Pemantik Api Cemburu

"Mengganggu?"

Airi yang sedang serius membaca di perpustakaan menghentikan sejenak kegiatannya, dia mendongak dan tersenyum saat menyadari siapa yang telah menyapanya.

"Boleh ikut duduk di sini juga?"

"Tentu!" Airi menaruh tas yang awalnya di atas meja pada kursi sampingnya. Saat ini diri dan Lei duduk saling berhadapan. Pria berkacamata itu sedang membuka halaman pada buku yang diambilnya. Tampak serius dan seolah melupakan Airi.

"Kenapa?"

Airi menggeleng, dia kembali menyibukkan dengan membaca bukunya. Lei hanya tersenyum melihat tingkah Airi yang tertangkap basah sedang memperhatikan dirinya.

"Kemarin, siapa yang jemput kamu?" Airi menutup sejenak bukunya dan menatap Lei.

"Dia ... dia seorang teman!" Airi tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. "Ah, sepupu!" lanjut Airi memperjelas.

Lei mengangguk paham. Airi kembali membaca buku dengan canggung. "Kamu sendiri saja sejak tadi?"

"Ya!"

"Sama. Semua temanku sibuk dengan tugas mereka. Mereka sangat menyukai deadline," ujarnya dan tertawa kecil.

Airi membalasnya dengan tersenyum. Dia bingung harus mengatakan apa, dirinya dan Lei baru tiga kali ini bertemu. Dia juga bukan orang yang pandai berbasa-basi, tidak seperti Vane yang mudah akrab dengan orang baru.

"Apa ada yang mau kamu tanyakan tentangku?" Kening Airi berkerut dalam lalu menggeleng. "Tapi, dari sorot matamu dan juga bibirmu yang terbuka lalu merapat seolah akan mengatakan sesuatu!"

"Oh, maaf. Aku sebenarnya ...."

Lei mengibaskan tangannya. "Jangan cemas. Aku hanya becanda. Jujur senang memiliki teman perempuan di kampus ini!"

"Memang selama ini gak ada?" tanya Airi heran. Lei pria yang terbilang cukup tampan, dia tinggi dengan tubuh yang tegap.

"Ada, hanya saja kebanyakan mereka terlalu berlebihan, sedangkan kamu berbeda!" Lei mengulurkan tangannya hendak menyentuh wajah Airi, tetapi urung dilakukan ketika Vane yang tiba-tiba saja datang.

"Van, jangan berisik!" Vane mengangguk malu dan meminta Airi untuk pindah duduk.

"Aku lagi senang banget!"

"Kenapa?"

"Besok, Pak Burhan gak berangkat. Huh, beruntung banget, tugasku belum kelar." Vane merapikan rambutnya yang sedikit berantakan itu.

"Kamu tahu dari mana?"

Vane menatap Airi dan menggenggam tangannya. "Kamu percaya sama aku, kan?" Airi mengangguk. "Jadi kamu harus percaya. Aku mendengarnya sendiri dari Pak Burhan kalau besok dia gak akan datang dan sebagai gantinya ada tugas!"

Vane menjadi lesu dan menelungkupkan wajahnya. "Vane, jangan sedih. Aku sudah sering bilang sama kamu kalau kita bisa mengerjakan tugas bersama!"

Vane menatap Airi menyelidik dan memeluknya senang. "Aku senang banget. Kali ini aku gak akan sungkan!"

"Iya!"

Lei berdeham sebab terlalu lama diabaikan oleh dua orang perempuan di hadapannya itu. Vane melepaskan pelukannya dan menjadi canggung dengan Lei yang tampak santai dengan memperhatikan dirinya.

"Hei, Lei. Dari tadi?"

"Sejak awal," bisik Airi yang membuat Vane makin canggung. Dia langsung menyembunyikan wajahnya dengan buku.

***

"Aku gak bisa menerima ajakan kamu. Maaf!" Airi menolak ajakan Lei untuk pulang bersama, Candra pagi tadi memintanya untuk memberitahu kapan dia akan pulang dan sudah satu jam dia memberitahu itu.

"Kenapa? Apa sepupumu yang jemput lagi?"

"Iya. Dia sudah di jalan. Sebentar lagi dia sampai!" bohong Airi.

Lei mengalah, dia tidak lagi memaksa Airi untuk pulang dengannya. "Tapi, aku boleh temani kamu sampai sepupu kamu datang?" Airi memperhatikan wajah serius Lei saat mengatakannya, tetapi dia tidak tahu harus jawab apa.

Airi ingin menjaga perasaan Candra, dia tidak mau jika Candra salah paham. "Aku hanya ingin memastikan kamu aman. Meski sekarang ramai, belum tentu aman, kan? Jadi?" Airi mengangguk.

"Boleh kok!"

Lei begitu senang. Dia melepas helmnya dan ikut duduk bersama Airi di halte. "Lain kali apa aku boleh antar kamu? Sebagai teman!"

Airi hanya membalas dengan senyuman. "Gimana?"

Lei menepuk pundak Airi yang terlihat melamun dan tepat saat itu suara klakson mobil di depan mereka membuat Airi gegas pamit pulang. "Makasih sudah menemani, aku pulang sekarang!"

Lei tampak kecewa. Airi belum memberi jawaban dan sudah pergi begitu saja.

"Siapa dia? Pacar kamu?"

"Hanya teman, Mas!" ucap Airi sambil memasang sabuk pengamannya.

Candra tidak menjawab. Dia mengendarai mobilnya menjauh dari halte dan Lei yang memperhatikan mereka.

"Kamu gak menyukai dia?"

Airi menatap Candra kesal. Dia memegang kuat sabuk pengamannya dan menghela napas kasar. "Kamu marah?"

"Apa kamu pikir aku akan berkhianat saat aku masih jadi istri kamu, Mas?"

Candra melirik sekilas. "Artinya kalau kamu masih sendiri, bisa saja kamu terima dia?"

"Mungkin. Lagipula dia baik dan perhatian!" balas Airi dan langsung memalingkan wajahnya.

***

Sam seharusnya sudah sampai di rumah, tetapi permintaan Joe yang lebih tepatnya memaksa tidak bisa dia abaikan atau pria tersebut bisa saja nekat.

Perempuan dengan tubuh yang lelah menghampiri Joe di sebuah cafe tempat biasa mereka dulu makan saat masih pacaran.

"Di mana dia?" Sam mengedarkan pandangannya di sekeliling cafe untuk mencari Joe, tetapi dia tidak dapat menemukannya. "Dia bilang sudah sampai!" gerutu Sam kesal.

"Mencariku, Sayang?" Sam berbalik dan mendorong tubuh Joe yang berdiri di hadapannya sambil tersenyum manis. Pria itu baru saja berbisik di belakangnya.

"Joe, kamu!"

Pria itu hanya mengangguk lalu menarik tangan Sam membawanya ke meja tempat biasa mereka bersama.

"Aku sudah memesan meja ini, kenapa kamu gak langsung ke sini saja?" tanya Joe tanpa memperhatikan Sam yang kesal.

"Sekarang katakan, apa maumu?" tanya Sam tidak sabaran.

Joe terkekeh. "Kenapa gak sabaran begitu? Takut suamimu itu curiga?"

Sam tidak menjawab. Dia menatap kesal pria yang sedang menggodanya itu. "Sam, apa kamu akan terus bertahan dengan pria seperti itu?"

Sam mengangkat alisnya. Bingung. "Maksudnya apa kamu benar-benar kira kalau dia pria setia?"

"Tentu. Apa kamu pikir dia kayak kamu yang gak setia dan ...."

"Miskin?" Sam mengangguk sinis. "Kamu kira aku seperti dulu, Sam? Aku bahkan sudah memiliki penghasilan yang besar!"

"Tapi, gak sebanding dengan Candra!" ucap Sam telak.

Joe membuang napas kasar. "Terserahmu! Tapi yang jelas aku cuma mau kamu tahu, aku akan selalu ada saat kamu butuh. Kamu harus tahu juga kalau suamimu itu bisa saja menyimpan rahasia yang gak mau kamu tahu!"

Sam sudah tidak tahan dengan ucapan Joe tentang Candra. Dia merebut air minum di tangan Joe dan meminumnya sampai habis.

"Aku gak tahu kenapa kamu selalu paksa aku untuk datang. Yang jelas, ini terakhir kalinya kita bertemu. Candra bisa curiga dan ceraikan aku."

"Itu bagus!"

Sam mendelik. "Jangan seperti itu, Sam. Kamu harus tahu kalau kamu marah, malah makin cantik!"

"Aku harus pulang. Urusan kita selesai!" Joe menahan Sam yang akan pergi. Dia menatap Sam tajam.

"Belum selesai, Sam. Ada hal yang lebih penting lagi dari yang tadi!" ucap Joe serius.

"Apa?" Joe tidak langsung menjawab, dia membiarkan pramusaji menata makanan yang sudah dipesannya. "Katakan!" desak Sam setelah pramusaji tersebut pergi.

"Kamu harus awasi Candra dan juga perempuan di rumah mertuamu itu!" ungkap Joe penuh keyakinan. "Dia bahkan lebih cantik dan mertuamu lebih peduli dengannya. Jangan lengah atau kalau kamu kalah aku akan terbuka menerimamu lagi!" Joe mengerling.

Sam mendengkus kesal. Dia memang tidak menyukai Airi, tetapi mencurigai jika perempuan itu menyukai Candra tidak pernah terbesit. Namun, karena Joe dia memikirkan jika dirinya harus mengikuti sarannya.

"Aku harus pergi!"

"Sam, pria itu aku akan urus!" Sam menatap Joe heran. Dia tidak paham pria yang mana yang sedang Joe katakan. Pria tersebut sekarang terlihat santai menikmati makan malamnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!