ucapku sambil tersenyum tipis.
"Apakah hanya ucapan terimakasih yang aku dapatkan?" tanyanya sambil menatap ku dengan sebuah arti.
Aku yang kebingungan saat mendengar pertanyaan Kak Raga, hanya mengernyitkan dahiku.
"It's okey! aku tidak akan mengatakannya sekarang, akan tetapi nanti! setelah kita hanya berdua di dalam kamar." ucapnya sambil mengerlingkan satu matanya.
Aku pun kini hanya memutar bola mata malas, saat mendengar ucapannya selanjutnya.
Kini pikiranku pun menjadi berkelana, saat mendengar ucapan Kak Raga, kemudian aku pun segera menepisnya jauh-jauh.
"Aih! apaan sih, Nadh! mengapa pikiranmu menjadi berkelana sampai ke arah sana!" rutukku dalam hati.
Saat semua sudah kembali duduk, kami pun kembali berbincang-bincang sejenak sebelum melakukan aktivitas selanjutnya.
Tak berselang lama kemudian, Ibu dan Mama meminta izin pergi ke dapur untuk memasak sarapan pagi kami.
Saat aku ingin mengikuti langkah Ibu dan Mama, kini lenganku tiba-tiba di cekal oleh Kak Raga.
"Mau kemana, Na?" tanya Kak Raga dengan suara lembutnya.
"Emn, mau bantuin Ibu dan Mama memasak, Kak." ucapku dengan santai.
"Duduk!" titah Kak Raga kepadaku.
"Iya, Nak. Kamu duduk saja! biarkan Ibu dan Mama kalian yang memasak. Kakimu juga masih terasa sakit 'kan?" titah Papa dengan penuh perhatian.
Dengan sangat terpaksa aku pun mengikuti titah Kak Raga dan Papa. Ayah yang mendengar ucapan Kak Raga dan Papa, hanya tersenyum kepadaku sambil menganggukkan kepalanya.
Aku pun langsung menuruti perintah mereka, kemudian duduk kembali di sofa ruang tamu. Kak Raga pun kini tersenyum manis kepadaku saat aku kembali duduk sesuai dengan perintahnya.
"Gadis pintar." pujinya sambil menatapku.
Saat pandangan kami bertemu, sejenak aku terhipnotis oleh senyuman manis Kak Raga.
'MasyaALLAH! benar-benar manis sekali.' pujiku dalam hati.
"Apa masih terasa sangat sakit, Sayang?" tanya Ayah yang kini membuyarkan lamunanku.
"Eh, emn.. tidak kok, Yah. Sudah terasa lebih baik." jawabku sambil tersenyum lebar.
"Benarkah? Alhamdulillah. Akan tetapi kalian nanti tetap harus memeriksakannya, bukan kami bertindak berlebihan. Hanya saja kami ingin memastikan bahwa kakimu hanya cidera ringan, dan bisa segera pulih kembali." jelas Ayah dengan penuh kasih sayang.
"Iya, Ayah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments