"Hei, kalau jalan pakai mata! apa kamu tidak melihat keberadaanku. Dasar bodoh!." hardik seseorang yang baru saja bersenggolan dengannya.
"Maaf tuan." ucap Mai menunduk. Hanya itu yang mampu diucapkan Mai dan sama sekali tidak melihat wajah orang itu.
Sementara orang yang disenggol nya berdengus kesal melenggang pergi begitu saja. Terlihat raut wajah Mai terpancar ketakutan yang tengah memeluk nampan. Setelah yakin orang yang disebut tuan sudah pergi barulah dirinya berdiri dan melangkah cepat ke dapur.
"Sejak kapan mama mempekerjakan orang bodoh di rumah ini" ucap suara berat seseorang yang mendekat ke arah wanita paruh baya.
"Ada apa sayang, mengapa raut wajah mu kelihatan kesal? dan siapa orang yang kamu maksud bodoh?" tanya wanita paruh baya itu dan tidak lain adalah ibunya.
"Aku tidak tau Ma siapa gadis bodoh itu dan aku tidak ingin membahasnya" ucapnya terdengar kesal sembari duduk di kursi bersebelahan dengan ibunya.
"Wajar jika pelayan membuat sedikit kesalahan. Tak usah diambil pusing, karena kita bukanlah makhluk yang sempurna yang tidak pernah lepas yang namanya kesalahan dan dosa." ucap ibunya tersenyum menasihatinya.
"Iya ma." balasnya mengangguk.
"Morgan, ngomong-ngomong setelah kamu menikah apa kamu masih akan terus mengunjungi mama?" tanya Nyonya Milan.
"Mama ngomong apaan sih, dimanapun mama berada aku akan sering-sering datang bersama Maura untuk mengunjungi Mama." jawab Morgan tersenyum lalu mengusap wajah ibunya.
"Janji ya, soalnya rumah ini akan sepi tanpa kalian. Mana lagi jika cucu mama juga pergi menemui neneknya tambah sepi ini rumah." ucap Nyonya Milan sedih.
Morgan lalu memeluk ibunya dan tak ingin membiarkan ibunya bersedih.
"Jika Mama menginginkan kami menetap disini, maka aku akan membujuk Maura agar bersedia tinggal disini." ucap Morgan penuh keyakinan.
"Tak perlu sayang, Mama tidak ingin mencampuri urusan rumah tangga kalian, hanya saja sering-seringlah mengunjungi Mama." ucap Nyonya Milan lemah lembut.
"Baik Mama."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." jawab Morgan dan ibunya serempak membalas salam orang yang sangat dikenalnya itu. Kemudian Morgan melepaskan pelukannya.
"Mengapa calon mempelai pria selalu saja menempel sama Mama, apa dia buat salah ma." ucap Pria tinggi dengan tatapan sinisnya menatap kearah Morgan dan pria itu tidak lain adalah Malfin, kakak Morgan yang baru saja pulang kerja.
Malfin meletakkan tas kerjanya di atas meja lalu bergerak mencium punggung tangan ibunya. Saat akan berbalik badan terdengar suara kehebohan dari anak kembarnya.
"Papa..Papa."
Morgan yang ingin membalas ucapan kakaknya itu dengan cepat tutup mulut melihat si kembar mendekat ke arahnya.
"Wah anak-anak kebanggaan Papa sangat kompak, kemari sayang Papa rindu kalian." ucap Malfin berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh anak-anaknya dan langsung disambut pelukan hangat dari kedua buah hatinya.
Malfin mencium pipi gembul anak-anaknya secara bergantian.
Morgan dan nyonya Milan yang melihat pemandangan harmonis itu hanya mampu tersenyum.
"Papa, Mama pergi ke rumah sakit untuk memeriksa pasien. Mama berpesan kepada kami untuk tidak nakal di rumah Oma." ucap Aqila antusias.
"Oh benarkah? Papa sangat senang mendengarnya. Apa kalian sudah mandi?" tanya Malfin kepada anak-anaknya.
"Belum, kami menunggu Papa dan Mama pulang biar bisa mandi baleng" ucap Aqil dengan polosnya.
Morgan tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan ponakannya itu, membuat Malfin meliriknya tajam.
"Mama dan pengasuhnya sudah membujuk si kembar untuk mandi, tapi mereka kekeh ingin mandi bersama orang tuanya." timpal nyonya Milan.
"Kalau begitu aku ke kamar dulu Ma." ucap Morgan sambil memegang tangan kecil anak kembarnya.
"Ya bawa cucuku ke kamar, sedari tadi menunggumu pulang."
"Oma, Paman sampai jumpa."
"Iya sayang." balas morgan.
"Besok kita sudah berangkat ke negara A, jadi persiapkan dirimu." ucap Nyonya Milan dengan raut wajah bahagia kepada putranya.
"Baik Mama, kebetulan Paman Darren ikut turun tangan untuk mempersiapkan pernikahan Morgan. Dia begitu antusias bersama Mama Ziva menyiapkan segalanya untuk momen bahagia Morgan." ucap Malfin tersenyum tipis melirik adiknya.
"Iya, seluruh keluarga begitu senang atas rencana pernikahan Morgan dan Maura." ucap Nyonya Milan tersenyum sambil mengelus puncak kepala Morgan dan Morgan sendiri ikut tersenyum tipis.
Saat Malfin bersama anak kembarnya ingin melangkah masuk ke dalam rumah, terdengar suara lembut Adelia mengucapkan salam dan dengan kompak ayah dan anak kembar itu membalas salamnya.
"Horee mama pulang." Aqil dan Aqila bersorak gembira melihat kedatangan Mamanya.
Adelia hanya mampu tersenyum dibalik cadarnya melihat tingkah laku anak kembarnya.
Malfin segera memberinya kode-kode rahasia untuk ikut bersamanya ke kamar. Sehingga Adelia berpamitan kepada mereka dan lekas berjalan bersama-sama ke kamar.
🍁🍁🍁🍁
Sementara Mai yang tengah sibuk bekerja di dapur masih saja terlihat khawatir. Untuk pertama kalinya dia membuat kesalahan dan dia yakin sedang berurusan dengan tuan muda di keluarga Alexander. Walaupun ia tidak tahu seperti apa wajah asli tuan mudanya, tapi ia merasa yakin tadi orang yang membentaknya adalah si tuan muda
Apalagi para pelayan junior hampir setiap hari membicarakan tuan muda mereka yang baru saja pulang dari luar negeri dan begitu mengidolakannya.
Tidak hanya itu, beberapa pelayan selalu menyebarkan gosip tentang si tuan muda yang sangat Arogan dan tak pernah mengampuni kesalahan sedikitpun seorang pelayan. Mai menjadi gusar dan takut jika sampai dirinya di pecat oleh tuan muda arogan itu.
Selama satu tahun bekerja di kediaman keluarga konglomerat itu, sekalipun Mai tak pernah bertemu dengan tuan mudanya. Bahkan dirinya tak tahu seperti apa rupa tuan mudanya itu. Itupun namanya Mai tau saat tak sengaja mendengar para pelayan yang tengah bergosip ria di mes pelayan membicarakan tuan muda yang tampan namun arogan.
"Mai, mengapa sedari tadi kamu diam saja." ucap Bu Ijah menegurnya.
Lamunan Mai terbuyarkan saat mendengar suara bu Ijah. Mai tersenyum menanggapi ucapannya.
"Ada apa Mai? ayo cerita." tebak Bu Ijah.
"Tidak apa-apa kok Bibi." ucap Mai tersenyum.
"Ya sudah lanjutkan pekerjaan mu." Mai mengangguk mengiyakan ucapan Bu Ijah.
Setelah pekerjaannya di dapur selesai, Mai kembali melanjutkan pekerjaannya membersihkan teras belakang. Mai membawa peralatan bersih-bersih ke teras belakang.
Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara anak kecil sedang menangis dari arah belakang. Mai langsung mengedarkan pandangannya hingga mampu melihat sosok anak perempuan tengah menangis tersedu-sedu dengan lutut berdarah yang terduduk di lantai.
Mai meletakkan peralatan yang dibawanya begitu saja lalu segera mendekati anak kecil itu karena tak melihat keberadaan pengasuhnya.
"Mana yang sakit? biar kakak yang obati." bujuk Mai sambil membungkuk untuk membantunya.
"Mama." anak perempuan itu semakin mengencangkan tangisnya memanggil Mamanya.
Mai sedikit panik lalu mengangkatnya dengan hati-hati kemudian mendudukkannya di kursi.
"Hiks.. hiks.... Mama." Anak perempuan itu memelankan suara tangisnya yang sedang memanggil Mamanya.
"Jangan nangis lagi ya, biar kakak obati lukanya, setelah itu kita temui mama kamu." ucap Mai lemah lembut duduk di bawah kursi yang berusaha menenangkannya dan anak perempuan itu hanya manggut-manggut yang berderai air mata.
Mai bergerak cepat mengambil kotak obat P3K lalu segera mengobati luka anak perempuan itu. Mai dengan lembut mengobati lukanya dan sesekali meniupnya untuk mengurangi rasa sakitnya.
"Alhamdulillah, sudah selesai." ucap Mai tersenyum setelah berhasil menempelkan plester luka di lututnya.
"Terima kasih kakak baik " ucapnya sesegukan.
"Sama-sama." balas Mai tersenyum lalu menghapus sisa-sisa air matanya.
"Ayo, kakak akan membawamu menemui mama kamu." usul Mai dan anak perempuan itu mengangguk setuju.
Mai lalu menggendongnya dan membawanya ke ruang keluarga karena mendengar suara seseorang sedang mengobrol disana.
Tampak pengasuhnya terlihat panik menghampiri Mai dan ingin mengambil alih anak perempuan itu dari gendongan Mai. Akan tetapi, anak perempuan itu lebih betah dalam gendongan Mai.
"Aqila sayang." Nyonya Milan terlihat khawatir melihat raut wajah cucu kesayangannya yang tampak sembab seperti habis nangis dan langsung mengambil alih cucunya dari gendongan Mai.
"Oma, Aqila habis terjatuh. Untung kakak baik yang nolongin Aqila, terus mengobati luka Aqila dengan kapas lembut jadi tak sakit lagi." ucapnya antusias.
"Terima kasih Mai untung ada kamu." ucap Nyonya Milan tersenyum.
"Sama-sama nyonya, saya pamit ke belakang dulu." ucap Mai menunduk dan nyonya Milan mengangguk menanggapi ucapannya.
Mai lekas ke belakang, dia tidak enak hati berlama-lama berbaur dengan majikannya. Setelah kepergian Mai, muncullah seluruh anggota keluarga dan terkejut melihat raut wajah Aqila tampak sembab.
Nyonya Milan pun mulai menceritakan segalanya tentang apa yang dialami Aqila.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Ade
ya kok abis..., lanjut thor mulai seru
2023-01-15
1
Ros
ditunggu kelanjutannya thor
2023-01-15
0
Mita
up thor
2023-01-15
0