4. Rencana Perjodohan

"Nak, apa kamu masih ingat? Jika ada sesuatu hal penting, yang ingin Ayah sampaikan kepadamu?" tanya Ayah dengan suara lembutnya.

Aku pun terdiam sejenak.

"Iya Ayah, aku masih ingat! memang apa yang ingin Ayah katakan kepadaku?" tanyaku dengan hati-hati.

"Sebelum Ayah mengatakannya, Ayah ingin menanyakan sesuatu kepadamu! Ayah harap kamu mengatakan sesuai dengan apa kata hatimu!" ucap Ayah sambil tersenyum kepadaku.

"InsyaALLAH Yah," jawabku singkat.

Dalam hatiku kini berkecamuk, berbagai prasangka kini terbesit dalam pikiran ku. Entah apa yang akan Ayah katakan kepadaku, aku memiliki firasat yang kurang baik saat ini.

"Jika Ayah menyuruh mu untuk menikah muda, apa kau bersedia Nak?" tanya Ayah dengan raut wajah sendu.

Mataku kini membulat sempurna, saat mendengar pertanyaan dari Ayah.

"Maksud Ayah?" tanyaku sambil menautkan kedua alisku.

"Jadi begini, sejak kecil kamu sudah Ayah jodohkan dengan anak dari sahabat Ayah. Dia seorang Dosen saat ini, usianya juga hanya terpaut 5 tahun denganmu. Apa kau bersedia untuk menerima perjodohan ini, Nak?" tanya Ayah dengan suara lembutnya dan hati-hati.

"Apakah tidak bisa, jika aku menikah setelah lulus kuliah nanti, atau setelah aku sudah mewujudkan cita-citaku, Yah?" tanya ku dengan penuh harap.

"Apa itu artinya kau tidak bersedia? Jika tidak, maka Ayah akan mengatakannya kepada sahabat Ayah, agar membatalkan rencana Perjodohan ini. Karena Ayah tidak ingin, kamu terpaksa menjalaninya," ucap ayah dengan raut wajah sendu.

Aku yang melihat Ayah begitu menginginkan perjodohan ini terjadi, hanya menghela nafas panjang.

"Aku tidak mengatakan, jika aku tidak menyetujuinya, Ayah. Akan tetapi aku belum mengenal sosok laki-laki itu, lalu bagaimana bisa aku menerima begitu saja perjodohan dengan orang yang sangat asing bagiku. Jika Ayah bersedia untuk memberikan waktu untuk kami, agar saling mengenal satu sama lain. Maka aku akan mempertimbangkan semuanya!" ucapku kepada Ayah.

"Baiklah, Ayah akan memberikan kabar kepada mereka. Agar mereka berkunjung ke rumah, dan kamu bisa berkenalan langsung dengan mereka. Padahal jika kamu mengingatnya, dia adalah teman masa kecilmu, dan kau selalu merengek meminta untuk dinikahkan dengan laki-laki itu," jelas Ayah dengan penuh keyakinan.

"Hah? Benarkah? Siapa dia, Yah?" tanyaku dengan penuh rasa penasaran.

"Kau akan segera mengetahuinya, dan Ayah yakin kau juga sangat mengenalnya," ucap Ayah dengan penuh semangat.

'Tapi, jika aku menerima perjodohan ini! Bagaimana dengan Ringgo? Bahkan kami baru 4 hari menjalin hubungan dengannya, apa jadinya jika aku mengkhianati cintanya? Bisa menjadi bulan-bulanan aku di kampus nanti. Ya Allah, berikan aku petunjuk Mu, aku benar-benar dilema saat ini! Haruskah aku mengorbankan kisah cintaku yang baru saja ku bangun bersama dengan Ringgo, demi rasa baktiku kepada kedua orangtuaku?' gumamku dalam hati.

"Baiklah! Jika memang Ayah ingin menjodohkan aku dengan anak dari sahabat Ayah, InsyaALLAH aku akan mempertimbangkan semuanya. Akan tetapi aku ingin bertemu, dan berkenalan dahulu dengan laki-laki itu. Dan bagaimana keputusan ku nanti, akan aku beritahukan kepada Ayah, setelah aku bertemu denganmu," ucapanku, kini dengan perasaan dilema dalam hati.

Di satu sisi aku sangat mencintai Ringgo, akan tetapi di sisi lain aku juga sangat mencintai cinta pertamaku, yaitu Ayahku sendiri. Sungguh benar-benar hatiku dilema, karena harus memilih pilihan yang sangat sulit.

"Oke! Ayah akan mengabari mereka, dan meminta mereka untuk berkunjung ke rumah kita," ucap Ayah dengan suara lembutnya.

"Terima kasih, Nak! Kamu memang anak yang berbakti!" ucap Ibu sambil memelukku dari samping.

"Wah, sepertinya aku akan mempunyai seorang kakak ipar nih! Pasti seru nanti, apalagi jika dia memiliki hobi yang sama denganku. Ah, semoga saja!" ucap Bima menimpali obrolan kami.

"Diam kamu, anak kecil! Ikut nimbrung aja sih!" ucapku sambil bersungut-sungut.

"Ih, jangan galak-galak gitu kenapa, kak? Nanti jodohnya kabur lagi, karena takut sama kakak?" ucap Bima sambil meledekku.

"Hahaha, jangan marah-marah terus kak, nanti cepat tua lho," ucap Bima, lalu dia berlari ke kamarnya dan meninggalkan kami bertiga di ruang keluarga.

"Nyebelin kamu ya? Awas aja nanti! Habis kamu sama kakak, Bim!" teriak ku sambil memajukan bibirku.

"Sudah-sudah! kalian ini kalau dekat seperti kucing dan tikus saja, akan tetapi kalau jauh bilangnya rinduuu," ucap Ibu, beliau kini ikut meledekku.

"Ibu, Bima yang mulai duluan, bukan aku!" ucapku dengan nada merajuk.

"Sudah, Nak! Ini juga sudah malam, lebih baik kita beristirahat dan tidur," ucap Ayah dengan suara lembutnya.

Seperti biasa, sebelum beranjak dari tempat duduk, Ayah dan Ibu selalu mengecup lembut keningku. Inilah yang selalu membuatku merasa nyaman dan tenang, karena kasih sayang dari kedua orangtua dan Bima. Meskipun aku dan Bima sering bertengkar, akan tetapi kasih sayang kami tidak akan pernah memudar.

******

Keesokan harinya...

Tok... Tok... Tok...

"Sayang, bangun! Yuk, kita sholat Shubuh berjama'ah! Nanti keburu matahari mengintip lho," ucap Ibu, yang kini sedang membangunkanku.

Seperti biasa, dengan langkah gontai aku berjalan ke arah pintu. Jujur saja, sebenarnya aku masih sangat mengantuk. Akan tetapi, ini adalah kewajiban kami yang harus segera di tunaikan.

Ku putar handle pintu, lalu terdengar suara pintu terbuka.

*Ceklek!*

"Iya Bu, sebentar! aku ambil wudhu terlebih dahulu, Ibu duluan saja! Nanti aku menyusul," ucapku, sambil mengucek mataku, yang masih terasa sangat lengket.

Setelah mengatakan itu, Ibu pun meninggalkan ku di ambang pintu. Lalu aku pun bergegas untuk mengambil air wudhu, dan segera menyusul Ibu.

Kini kami menunaikan ibadah Sholat Shubuh berjama'ah, dan di imami oleh Ayah.

Setelah ucapan salam, tidak lupa kami panjatkan do'a kepada Allah SWT. Aku pun berdo'a dan meminta petunjuk dariNYA, agar aku tidak mengambil keputusan yang salah.

******

Di Dapur..

Setelah selesai menunaikan ibadah Sholat Shubuh, aku pun membantu Ibu untuk memasak sarapan pagi kami.

"Bu, hari ini aku mau sarapan nasi goreng spesial ala Ibu Kartika tercinta, boleh kan?" ucapku sambil mengedipkan mataku.

"Tentu saja boleh! Memangnya kapan Ibu menolak permintaan putri Ibu yang paling cantik ini?" ucap Ibu sambil tersenyum ke arahku.

"Yeay! Terima kasih, Bu! Aku sangat menyayangi Ibu!" ucapku sambil memeluk Ibu dari belakang.

"Wah, Wah.. pagi-pagi sudah ada yang peluk-pelukan nih! Ayah boleh bergabung tidak?" ucap Ayah, yang kini sudah berada tepat di belakang kami.

"Hehe, Ayah! Tumben jam segini sudah ke dapur? Biasanya sebelum Ibu memanggil Ayah untuk sarapan, Ayah masih setia sama ruang kerja Ayah," ucapku sambil mengedipkan sebelah mataku.

"Memangnya tidak boleh? Oh, iya.. Ayah hanya ingin menyampaikan kepadamu, Nak! Bahwa besok sahabat Ayah beserta keluarga kecilnya akan berkunjung ke rumah ini, dan Ayah berharap kamu sudah siap untuk bertemu dengan mereka!" jelas Ayah kepada ku.

*Degh!*

"Besok.....?"

Terpopuler

Comments

Tri Wahyuni

Tri Wahyuni

kmu hrs berterus terang k ayah mu bhw kmubsdh punya seseorang .kn ayah mu bilang klo kmu g mau gpp ..bilang udah nanti aja selesai kn dulu kuliah mu ..

2023-01-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!