Untuk pertama kalinya, Airi pasrah saat Moa memintanya mengenakan pakaian miliknya. Blouse dengan lengan balon itu tampak cocok dengannya, apalagi dipadukan dengan rok polka warna hitam dan flatshoes warna senada dengan roknya.
"Mama yakin aku harus pakai ini ke kampus?" Airi merasa tidak nyaman mengenakan pakaian mahal tersebut, meski dirinya pun mengenakan pakaian sehari-hari tidak beda jauh, tetap saja terasa berbeda.
"Tentu. Mulai sekarang kamu harus berpenampilan menarik!" ujar Moa, dia meminta agar Aileen duduk di depan cermin dan mulai menyisir rambut Aileen yang selalu saja diikat. "Sesekali kamu urai rambutmu. Tunjukkan kepada siapa saja, bahwa kamu punya rambut yang bagus!"
Aileen tersenyum masam, dia memperhatikan Moa yang tampak bersemangat mendandaninya. "Tapi, bukankah Mama sendiri bilang kalau kita hanya perlu mengenakan sesuatu yang membuat kita nyaman!"
"Betul!" Moa tidak memperhatikan Airi yang terus menatapnya lewat cermin.
"Tapi, aku merasa gak nyaman dengan semua ini, Ma. Pakaian mahal dan riasan yang seperti sekarang ini!" Airi memilih jujur mengatakannya.
Moa menghela napas pelan. Dia meletakkan sisir di meja dan memegang kedua bahu Airi. "Nak, memang kita tidak perlu mendengarkan perkataan orang-orang yang menyakiti, apalagi tentang penampilan. Kita hanya perlu menjaga kenyamanan itu, tapi setidaknya kita juga perlu mendengarkan perkataan mereka sebagai masukan. Apa kamu mau kalau Candra terus saja memandang kamu sebelah mata?"
Airi menggeleng. Dia ingin agar Candra melihatnya dengan senyum yang mengembang dan tidak berpaling ke lainnya, meski setiap ucapan menyakitkan Candra masih saja terekam jelas di memori.
Moa menepuk pundak Airi, puas. "Bagus. Jadi, sekarang waktunya kamu untuk mengubah penampilan. Lagipula saat ini kamu bukannya gak nyaman, hanya saja belum terbiasa!"
Airi berbalik dia menggenggam tangan Moa dan mencium punggung tangan itu. "Makasih, Ma. Aku bersyukur banget Mama begitu sayang sama aku!"
Moa menangkup wajah Airi dan mengecup kening menantunya itu. "Sekarang waktunya perlihatkan kepada dunia siapa kamu. Sudah waktunya berangkat kuliah, Candra pasti sudah menunggu!" Airi mengangguk. Dia mengambil tasnya dan keluar dengan perasaan gugup menunggu reaksi Candra.
"Ayo temui suamimu. Mama sudah memintanya untuk mengantar kamu ke kampus!" Moa mendorong punggung Airi untuk menghampiri Candra yang menunggunya di sofa ruang tamu.
Pria itu tengah sibuk dengan ponselnya.
"Mas!"
Candra menoleh ke belakang dan menatap takjub Airi yang terlihat sekali berbeda. "Mas, ayo," ajak Airi. Dia memilih keluar terlebih dahulu untuk menutupi kecanggungannya.
Tatapan Candra yang tidak berkedip membuatnya tidak nyaman.
Di mobil pun, Airi menghindari tatapan dari Candra. Sampai-sampai dia kembali gugup dan kesulitan memasang sabuk pengamannya.
"Biar kubantu!" Airi mengangguk canggung. Dia membiarkan saja Candra mengambil alih, bahkan sampai menahan napas saking gugupnya.
"Makasih, Mas!" Candra hanya berdeham membalas ucapan dari Airi.
Pria itu memilih fokus dengan jalanan, meski sesekali melirik Airi yang memegang sabuk pengamannya erat. "Apa kamu gak nyaman?"
"Hah? Kenapa, Mas?" tanya Airi karena tidak mendengar jelas pertanyaan Candra.
Pria itu berdecak sebal. Dia lalu memilih diam. Suasana kembali menjadi sunyi. Airi ingin menanyakan kepada Candra tentang penampilannya saat ini, tetapi dia terlalu takut Candra akan membuatnya makin sakit hati.
"Airi, semalam aku minta maaf. Kamu pasti sakit hati dengan semua ucapanku, tapi aku cuma gak suka kamu menjelekkan Sam!" Airi mengangguk lemah.
Candra menoleh sekilas ke arahnya. "Semalam kamu pergi ke mana?"
Airi menelan ludahnya kasar. Dia bingung untuk menjawab pertanyaan dari Candra. "Heem!"
"Aku ... aku pergi ke taman kompleks, Mas, untuk menenangkan diri!" jawab Airi berbohong. Biarlah asal Candra tidak tahu kalau dia bertemu dengan Joe dan diajak pria itu kembali ke apartemennya untuk melakukan hal yang sama, seperti saat pertama kali mereka bertemu.
Candra mengangguk begitu saja. "Kamu memang perlu menenangkan diri. Semalam aku pun mendapat balasan atas tamparan Sam di wajahmu!"
Kening Airi berkerut samar. Dia menatap Candra penuh tanya. "Mama menamparku. Sepertinya Mama sayang banget sama kamu, bahkan mama gak pernah memperlakukan Sam seperti mama memperlakukan kamu!"
"Apa kamu kesal, Mas?"
Candra menatap Airi sejenak lalu mengangkat kedua bahunya. "Mungkin. Bagaimanapun sedih yang Sam rasakan, aku dapat rasakan itu!"
Airi tersenyum masam mendengarnya. Candra begitu mudah berkata seperti itu dengannya. "Kalau aku? Apa kamu akan kesal atau diam saja kalau mama berlaku buruk sama aku? Atau sebenarnya kamu gak suka dengan perlakuan mama ke aku?" Sam menatap Candra penuh tanya.
Sayangnya, pria itu tidak menjawab pertanyaannya dan memilih menghidupkan radio.
Airi mengerti, Candra tetap akan berpihak hanya kepada Sam. Tidak untuknya.
***
"Biar aku bantu lepaskan!"
Airi mengangguk, dia membiarkan saja Candra melepaskan sabuk pengaman. Pria itu menjauhkan tubuhnya kembali.
"Makasih banyak, Mas!"
Candra hanya berdeham. Saat Airi mengambil tangannya dan mencium punggung tangannya itu, Candra hanya terdiam dengan sorot mata bingung. Dia bahkan tidak membalas senyum manis Airi untuknya.
"Sekali lagi makasih untuk waktunya!"
Airi membuka pintu. Ketika baru satu kaki keluar dari mobil, Candra menyebut namanya. "Airi, kamu cantik hari ini. Kamu terlihat berbeda!"
"Benarkah, Mas?" Pria itu mengangguk. "Mama yang membantuku merias diri. Aku tadinya takut kalau kamu gak suka, tapi syukurlah ternyata kamu suka."
Candra menyentuh wajah Airi. "Aku hanya mau bilang ... kamu gak perlu mengubah penampilan hanya untuk membuatku tertarik. Kamu tahu sendiri, sampai kapan pun hatiku hanya untuk Sam. Jangan kamu paksa berubah kalau kamu gak nyaman!"
Airi tersenyum masam mendengar ucapan Candra. Dia memilih keluar tanpa memberi jawaban kepada suaminya tersebut.
"Apa aku sama sekali gak ada kesempatan, Mas? Kenapa selalu nama Sam yang kamu sebut dan aku ...." Airi menghela napasnya kasar.
Tatapannya terus saja tertuju pada mobil Candra yang menjauh. Dia bahkan tidak sadar seseorang berdiri di belakangnya.
Benar saja, saat berbalik dia dikejutkan dengan seseorang yang menyapanya ramah. "Selamat pagi? Bagaimana tidurmu, nyenyak?"
Airi mendengkus kesal. Dia mengabaikannya saja pria tersebut. "Masih kesal?"
"Bukan urusan Bapak!" jawab Airi. Langkahnya lebar agar pria tersebut tidak menyamai langkahnya. Namun, salah. Pria tersebut berhasil menghadangnya dan membuat Airi makin kesal.
"Mau Anda apa? Kenapa menghalangi saya?"
"Sebagai seseorang yang semalam memakan masakanmu, saya cuma mau bilang terima kasih!" Airi mengangguk. "Tapi, siapa yang di mobil tadi? Pacar atau suami?"
Alis Airi terangkat sebelah. "Apa urusannya dengan Anda? Lagipula saya tidak harus menjawab pertanyaan Anda selain di kelas, kan?"
"Hanya ingin tahu saja. Mungkin orang di dalam mobil tadi yang buat kamu sampai berubah penampilan begini!" Pria tersebut terkekeh pelan. Dia mendekatkan dirinya dan berbisik lirih, "Kamu cantik. Sayang, kamu suka ketus!"
Pria itu pergi setelah mengatakannya. Ah, tidak juga karena setelah mengatakan itu dia masih sempat mengerling nakal kepada Airi. Mengabaikan siapa saja yang bisa melihat tingkahnya itu.
"Huh, pria aneh." Airi tidak mengerti, setiap dia dalam kesedihan selalu pria yang sama yang datang kepadanya dengan tingkah menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Jeonfairy
Airi ini terlalu baik atau bodoh. Beda tipis
2023-04-23
1
Sri Wahyuni
punya harga diri kah airi punya suami modelan bgtu az msih d prtahan kan
2023-01-20
0