Di pagi hari sesuai yang di perintahkan, Bing jiazhi pergi menuju bawah kerimbunan pohon bunga histeria.
Di sana Xue Ni duduk sembari memahat kayu.
Saat Bing jiazhi ingin bertanya, tiba-tiba Xue Ni melemparkan pedang kayu yang ada di sampingnya.
Pedangnya berputar-putar, dengan gerakan para bola menuju Bing jiazhi.
Bing jiazhi dengan tenang mengulurkan tangannya untuk memegang ganggang pedang itu. Namun, meski ia berhasil mendapatkannya, pedang itu terlepas darinya dan menusuk tanah. Retakan-retakan tanah melebar satu meter dari pedang itu.
Bing jiazhi menatap pedang itu dari atas hingga bawah.
Pedang itu memiliki ukiran yang polos, namun ada aksara di bilah pedangnya.
“kemalangan di musim semi.”
Bing jiazhi kemudian menatap Xue Ni yang masih sibuk dengan aktivitasnya sendiri.
“Ambil pedang itu.”
Bing jiazhi mengangguk, kemudian memegang ganggang pedang itu.
Ia langsung merasakan kelembutan ganggang pedang itu, tetapi rasa dingin juga terasa dari kayu itu.
Bing jiazhi mulai mencabutnya.
Namun, tidak tergerak sedikit pun. Ia kemudian menambah tenaganya, juga tidak bergerak. Menambah lagi dan lagi, tetapi juga tidak bergerak.
Bing jiazhi melepaskannya dan menatap Xue Ni.
“Aku tidak bisa mencabutnya, bisa kita lanjutkan yang lain?”
“Aku tidak bisa mengajari seseorang tanpa alat. Kerjakan itu dulu,” jawab Xue Ni tanpa memandangnya.
...----------------...
Hingga di malam hari tiba, Bing jiazhi tidak bisa mencabut pedang itu. Seharian ia hanya mencobanya beberapa kali dan terus berusaha.
Meski keringat terus berjatuhan di pelipisnya, ia tetap tenang dan seolah tidak merasakannya.
Di pagi hari ini pun, ia kembali dan memandang pedang itu.
Ketika Xue Ni datang, Bing jiazhi bertanya, “Apakah kau layak di sebut guru jika tanpa memberikanku satu pun petunjuk?”
Xue Ni tetap berjalan menuju batu. Ia lalu melompat ke atas batu dan berbalik menatap Bing jiazhi.
“Apa yang kau rasakan jika kau menggerakkan tanganmu? Apa yang mengerakkan tanganmu? dan apa yang kau lakukan?”
Xue Ni bersila dan mengambil tumpukan kayu di sampingnya dan tidak berkata lagi.
Bing jiazhi mengangguk, dan berkata, “Terima kasih.” Seolah ia sudah memahaminya dengan baik.
Ia kemudian memegang kembali ganggang pedang kayu itu.
“Merasakan apa yang kau miliki... dan rasakan jika pedang ini adalah salah satu bagian tubuhmu.”
Bing jiazhi menutup matanya setelah mengatakan itu, ia kemudian mengangkat pedangnya.
Perlahan-lahan, pedang itu mulai terangkat, dan sinar hijau muncul dari tanah dan meledak setelah Bing jiazhi mencabut pedangnya.
Xue Ni sedikit melirik Bing jiazhi saat ia mencabut pedangnya.
Bing jiazhi menatap pedang dari atas hingga ke bawah.
“Kemalangan di musim semi...”
“Kembali besok, kita akan melakukan pelajaran mulai besok.”
Bing jiazhi mengangguk. “Sampai kapan aku akan kehilangan ingatan seperti ini?”
“Tunggu beberapa hari lagi.”
Bing mengangguk dan pergi dari sana.
...----------------...
Tiga hari berlalu setelah Bing jiazhi mencabut pedangnya, ia akhirnya bisa berjalan dan ingatan-ingatannya mulai terkumpul.
Saat ia mengingat semuanya, rasa benci dan dendamnya mulai berapi-api.
Ia sangat membenci wanita yang telah mengkhianatinya dan membuatnya berakhir seperti ini.
Namun, untuk Huang Shu, ia sepertinya harus berterima kasih kepadanya karena telah tidak membunuhnya, setelah apa yang ia lakukan.
“Dalam beberapa bulan, aku akan pergi dari sini untuk membalaskan dendam-dendamku. Tetapi.... Apakah kau bisa melatihku yang seorang sampah ini?” Tanya Bing jiazhi kepada Xue Ni yang berdiri di pinggir batu menatap air terjun setelah wanita itu memberikan pelajaran ilmu berpedangnya.
“Sampah?”
Xue Ni berbalik, “kau bukan sampah, mengapa kau menganggap dirimu sampah?”
“Aku memang sampah sejak lahir, inti mandalaku tidak bisa terbentuk, bagaimana aku bisa mengembangkan kultivasiku. Jika saja gulungan itu masih berada di sisiku, aku bisa melakukan apa pun yang aku inginkan. Tetapi, gulungan itu tidak ada lagi.”
“Kau masih memilikinya.”
Xue Ni berjalan mendekatinya. Ia kemudian menjentikkan jarinya ke dahi Bing jiazhi. Tidak lama kemudian, cahaya merah muncul di dahinya, dan tiga cincin Mandala muncul berputar-putar di sana.
“Apakah kau masih menganggap dirimu sampah?”
“B-bagaimana bisa!? Bukankah gulungan itu sudah di ambil oleh wanita itu?!”
“Meski itu sudah pergi, kultivasimu masih tetap ada. Kau hanya di racuni dengan racun yang sangat mematikan. Aku mencari tanaman-tanaman herbal kualitas tinggi untuk menyembuhkanmu. Kau harus membayar hutang kepadaku.”
“jika kau bisa membuatku membalaskan dendam-dendamku, aku akan menurutinya,” jawab Bing jiazhi tanpa keraguan sedikit pun di wajahnya.
“Dalam dua tahun dari sekarang, pergi ke pusat kekaisaran bintang biru, kalahkan gadis yang bernama Sheng Shu, jika kau menginginkannya, kau bisa menikahinya. Bawa dia kesini. Setelah itu, aku memiliki satu lagi permintaan yang akan aku katakan setelah kau menyelesaikannya.”
Bing jiazhi mengangguk.
...----------------...
Setelah Bing jiazhi menerima kesepakatan itu, Xue Ni mengajaknya pergi dari sana dan menuju bawah pohon histeria, tempat biasanya wanita dewasa itu menikmati hari-harinya dengan damai.
Walaupun Bing Jiazhi terlihat egois dalam menerima permintaannya, Xue Ni tidak mempermasalahkannya, meski di dalam hatinya dia mengutuk pemuda yang tidak tahu terima kasih ini. Akan tetapi, dia percaya, dia tidak salah memilih orang. Dengan tekad yang di perlihatkan Bing jiazhi di matanya dan penuh dendam, dia yakin, pemuda egois ini akan mencapai puncak dan mengharumkan namanya.
Ketika mereka berjarak 10 meter dari pohon histeria, bau wangi dari bunga itu langsung menyambut mereka. Di tempat Xue Ni biasanya memahat, terdapat burung-burung yang sedang mencari makanan. Mahkluk berwarna kuning itu mematuk-matuk kelopak-kelopak bunga yang berguguran.
Namun, mereka harus dengan kesal pergi ketika Xue Ni datang dan membersihkan tempat itu dengan sapu yang biasanya ia gunakan. Kemudian duduk dengan anggun. Ia menghela nafas memandang Bing jiazhi yang duduk di depannya. Tangannya yang di penuhi bulu-bulu halus dan berwarna putih bergerak ke samping. Ia seperti sedang memperagakan sebuah gerakan tarian, tetapi sangat cepat.
Kemudian menariknya kembali. Xue Ni memperlihatkan genggaman tangannya kepada Bing jiazhi. Tangannya sangat putih dan halus. Dengan cat kuku berwarna merah muda, memperlihatkan kesan feminin seorang gadis muda.
Kedua alis Bing jiazhi sedikit terangkat memikirkan apa yang ada di dalam genggaman tangan wanita itu.
Meski tangan itu menggoda, ia lebih tertarik dengan apa yang ada di dalamnya.
Setelah ingatan-ingatannya kembali, ia sangat yakin, jika di dalamnya ada sesuatu benda yang sangat berharga.
Xue Ni tersenyum ramah, kemudian perlahan-lahan membuka jari-jari tangannya dengan lembut.
Perlahan-lahan muncul di sana satu pahat yang tidak terlalu menarik dan sudah sering di pakai olehnya.
Bing jiazhi sedikit kecewa melihatnya. Ia pikir akan melihat sebuah pisau atau pun gulungan-gulungan, mungkin yang normal sebuah buku, tetapi hanya sebuah pahat.
Namun, setelahnya... Ia berpikir, mungkin ini adalah cara wanita itu mengajarkannya.
“Semua orang tahu ini adalah sebuah pahat dan normalnya untuk memahat kayu. Tetapi, aku di sini membiarkanmu melihat ini, bukan untuk menyuruhmu memahat, tetapi lebih untuk sebuah perjanjian.”
Xue Ni diam sejenak, ingin melihat respons dari Bing jiazhi.
Pemuda itu terlihat merenung, kemudian bertanya, “aku ingin mengetahuinya...”
“Aku ingin kau menerima semua latihanku layaknya seperti sebuah potongan balok kayu, tanpa perlawanan sedikit pun, agar aku mudah memberikan semua ilmu kepadamu. Sebuah balok; hanya diam dan tidak melawan... Apakah kau mengerti?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments