17. Seperti Seekor Singa

Setelah beberapa hari menginap di rumah kami. Kini Mama, Papa, dan Kak Raga memutuskan untuk pulang ke rumah mereka , dan mereka pun tentu memboyong serta diriku.

"Apakah harus secepat ini Ibu berpisah dengan gadis manja ini? apakah tidak bisa di tunda beberapa hari lagi?" tanya Ibu dengan raut wajah yang sendu.

"Bu, 'kan kami hanya pindah rumah. Nanti jika kami ada waktu luang, pasti kami akan berkunjung ke rumah ini. Karena sekarang Nadhine 'kan menjadi tanggungjawab Raga, jadi Raga juga harus sambil bekerja sebelum kembali mengajar di Kampus. Di tempat Papa, Raga akan sedikit membantu beliau dalam mengembangkan bisnisnya. Ya, Sambil menunggu Risma juga menyelesaikan kuliahnya juga, Bu. Dia nanti yang akan membantu Papa untuk mengurus bisnisnya." jelas Kak Raga dengan suara lembutnya.

"Emn, baiklah Nak Raga. Ibu titip Nadhine ya? tolong jaga dia! Ibu mohon bimbingan dia menjadi istri yang Sholehah dan selalu menuruti perintah suami. Dan maafkan Ibu jika selama kamu berada di sini, kamu melihat kecerewetan Ibu dalam menasehati Nadhine." ujar Ibu dengan suara paraunya.

"Iya, Bu. Ibu tenang saja ya? 'kan sekarang Nadhine sudah sepenuhnya menjadi tanggungjawab Raga. Jadi Ibu jangan terlalu mengkhawatirkannya, Raga janji akan selalu menjaga dan melindungi Nadhine dengan sepenuh hati Raga." jelas Kak Raga lagi.

Aku yang mendengar ucapan dan janji Kak Raga kepada Ibu, kini mulai sedikit terenyuh dengan tekat yang dimiliki oleh Kak Raga.

Padahal secara terang-terangan saat bersama dengannya, aku selalu bersikap dingin hingga kadang melewati batas. Akan tetapi, Kak Raga sedikitpun tidak pernah menunjukkan kemarahannya kepada ku. Justru dia menjadi seseorang yang paling sabar dalam menghadapiku, selain Ayah dan Ibu tentunya.

"Kamu tenang saja, Va. Kami pasti juga akan ikut memantau mereka, jadi kamu tidak perlu khawatir ya? Aku dan Mas Andy juga tidak akan tinggal diam jika Raga berani macam-macam apalagi berani menyakiti menantu kesayangan kami. Iya 'kan, Pa?" ujar Mama sambil memberikan kode kepada Papa.

"Iya, Eva, Yoga. Kalian tenang saja, mata kami ada dimana-mana kok. Jadi jangan khawatirkan tentang Raga dan Nadhine, kami pastikan mereka akan selalu baik-baik saja." jelas Papa yang kini ikut menimpali ucapan Mama dan Ibu.

"Iya, iya. Kami percaya kepada kalian. Kalian memang tidak pernah berubah ya sejak dulu. hahaha..." ucap Ayah sambil terkekeh.

Aku yang menjadi tokoh utama dalam perbincangan mereka, hanya bisa menunduk dan tersenyum tipis. Sedangkan Kak Raga sejak tadi terus mencuri-curi pandang kepada ku.

Aku yang menyadarinya, kini memberanikan diri untuk memberi tatapan tajam kepada Kak Raga.

"I Love you, my sweet heart?" bisik Kak Raga dengan menggunakan kode tangannya

Aku yang bisa memahami, hanya mendelik kepadanya. Takut jika ada yang menyadari tentang kode itu.

Dan benar saja, sejak tadi ternyata Bima dan Risma memperhatikan tingkah konyol kami.

"Ehem!" kini Bima pun berdehem sambil melirik ke arahku.

Aku yang menyadarinya, kini hanya salah tingkah dan wajahku terasa memanas karena menahan malu.

'Ah, apakah saat ini wajahku memerah seperti kepiting rebus? Aih! dasar adik kecilku yang sangat menggemaskan, ingin sekali aku mengacak-acak rambutnya itu,' gerutuku dalam hati.

"Ada apa, Bim?" tanya Kak Raga yang berpura-pura tidak mengerti.

"hehehe, tidak apa-apa kok, Kak. Tadi aku hanya melihat sebuah kode dan sinyal cinta saja. Emn, tapi ya sudahlah. Mungkin aku yang salah lihat tadi, Kak." ucap Bima sambil terkekeh.

Sedangkan Risma, sejak tadi hanya menutup mulutnya sambil menahan tawanya.

"Oh, jadi sudah ada tanda-tanda es batu yang akan mencair nih!" sindir Ayah sambil melirik ke arah ku.

Aku yang semakin salah tingkah, karena selalu tersudutkan. Kini hanya bisa tersenyum getir, kemudian aku pun izin undur diri untuk ke kamar terlebih dahulu.

"Emn, Nadhine izin mau ke kamar sebentar ya? ada barang Nadhine yang tertinggal. Permisi!" ucapku sambil mempercepat langkah kakiku.

"Ish! benar-benar sangat memalukan sekali sih. Mengapa di saat bersama ku dia begitu hangat, sedangkan saat berada di Kampus dia bisa sedingin es. Huft!" gerutuku saat berada di dalam kamar.

Dan tanpa aku sadari saat aku memunggungi pintu yang masih terbuka lebar, kini Kak Raga sudah berada di dalam kamar.

*Grap!*

"Itu karena hanya kepada dirimu aku akan selalu bersikap hangat, Na. Hanya kami penghangat hatiku dan tubuhku jika kamu sudah mengizinkan aku untuk menyentuhmu." bisiknya tepat di samping telingaku.

Aku yang mendapatkan pelukan tiba-tiba dari Kak Raga, hanya bisa diam dan mematung di tempat.

Karena aku sangat terkejut dengan kehadiran Kak Raga yang tiba-tiba di belakang ku.

"Tolong buka sedikit hatimu untukku, Na. Aku sangat merindukan Nana kecilku. Tolong jangan siksa hatiku seperti ini!" bisiknya sambil menenggelamkan wajahku di tekuk leherku.

Saat tersadar, kini aku pun spontan menjawab ucapan Kak Raga.

"Jika Kak Raga lelah untuk menunggu Nadhine. Maka lepaskanlah Nadhine sekarang juga, Kak. Karena Nadhine juga tidak pernah memaksa Kak Raga untuk menunggu hingga Nadhine bisa mengingat semuanya." ucapku dengan suara parau.

Entah mengapa saat mengatakan hal itu, hatiku terasa sakit dan perih. Seperti tidak rela jika harus kehilangan sosok Kak Raga di dalam hidupku.

'Tunggu! Apakah aku sudah mulai menerima pernikahan ini? dan menerima Kak Raga sebagai suamiku? Ya Allah, apa yang sebenarnya aku rasakan saat ini? mengapa hatiku merasa sangat dilema?' gumamku dalam hati.

Dengan gerakan cepat, kini aku pun sudah berhadapan dengan Kak Raga.

"Coba katakan sekali lagi, Na! Agar aku bisa lebih jelas mendengarnya!" ucap Kak Raga dengan suara paraunya.

"Emn, aku-" sebelum aku selesai melanjutkan ucapan ku, kini bibirku telah dibungkam oleh Kak Raga menggunakan bibirnya.

Awalnya aku diam saja, karena merasa sangat terkejut. Akan tetapi setelah aku menyadarinya, aku pun mencoba untuk mendorong tubuh Kak Raga.

Kemudian tanpa aba-aba, Kak Raga pun menggendong tubuhku dan merebahkanku di atas ranjang.

Perlahan tangannya mulai menyusuri wajahku, sedangkan aku sedikit memberikan perlawanan kepadanya.

Tap... Tap... Tap...

Kini terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat ke arah kamar kami.

Dan benar saja, saat aku melirik ke arah pintu. Kini muncullah sosok Risma yang berjalan sambil memegang ponselnya.

"Eh, Kak di panggil Ma-... aaa!! maafkan aku, Kak! aku tidak tau jika kalian sedang-... ah, yasudah lebih baik kalian lanjutkan terlebih dahulu. Aku akan kembali turun, maaf telah mengganggu kalian!" seru Risma sambil berlari meninggalkan kami berdua di dalam kamar.

Kak Raga yang sejak tadi hanya mengacuhkan Risma, kini terus memberikan tatapan tajam seperti seekor singa yang ingin menerkam mangsanya.

"Coba katakan sekali lagi, Nadhine Arzenia Elvanie!" seru Kak Raga dengan suara dinginnya.

Aku yang melihat amarah yang terpendam dalam diri Kak Raga, hanya bisa menelan saliva ku.

'Ada apa dengannya?'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!