Sementara di tempat lain.....
Di sebuah rumah sakit ternama, terlihat gadis berpenampilan muslimah melangkah dengan penuh semangat menuju ruang perawatan yang ditempati oleh ibunya.
Senyumannya merekah manakala melihat ibunya sedang bersandar di tempat tidur pasien yang tengah memakan buah. Didampingi oleh Bu Ani, tetangganya yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam." jawab serempak mereka melihat kedatangan Mai.
"Tumben kamu pulang cepat Mai." ucap Bu Ani tersenyum.
"Alhamdulillah Bibi, Mai pulang cepat karena pekerjaan Mai sudah selesai. Kebetulan Nyonya Milan bersama sanak keluarganya keluar negeri untuk menggelar pesta pernikahan anaknya, makanya Mai bisa pulang cepat." ucap Mai tersenyum.
"Oh begitu, dari tadi ibumu menanyakan mu. Untung kamu pulang cepat."
Mai tersenyum sembari duduk di pinggir tempat tidur di samping ibunya. Tangannya mulai cekatan memijit betis dan kaki ibunya.
" Ibu sudah makan?" tanya Mai.
"Sudah nak, barusan Bu Ani yang bantuin ibu makan." jawab ibunya tersenyum dengan guratan wajah yang sedikit pucat.
"Mai, ibumu masih perlu menjalani perawatan selama seminggu. Tadi dokter yang memeriksanya mengatakan akan melakukan pemeriksaan CT scan guna untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh, setelah semuanya aman kemungkinan besar ibumu bisa pulang cepat." jelas Bu Ani.
Mai mengangguk mendengar penjelasan Bu Ani. Tak ingin berlarut dengan kondisi ibunya. Mereka memilih mengobrol bersama diiringi candaan recehnya.
🍁🍁🍁🍁
Sementara di tempat lain....
"Sampai kapan Morgan mengurung diri di apartemennya. Jemput Morgan sekarang juga! Apapun caranya bawa dia pulang ke rumah." terdengar suara bariton seseorang yang begitu dihormati tengah mengeluarkan titahnya kepada orang kepercayaannya.
"Baik tuan." ucap Pria paruh baya sembari membungkuk hormat lalu melenggang pergi menjalankan titah tuannya.
Pasalnya selama beberapa hari Morgan tak kunjung pulang ke rumah, hal itu membuat seluruh keluarganya mengkhawatirkannya. Apalagi pernikahannya semakin mendekati hari H.
Terutama esok pagi sudah akan digelar rangkaian acara sebelum melangsungkan pernikahan. Rencananya besok adalah acara siraman kemudian di lanjutkan dimalam hari acara pengajian yang akan dihadiri oleh kerabat terdekatnya.
Tampak Pria paruh baya yang baru saja mengeluarkan titahnya tengah duduk di kursi kebesarannya sambil memijit keningnya. Tanpa diduga, tiba-tiba jemari tangan mengusap lembut punggungnya, membuat pria paruh baya itu mendongak menatap orang yang sangat dicintainya. Mereka adalah pasangan Tuan Fino dan nyonya Milan.
"Tenang Mas, semuanya akan baik-baik saja. Semoga pernikahan putra kita berjalan dengan lancar, aamiin " ucapnya tersenyum lalu memeluk suaminya, sedang suaminya hanya mampu mengaminkan doanya.
"Milan, kamu tahu sendiri bagaimana sifat asli_"
"Aku tahu, sifat Morgan mirip denganmu karena kamu itu Papa nya." ucapnya memotong kalimat suaminya sambil melonggarkan pelukannya.
"Emm memang benar sayang." ucapnya tersenyum tipis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Mas, serahkan segalanya kepadaku. Insyallah, aku bisa mengatasi putra bungsu kita." ucap Nyonya Milan meyakinkan suaminya.
"Baiklah, tapi baru saja aku memerintahkan Chiko untuk menjemput Morgan."
"Tak masalah, aku dan Malfin akan menyusul ke apartemen Morgan."
"Lakukan sesukamu sayang. Jangan lagi marah-marah tak jelas meluapkan emosimu kepada kami, karena kamu tau sendiri seperti apa sifat putramu satu itu." ucap Tuan Fino mengingatkan istrinya dan istrinya mengangguk mengiyakan ucapannya.
Tuan Fino menatap istrinya dengan tatapan hangat dan penuh kasih sayang terhadap wanita yang sangat dicintainya yang merupakan istri sekaligus ibu dari anak-anaknya.
"Kalau begitu aku bersiap-siap dulu mas."
"Ya, jangan membuat keributan di sana."
Nyonya Milan mengangguk sambil melangkah menuju ruang ganti. Setelah selesai bersiap, ia pun berpamitan kepada suaminya lalu melangkah keluar kamar menemui putra sulungnya.
Saat berdiri di depan pintu kamar yang sedikit terbuka, Nyonya Milan menghentikan langkahnya untuk sekedar menguping pembicaraan seseorang yang tengah menelepon di dalam sana. Kamar itu diyakini kamar yang ditempati oleh Malfin, putra sulungnya.
Raut wajah nyonya Milan berubah masam mendengar pembicaraan seseorang di dalam sana bahkan tangannya dikepal kuat. Tanpa ingin menunggu pembicaraan itu berakhir, Nyonya Milan melenggang pergi dan bergerak menuju parkiran.
*
*
*
Sementara di apartemen, Morgan baru saja selesai bertelepon ria dengan saudaranya. Kini Morgan tampak mondar-mandir di ruang tamu sambil menggenggam ponselnya. Ketika mendengar bel apartemennya berbunyi dengan cepat dia memeriksa layar monitornya untuk melihat siapa gerangan orang yang datang bertamu.
"Paman Chiko" ucap Morgan terkejut melihat orang kepercayaan ayahnya sedang berdiri di depan pintu apartemennya.
"Pasti Papa yang mengutus paman Chiko datang kesini" ucapnya cemas dan tak kunjung membukakan pintu apartemennya.
Cukup lama Morgan mendiamkan bel apartemennya yang terus berbunyi. Hingga dia yakin orang kepercayaan ayahnya sudah pergi saat tak mendengar lagi bel apartemennya berbunyi.
Kembali Morgan melihat layar monitornya hingga terlonjat kaget karena mendapati ibunya tengah berdiri didepan pintu apartemennya. Bahkan ibunya menggedor-gedor pintu apartemennya berulang kali saking kesalnya.
Tanpa basa-basi Morgan langsung membuka pintu apartemennya.
Ceklek
Ibunya langsung mengucapkan salam dan menyelonong masuk tanpa menyapanya. Aura dingin seketika menyelimuti ruangan yang ditempatinya bersama ibunya.
"Apa yang membuat mama datang kemari?" tanya Morgan mendekat lalu duduk di kursi berhadapan dengan ibunya.
"Sampai kapan kamu berdiam diri di apartemen! apa kamu sedang menghindari pernikahanmu?" ucap Nyonya Milan tak menanggapi pertanyaan dan malah menyerangnya balik dengan kata-kata penuh curiga yang sudah tahu segalanya.
"Mama, aku..."
"Berbicaralah yang jelas, mama siap mendengarnya langsung alasan kamu tak mau pulang ke rumah." tegas ibunya.
"Ma, keputusanku sudah bulat, aku ingin membatalkan pernikahan ku. Aku tidak bisa melanjutkannya." ucap Morgan menunduk dengan keputusannya sepihak.
"Apa!!"
Plakkk
Tamparan keras mendarat sempurna di pipi mulus Morgan dan untuk pertama kalinya ibunya melakukan hal itu. Morgan tertegun memegangi pipinya yang terasa kebas, tapi dia tak akan pernah marah kepada ibunya atas apa yang dilakukan ibunya terhadapnya.
"Pernikahanmu tetap dilanjutkan! berbicaralah yang benar Morgan! jangan lagi menutup-nutupinya. Mama sudah tahu segalanya bahwa calon istrimu menghilang." ucap ibunya dengan entengnya.
"Itulah sebabnya Ma, aku tidak bisa melanjutkan pernikahan itu karena sampai sekarang aku belum menemukan keberadaan Maura." ucapnya sambil menghela nafas berat.
"Apa kamu gila! kamu ingin membuat malu Mama dan seluruh keluarga." ucap ibunya dengan suara meninggi sambil menunjuk ke arahnya.
"Mama, tolong batalkan saja pernikahanku." ucap Morgan memohon mengatupkan kedua tangannya lalu bersimpuh di bawah kaki ibunya meraung-raung seperti anak kecil.
"Tidak, pernikahan kamu akan tetap dilaksanakan. Selama ini Mama tak pernah mencampuri urusan pribadimu, membiarkanmu memilih wanita-wanita diluaran sana sesuka hatimu. Mama tak pernah mengekang atau membatasi kebebasanmu dalam memilih pasangan entah itu wanita manapun, mama tetap menerimanya dengan senang hati."
"Tapi sekarang, apa akibatnya! sudah banyak waktu yang kamu sia-siakan hanya mencari pasangan tak jelas. Lihatlah seperti apa wanita pilihanmu, apakah itu wanita yang terbaik untukmu meninggalkanmu disaat mendekati hari pernikahanmu!. Mama....benar-benar kecewa. Keputusan finalnya pernikahanmu akan tetap dilaksanakan. Mama sendiri yang akan mencarikan mu calon istri, pengantin pengganti calon istrimu yang kabur itu." ucap ibunya marah dan tak ingin dibantah.
"Tidak Ma, aku sudah berjanji untuk menikahi Maura. Jangan lakukan itu Ma." ucap Morgan sambil memeluk kaki ibunya dan tak ingin membiarkannya pergi.
"Lepaskan Mama Morgan. Jika kamu masih ingin melihat Mama hidup di dunia ini, maka terima keputusan mama kali ini." ancam ibunya dengan mata berkaca-kaca bahkan suaranya terdengar parau.
Seperti pukulan telak yang dilontarkan oleh ibunya membuat Morgan dengan cepat melepaskan tangannya dan membiarkan ibunya pergi. Morgan tak bisa berkata-kata lagi, keputusan ibunya sudah final dan tak bisa dibantah atau diganggu gugat.
Sebelum ibunya benar-benar keluar dari apartemennya, ibunya sempat berbalik badan menatap ke arahnya.
"Pulanglah ke rumah, sebelum Papa semakin curiga kepadamu." ucap ibunya dingin dengan mata memerah lalu melenggang pergi.
Morgan menjambak rambutnya kasar menatap punggung ibunya yang semakin jauh dari pandangannya hingga tak terlihat lagi di balik pintu.
"MAURA!!! kamu harus membayar nya." teriak Morgan frustasi. Seketika rasa benci membuncah kepada calon istrinya itu. Karena pertama kalinya Morgan harus berdebat dengan ibunya.
Morgan menyambar kunci mobilnya dan bergegas berlari menyusul ibunya. Dia tidak ingin sesuatu terjadi kepada ibunya, apalagi ibunya pergi dalam keadaan marah.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak teman-teman 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Dhiyaa
lanjut thorr
2023-01-17
1
Ade
up thor
2023-01-17
0
Fatma
lanjut dong thor 😊
2023-01-17
0