Sinar matahari terasa begitu menyengat di atas kepala saat Marshal dan Cinta menyambut kedatangan Arya. Keduanya merasa begitu resah, menunggu kedatangan laki-laki paruh baya itu. Mereka sudah tak sabar menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Lara. Akhirnya sosok yang mereka tunggu pun datang. Arya keluar dari mobilnya sambil menatap cinta dengan tatapan yang begitu tajam.
"Marshal apa-apaan ini? Kenapa dia belum pergi dari rumah ini?"
"Tenangkan diri anda, Opa."
"Aku bahkan tidak lagi bisa tenang sejak dia ada di rumah ini!"
"Opa, sekarang dengarkan aku baik-baik dan kontrol emosi Opa."
"Baik, apa yang akan kau katakan."
"Opa dia memang bukan Lara, tapi Cinta."
"Apa katamu Marshal? Mengapa kamu berubah menjadi bodoh seperti ini, dan mau saja termakan tipuannya!"
"Opa, saya bisa menjamin dia bukanlah Lara, saya bahkan sudah berbicara dengan Lara yang asli melalui sambungan video call."
"Apa benar yang kau ucapkan?"
"Sejak kapan saya berani berbohong pada Opa? Tolong baca surat ini Opa, surat ini ditulis oleh Lara sendiri, dan lihatlah file di dalam flashdisk ini."
Arya lalu membaca surat dari Lara. Membaca surat itu, seketika kesedihan memenuhi isi hatinya. Matanya pun terasa panas hingga air matanya pun tak sanggup lagi dia bendung.
"LARAAAA.... MAAFKAN OPAAA!!
"Marshal, lalu siapa dia sebenarnya? Lalu apa tujuan sebenarnya dia ke rumah ini?" tunjuk Arya pada Cinta yang saat ini tampak menundukkan wajahnya.
"Opa, wanita itu bernama Cinta. Dia pembantu Lara yang diperintahkan untuk menyampaikan surat ini."
"Tapi kenapa dia begitu mirip dengan Lara?"
"Kalau masalah itu saya tidak tahu Opa, tapi tolong Opa dengarkan kata-kata saya. Lakukan test DNA secepatnya," bisik Marshal agar Cinta tak mendengarnya.
"Apa maksdud kamu dengan tes DNA? Apakah kamu pikir Cinta adalah kembaran Lara?"
"Semua kemungkinan bisa saja terjadi, Opa. Bukankan di dunia ini tidak mungkin ada dua orang yang begitu mirip, tanpa adanya ikatan keluarga? Kita tidak boleh lengah, kita bisa sangat diuntungkan jika wanita itu adalah Lira!"
"Sungguh aku tidak mengerti dengan semua kata-katamu, Marshal."
Marshal kemudian mendekatkan wajahnya pada telinga Arya. "Ya kamu memang benar, Marshal."
"Coba Opa pikir baik-baik, jika suatu hal buruk terjadi, Cinta adalah senjata terakhir kita."
"Aku mengerti maksudmu. Marshal, jika Cinta benar-benar cucuku, betapa buruknya sikapku padanya. Dia telah terpisah dariku selama puluhan tahun dan aku bersikap sangat kasar padanya."
"Masih ada waktu untuk memperbaiki semua ini, Opa."
Arya lalu melangkahkan kakinya mendekat pada Cinta yang berdiri cukup jauh dari mereka. "Tu..Tuan."
"Cinta, maafkan aku. Maaf karena aku sudah bersikap begitu kasar padamu. Padahal kamu datang ke rumah ini untuk menyelamatkan cucuku, Lara," sesal Arya sambil menangis.
"Sudahlah Tuan, yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana cara menyelamatkan Mba Lara."
"Kamu benar, Cinta," jawab Arya sambil menepuk bahu Cinta dan mengambil sehelai rambut yang rontok di bahunya. Setelah itu, dia lalu menyimpannya di saku jasnya.
"Nak, anggaplah rumah ini seperti rumah milikmu sendiri. Jangan pernah sungkan padaku."
"Baik Tuan. Terimakasih," jawab Cinta.
"Ayo kita masuk ke rumah!"
"Iya Tuan."
Arya lalu memberikan rambut sample rambut milik Cinta dan miliknya pada Marshal yang berdiri di belakangnya. "Marshal, cepat bawa sample rambut ini ke rumah sakit."
"Baik Opa." Marshal lalu bergegas menuju ke rumah sakit.
****
Satu jam lamanya Arya menunggu di rumah dengan penuh kecemasan, hingga tiba-tiba sebuah senyuman mengembang di bibirnya saat melihat mobil Marshal masuk ke halaman rumah.
"Bagaimana apa hasilnya sudah keluar, Marshal?"
"Tidak bisa secepat itu Opa, kita baru bisa mendapatkan hasilnya setelah satu minggu."
"Apa tidak bisa lebih cepat lagi?"
"Tidak bisa Opa."
"Tapi kini aku yakin dialah cucuku."
"Jika benar dia adalah cucu anda, lalu siapa yang ada di dalam pusara itu, Opa?"
"Entahlah aku tak tahu, saat kecelakaan itu terjadi, polisi menemukan jasad Lira dalam keadaan terbakar, dan bagian tubuh yang tidak utuh. Dia ada di dalam pelukan Lisa, menantuku. Jadi selama ini kami beranggapan jika dia adalah Lira yang ikut meninggal bersama Ferdi dan Lisa."
"Opa, ini hal yang cukup serius, keluarga dari gadis kecil itu juga kemungkinan selama ini mencari jasadnya."
"Benar Marshal, semoga hasil tes DNA itu bisa menjadi titik terang untuk langkah kita selanjutnya."
Percakapan Marshal dan Arya pun terhenti saat Cinta tiba-tiba menghampiri mereka.
"Maaf Tuan Arya dan Mas Marshal, ada sesuatu yang saya ingin sampaikan."
"Ada apa Cinta?"
"Begini Tuan, saya memikirkan nasib Mba Lara. Kapan kita bisa membebaskan Mba Lara."
"Itu yang sedang kupikirkan Cinta, pasti tidak mudah menyelamatkan Lara dari cengkeraman Nicholas, kita harus memiliki strategi untuk membebaskannya."
"Apakah kamu sudah memiliki ide Marshal?"
"Sedang saya pikirkan, emh Cinta apa kau tahu alamat lengkap rumah Lara?"
"Saya tahu Mas, di sebuah perumahan elit di daerah Surabaya, bahkan saya tahu seluk beluk rumah itu."
"Apa kau bisa menggambarkan dimana letak perumahan itu, alamat rumah, dan denah di dalam rumah itu Cinta?"
"Tentu Mas Marsha."
***
Sementara Itu...
PLAKKK PLAKKKK
"Bukankah sudah berulang kali kukatakan jangan pernah mencoba macam-macam padaku Lara, atau kamu akan merasakan akibatnya!"
"Lakukan apa yang kau mau Nick! Bahkan aku pun rela kalau kau membunuhku sekarang juga."
"Oooooh tidak semudah itu Lara! Aku belum mendapatkan apa yang aku inginkan, kamu tidak bisa semudah itu kubunuh!"
"Aku lebih baik mati daripada selamanya harus hidup denganmu!!!"
"Tentu tidak selamanya kamu hidup denganku sayang, jika saja kamu mau menandatangani surat itu tentu kamu akan mudah kulepaskan."
"Dengarkan aku, aku tak akan pernah menandatangani surat-surat itu!"
"Menakutkan sekali kata-katamu Lara, awalnya aku memang akan bermain secara halus denganmu. Tapi kau telah berbuat curang dengan menyuruh pembantu yang kudatangkan untuk pergi ke rumah kakekmu."
Yasmine hanya terdiam mendengar kata-kata suaminya. "Sekarang aku akan mencoba bermain lebih berani denganmu Lara! Kamu lihatlah ini!" Nick lalu memperlihatkan seorang penembak jitu yang saat ini sedang mengarahkan senapannya dan diarahkan pada Arya yang sedang duduk kantornya.
"Kau lihat orang suruhanku yang ada di gedung seberang kantor kakekmu? Dengan sekali bidikan dari penembak jitu suruhanku, maka kakekmu itu hanya akan tinggal nama.... Hahhahahhahahaa.. Satuuu... Dua..."
"DASAR BIADABB! BAIKLAH NICK! BAIK! Aku akan menandatangani surat itu!" teriak Lara sambil menangis tersedu-sedu. Dia lalu menandatangani beberapa dokumen berisi pemindahan tanganan perusahaan, dan kekayaan milik kedua orang tuanya.
"Sudah selesai, sekarang tolong jangan ganggu Opa!"
"Baiklah, kalau saja sikapmu manis seperti ini, bukankah akan semakin memudahkanmu, Sayang? Hahahaha... " cibir Nicholas sambil meninggalkan Lara.
"Tunggu Nick, bukankah kau juga berjanji akan melepaskanku jika aku sudah menandatangani surat itu? Lepaskan aku sekarang juga, Nick."
"Tidak semudah itu sayang, aku akan melepaskanmu setelah usiamu genap 23 tahun. Karena pelimpahan kekayaanmu saat usiamu genap 23 tahun dan itu adalah beberapa hari lagi."
Mendengar kata-kata Nicholas, Lara hanya bisa menangis. Dia tahu, Nicholas tidak akan pernah semudah itu membebaskan dirinya, bahkan setelah dia berulang tahun ke-23, dia tak yakin Nicholas mau melepaskannya. Ponsel miliknya pun kini telah disita oleh Nicholas, dia tidak bisa menghubungi Cinta ataupun Marshal, dan hanya bisa berharap mereka bisa membebaskan dia secepatnya.
"Papa, Mama, Opa maafkan Lara. Maaf Lara tidak bisa mempertahankan apa yang menjadi milik kita," sesal Lara sambil terisak.
***
"Adrian, jadi kapan kamu akan berangkat ke Surabaya?"
"Besok Opa, anak buah saya sudah berangkat kemarin sore, mereka sudah menyelidiki rumah tempat Lara disekap, dan sudah melaporkan padaku, tinggal kueksekusi besok."
"Baik kalau begitu, jadi semuanya sudah siap?"
"Sudah Opa."
"Saya ikut, Mas," sambung Cinta.
"Cinta, apa kamu yakin ingin ikut pergi ke Surabaya? Kalian akan berhadapan dengan penjahat! Apa kau tidak takut sesuatu bisa saja terjadi padamu? Aku tidak akan mengijinkanmu!" tolak Arya.
"Baik Tuan Arya, saya di rumah saja."
"Sekarang kamu beristirahatlah."
"Baik Tuan," jawab Cinta, kemudian meninggalkan mereka berdua.
"Tunggu Cinta!" panggil Arya.
"Panggil saja saya Opa, saya tidak mau mendengar kamu memanggil saya Tuan."
"Ba... Baik Opa."
Arya lalu tersenyum, sedangkan Cinta kembali berjalan ke kamar. "Opa, selama saya pergi, pastikan Cinta selalu berada di dalam rumah. Saya tidak mau Nick tahu kalau kembaran Lara masih hidup."
"Tentu Marshal," jawab Arya sambil mengulaskan senyum penuh kemenangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Deviastryveads_
Yasmine??? hmmm typo lg yah Kak🤦🏻♀️
2023-01-18
0
Deviastryveads_
Melati???
2023-01-18
0
Tiahsutiah
semoga marshal berhasil membebas kan lara dari si Nicholas,
cinta lbh baik diam aja di rumah itu lebih baik,
2023-01-17
0