Setelah sempat berbincang-bincang dengan penjaga di kediaman Maura, membuat raut wajah Morgan berubah datar dan langsung bergerak cepat masuk ke dalam mobilnya.
"Kemana perginya Maura, mengapa sampai sekarang tak bisa dihubungi." kesal Morgan sambil memukul stir mobilnya.
"Sebaiknya aku tanyakan saja pada kak Rania, siapa tahu kakak ipar mengetahui keberadaan Maura." gumam Morgan dan langsung merogoh ponselnya dari saku celananya.
Lagi-lagi Morgan berdengus kesal setelah mendengar ucapan kakak iparnya yang juga tidak tahu keberadaan Maura.
"Ahh sial, kamu dimana Maura! Jangan membuatku khawatir." Morgan mengusap rambutnya ke belakang dengan perasaan kesal setengah mati.
Setelah itu, ia pun menghubungi para anak buahnya untuk mencari keberadaan calon istrinya.
🍁🍁🍁🍁
Sementara di kediaman Alexander, tepatnya mansion mewah tuan Fino dengan bangunan tiga lantai berdiri kokoh dengan arsitektur bangunan bergaya Eropa menjadi saksi bisu untuk acara siraman dan pengajian menjelang hari pernikahan putranya.
Semua orang tengah sibuk mempersiapkan pesta pernikahan Morgan dan Maura yang terhitung beberapa hari lagi. Bunga-bunga berwarna-warni dan lampu-lampu hias mulai menghiasi disepanjang gerbang utama hingga di setiap pekarangan rumah. Pernak-pernik dan bunga beraneka jenis mulai terpajang dan didekorasi seindah mungkin di ruang tamu hingga di setiap sudut rumah.
Anggota keluarga Alexander terkhusus kaum wanita dan anak-anak tampak berkumpul di ruang keluarga yang sibuk merangkai bunga dan memilih model pakaian muslimah yang akan mereka kenakan selama tiga hari tiga malam acara nanti. Dan terkhusus cucu-cucunya sedang ditangani oleh desainer ternama yang selalu membuatkan gaun untuk keluarga Alexander.
Desainer wanita itu sedikit kewalahan untuk mengukur pakaian para cucunya, mengingat anak itu masa aktif-aktifnya dan selalu saja mengatakan tidak jika tak menyukai orang yang baru ditemuinya. Hal itu membuat para orang tuanya harus ekstra sabar menghadapinya.
Nyonya Milan, Nyonya Ziva, dan Nyonya Raisa sesekali tertawa terbahak-bahak melihat tingkah lucu para cucunya yang sedang berhadapan dengan desainer di keluarganya. Sedang Adelia, Rania dan Etha duduk bersebelahan yang tengah asik mengobrol bersama.
Nyonya Milan tersenyum melihat kedatangan Malfin yang tengah menggendong Aqila. Kemudian dengan cepat Nyonya Milan menyampaikan satu hal kepada putra sulungnya itu.
"Pastikan semuanya berjalan lancar. Jangan lupa telepon Morgan dan Maura agar datang ke butik untuk melakukan fitting baju pengantin. Mengapa sampai sekarang mereka tak kunjung fitting baju, padahal semakin mendekati hari H pernikahannya." ucap Nyonya Milan antusias yang tengah membantu pelayan merangkai bunga.
"Baik Mama, anak itu memang akhir-akhir ini susah untuk dihubungi. Kebetulan sekali aku akan mampir ke perusahaan Morgan untuk mengambil berkas penting perusahaan." ucap Malfin sembari mengelus puncak kepala putri kecilnya lalu mendudukkannya di pangkuan istrinya dan tak lupa berpamitan kepada mereka sebelum kembali berangkat ke kantor.
"Iya bibi, aku juga heran mengapa mereka susah sekali untuk dihubungi sekarang, bahkan Morgan sempat menanyakan keberadaan Maura kepadaku, padahal jelas-jelas dia lebih tahu tentang keberadaan calon istrinya." timpal Rania yang juga ikut curiga yang sedang bantu-bantu memilih gaun couple untuk keluarga kecilnya.
Nyonya Milan terdiam mendengar ucapan Rania bahkan menghentikan aktivitasnya merangkai bunga, karena secara mendadak ia merasakan firasat buruk. Namun, nyonya Milan secepat mungkin buang jauh-jauh semua itu dan memilih untuk berpikiran positif saja.
"Mungkin saja mereka sedang sibuk mempersiapkan diri, mengingat semakin mendekati pesta pernikahannya." ucap Nyonya Ziva berpikiran positif.
"Benar Bunda, bagaimana pun jika mendekati hari pernikahan rasanya campur aduk, karena kami pun pernah mengalaminya." ucap Adelia tersenyum dibalik cadarnya.
"Iya, rasanya gimana gitu." timpal Rania terkekeh jika mengingat masa lalunya.
Nyonya Milan ikut tersenyum dan mengangguk mendengar setiap ucapan mereka. Aqila begitu tenang duduk di pangkuan ibunya.
"Mama, kapan Aqila pakai gaun princess seperti yang sering dipakai kartun princess kesukaan Aqila. Ada mahkotanya dan gelang-gelang kristal yang sangat cantik." ucap Aqila tak sengaja melihat sampul majalah di atas meja di hadapannya memperlihatkan model cantik seperti putri dari kerajaan. Sepertinya majalah itu dari salah satu butik milik keluarga Alexander.
"Tidak lama lagi sayang, My beauty Aqila kesayangan bibi Rania pasti memakai gaun princess yang sangat cantik dan My beauty Aqila yang menjadi princess nya." sahut Rania tersenyum yang begitu menyayangi ponakannya dan selalu berharap agar kembali diberikan momongan anak perempuan.
"Iya sayang, benar yang dikatakan bibi Rania." timpal Adelia dengan suara lembutnya sambil memperbaiki hijab Aqila karena keseringan bongkar pasang.
"Dan kami para pangerannya." ucap Aqil, Zaka dan Zaki dengan kompaknya. Membuat para orang tua mereka tertawa bersama.
*
*
*
Sementara di Perusahaan MLA Group...
Terlihat pemuda tampan sedang berkutat dengan laptopnya. Penampilannya sedikit berantakan dengan kemeja tampak kusut dan beberapa kancing atas kemejanya terbuka begitu saja hingga memperlihatkan dada bidangnya. Tapi, tak menurunkan semangatnya dalam bekerja. Pemuda itu tidak lain adalah Morgan Leo Alexander.
Entah puluhan kali ponselnya berbunyi, namun tak kunjung dia angkat.
"Hufff, Mengapa menjadi kacau begini ini. Arghh, bagaimana bisa aku menemukannya." ucapnya frustasi dan memilih menghentikan pekerjaannya.
Laptopnya lalu ia matikan dengan kesal dan segera mengangkat panggilan masuk tersebut yang sudah puluhan kali.
"Apa!!! temukan dia secepatnya!" bentaknya pada seseorang di ujung telepon dan diyakini adalah anak buahnya.
Morgan melempar ponselnya dengan kesal dan menjatuhkan barang-barang di atas meja kerjanya dengan penuh amarah.
Prangg
Terdengar suara gaduh dan barang-barang berjatuhan hingga pecah dan berserakan di lantai bahkan serpihan kaca bertebaran di lantai.
Brukkk.
Tidak hanya itu Morgan kembali memukuli meja kerjanya dengan murkanya. Bagaimana bisa pernikahannya tinggal menghitung hari sementara Maura tak kunjung ditemukan.
Apa yang akan dia katakan kepada kedua orang tuanya, jika Maura tak kunjung ditemukan. Akankah ia membatalkan pernikahannya, tapi itu sangat mustahil keluarga besarnya yang akan menanggung malu.
Morgan kembali mengangkat laptopnya untuk dibanting, namun niatnya dia urungkan mengingat dirinya masih waras. Bagaimana tidak, seluruh file penting perusahaannya ada dalam laptop tersebut.
Morgan meletakkannya kembali di posisinya semula lalu duduk di kursi kebesarannya. Terdapat goresan luka di pergelangan tangan kirinya hingga darah segar mengalir di sana, namun Morgan tak memperdulikannya.
Lagi-lagi dia kembali menjambak rambutnya dengan kesal sembari memejamkan matanya. Semalaman dia tak bisa tidur terus memikirkan keberadaan Maura yang entah kemana.
Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja Maura hilang kabar bak ditelan bumi. Padahal seluruh mata-mata kepercayaan Anggota The Tiger sudah ia kerahkan untuk melacak keberadaan Maura, tapi sayangnya sampai sekarang tak kunjung menemukan keberadaan Maura.
Lamunannya terbuyarkan saat pintu ruangannya terbuka lebar.
"Aku sudah peringkatkan untuk tidak menerima tamu hari ini!" ketus Morgan tanpa melihat sang empunya.
"Ada apa ini, mengapa ruanganmu seperti kapal pecah."
Seseorang menyelonong masuk dan terkejut melihat kekacauan di ruangannya.
"Kak Malfin." Morgan terkejut melihat kakaknya lah yang berada di ruangannya dan kini sedang berdiri di hadapannya dengan sorot mata tajam memindai nya.
"Apa yang terjadi? jawab!." bentak Malfin sembari mencengkeram kuat kerah kemejanya.
Morgan diam seribu bahasa, mulutnya menjadi bisu seolah tak bisa berkata-kata.
"Jawab Morgan!" ucap Malfin dengan nada satu oktaf.
"Maura Menghilang, sampai sekarang aku belum menemukannya." ucap Morgan pada akhirnya walaupun begitu sulit mengungkapkan kebenarannya.
Malfin dengan kesal melepaskan tangannya dari kerah kemejanya.
"Lalu kamu melakukan hal bodoh dengan berdiam diri seperti ini."
"Aku sudah berusaha mencarinya kak, bahkan anggota The Tiger sudah aku kerahkan untuk mencarinya." ucap Morgan sambil mengusap wajahnya dengan kasar, tak peduli darah segar yang mengalir dipergelangan tangan kirinya mengotori wajahnya.
"Kalau begitu kita cari bersama-sama, setelah itu kita kembali ke rumah. Papa dan mama harus tahu masalah ini."
"Tidak kak, jangan beritahu mereka. Aku tidak ingin mereka sedih. Kita masih punya waktu tiga hari untuk mencari keberadaan Maura." usul Morgan.
"Hemm, baiklah." ucap Malfin yang ikut pusing dengan masalah adiknya itu.
Mereka lalu berjalan bersama-sama keluar dari perusahaan dan bergegas masuk kedalam mobil mereka masing-masing.
Bersambung...
Jangan lupa, like, komentar, hadiahnya dan vote ya teman-teman 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Rodo 2710
lanjut kak maaf jarang ngasi komen,tp saya suka ceritanya🙏👍
2023-09-19
1
Ade
semakin seru thor
2023-01-17
1
Dewi
lanjut
2023-01-17
0