Kenapa Kamu Jahat, Mas?

"Jadi kamu lembur sampai pagi, Mas?" tanya Sam untuk kedua kalinya kepada Candra.

Pria itu hanya berdeham, sudah ingin mengakhiri panggilannya karena sudah teramat lelah dengan pekerjaan yang menumpuk.

"Atau sebenarnya kamu masih marah sama aku karena Joe?"

"Bukan. Aku memang lembur! Apa aku harus memberimu bukti di mana aku sekarang?" Candra sudah akan mengalihkan panggilannya menjadi panggilan video, tetapi tidak jadi dia lakukan saat Sam mengatakan dirinya sudah percaya.

"Kamu jangan lupa istirahat, meski cuma sejam atau dua jam, Mas. Manfaatkan kamar di ruangan kamu itu!" nasihat Sam dan kembali dibalas oleh Candra dengan berdeham.

Candra melepas dasinya yang terasa mencekik, dia memejamkan mata sejenak setelah panggilannya berakhir dengan Sam.

Saat lelahnya itu, Candra merasakan aroma kopi buatan Airi menghampirinya. Namun, saat dirinya membuka mata bayangan Airi membawakannya kopi tidak ada. Senyum Airi pun tidak terlihat.

Candra mengusap kasar wajahnya. Dia tidak lagi bisa konsentrasi untuk menyelesaikan laporan di mejanya. Dia lalu memilih untuk pulang saja dan membatalkan niatnya menginap di kantor.

Candra mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan pikirannya terus saja tertuju kepada Airi dan rasa bersalah atas perlakuan buruknya selama beberapa hari ini.

Candra merasa bersalah, tidak seharusnya dia menikahi Airi di saat dirinya sudah menikah dengan Sam. Candra melukai hati Airi yang seakan perlahan sedang menanamkan benih cinta, padahal hatinya tidak memiliki perasaan itu.

Candra memasuki area perumahan Moa. Dirinya sendiri merasa heran kenapa memilih pulang ke rumah Moa, tetapi Candra tidak berniat untuk berputar haluan.

Candra langsung keluar dari mobil setelah sampai di rumah mamanya. Dia gegas masuk rumah dan hendak pergi ke kamar. Sayangnya, dia malah harus bertemu dengan Airi yang hendak ke dapur.

"Mas Candra?"

"Kamu belum tidur?" Airi menggeleng. Dia membawa gelas kosong di tangannya. "Kamu haus?"

"Iya, Mas!" Candra mengangguk. Dia hendak pergi ke kamarnya, tetapi ditahan oleh Airi. "Mas, bisa kita bicara?" tanya Airi dengan ragu.

Alis Candra terangkat, pria itu menatap Airi lekat lalu mengangguk setuju. Mereka berjalan beriringan ke arah ruang makan.

"Aku akan ambilkan kamu minum dulu, Mas!" Candra hanya mengangguk dan memilih mendudukkan tubuhnya yang terasa pegal di kursi meja makan.

Tidak lama Airi datang dan menyodorkan segelas air dingin kepada Candra. Dia ikut duduk di seberang meja sambil memperhatikan Candra yang menghabiskan air minumnya. "Mau tambah lagi, Mas?" tawar Airi yang langsung ditolak Candra.

Airi mengangguk dan cukup sadar diri jika Candra tidak akan menerima tawarannya begitu saja.

"Katakan ada apa? Aku lelah dan jangan sampai ada yang lihat kita di sini?"

Airi tersenyum masam. Candra mengkhawatirkan sesuatu yang seharusnya tidak perlu. Mereka suami istri yang sah dalam agama ataupun negara.

"Mas tadi mama kamu memintaku kuliah!"

"Apa? Bagaimana bisa?" tanya Candra setengah terkejut.

"Aku sudah menolaknya, Mas, tapi mamamu tetap bersikeras agar aku kuliah!" Jemari Airi saling bertautan di bawah meja.

"Terserah kamu, tapi kamu harus ingat jangan sampai ada yang tahu tentang status kita!" Airi mengangguk pasrah, meski hatinya terasa kesal dengan semua yang Candra katakan. Selalu sama.

"Aku tahu, Mas. Jadi, kamu izinkan aku kuliah?"

Candra berdeham. "Ada lagi yang mau kamu katakan? Aku benar-benar lelah dan butuh istirahat!"

"Gak ada lagi, Mas. Makasih sudah kasih izin aku untuk kuliah!" Candra tidak peduli dengan ucapan Airi, dia memilih pergi ke kamarnya, meninggalkan Airi sendiri.

***

"Mama gak sangka kamu menginap di rumah. Kamu masih bertengkar sama perempuan ular itu?" tanya Moa yang penasaran kepada kepada pernikahan putranya kini.

"Aku sama Sam baik-baik saja, Ma. Lagian semalam aku sudah kelelahan dan karena jarak kantor lebih dekat ke sini, aku pilih menginap di sini!" jelas Candra sambil menikmati nasi goreng buatan Airi.

"Oh, tapi apa kamu benar-benar kelaparan?"

Candra tanpa menghentikan makannya menatap Moa heran. Keningnya berkerut dalam. "Memang kenapa?" tanya Candra bingung. Dia merasa tidak ada yang salah dengan dirinya sendiri. Namun, Moa malah terkekeh pelan.

"Gakpapa. Sudah kamu selesaikan sarapanmu. Kalau pun masih mau tambah, tambah saja. Airi pasti senang sekali masakannya habis!" Candra hanya mengangguk. Dia bahkan tahu jika nasi goreng yang dimakannya dengan lahap itu buatan Airi.

Candra pernah mengatakan kepada Airi jika nasi gorengnya makanan terenak yang pernah dia makan. Bahkan pria tersebut selama di kampung beberapa waktu lalu selalu meminta dibuatkan nasi goreng.

"Oh, ya, Can. Mama suruh Airi untuk kuliah. Kasihan, sih, gadis seperti dia cuma tamat SMA saja!" adu Moa kepada putranya.

"Terserah Mama. Lagipula Mama akan selalu melakukan kehendak Mama, kan?" Moa terkekeh lalu mengangguk.

"Kamu benar. Jadi kamu gak larang, kan?" Candra menggeleng.

"Untuk apa? Lagipula siapa dia sampai Mama meminta pendapatku tentang dia?" Candra menyudahi sarapannya.

"Mama, sih, berharapnya Airi juga yang akan menggantikan perempuan itu sebagai istri kamu!"

Candra yang sedang minum sampai tersedak. Dia menatap Moa datar.

"Bahkan kami sudah menikah, Ma!"

"Kenapa tatap Mama begitu? Kamu marah?"

Candra tidak menjawab pertanyaan Moa dan memilih meninggalkan meja makan. Dia mengambil tas kerjanya yang sebelumnya diletakkan di sofa ruang tamu. Saat hendak keluar dari rumah, dia berpapasan dengan Airi.

"Mas, ada apa?" tanya Airi heran. Apalagi saat Candra menatapnya tanpa kedip. "Mas, sakit," desis Airi.

Cengkeraman tangan Candra di pergelangan tangannya terlalu kuat. "Aku berharap jangan pernah berpikir bisa merebut posisi Sam karena sudah berhasil merebut hati mama!"

Airi terkejut. Dia menatap Candra tidak percaya lalu mengangguk kaku. "Aku tahu, Mas. Kamu gak perlu mengulang atau bahkan sampai mencengkeram kuat tangan aku. Sakit, Mas." Airi meringis menahan sakit, makin dia berusaha untuk melepaskan diri, Candra makin mengetatkan cekalannya.

***

"Airi kamu ke kamar Candra, ya. Tolong dibersihkan kamar dia!" Moa memanggil Airi yang baru saja selesai membantu menyiram tanaman.

"Tapi, Tante ...." Airi ragu untuk melakukannya.

"Kenapa? Kamu tenang saja, Candra itu orang yang rapi. Tapi, Tante tetap saja mau kamu bersihkan kamar dia, ya. Sana!" Moa mendorong pelan bahu Airi untuk menaiki undakan tangga menuju ke kamar Candra.

Meski berat, Airi menuruti permintaan Moa untuk membersihkan kamar Candra.

Ini kali kedua Airi memasuki kamar suaminya itu. Dia menutup pintu dan memandangi kamar yang kemarin juga dia datangi. Airi mengirup dalam aroma tubuh Candra yang tertinggal dan terperangkap di kamarnya.

Wajah ceria Airi seketika menghilang berubah menjadi sendu. Dia merasa tidak ada arti di mata suaminya sendiri. Luka di hatinya yang dia kira akan bisa sembuh dengan perhatian Candra, ternyata luka tersebut makin dalam dan menganga.

"Kenapa kamu jahat, Mas?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!