Cerai?

Sam marah karena merasa ditipu, meskipun bukan peran kecil seperti biasanya yang nanti akan dia perankan. Namun, di project film kali ini dia ditawari peran sebagai pembantu. Hal yang sangat tidak Sam inginkan.

"Tapi, kenapa harus menjadi pembantu?" protes Sam tidak terima. Dia menatap geram pria yang hanya tersenyum sinis kepadanya sambil membersihkan kacamata yang mengembun.

"Bukankah itu lebih baik daripada peran yang biasa kamu mainkan? Atau mau kembali menjadi model yang tetap saja tidak dianggap dan diremehkan?" Sam berdecak kesal. Tawaran yang sama sekali tidak menguntungkan.

Untuk memilih mundur pun Sam tidak bisa melakukan. Dia tidak mau jika orang-orang yang selama ini menganggapnya tidak bisa apa-apa, bahkan sebagai model mengejeknya. Setidaknya dengan dia menerima tawaran tersebut, ada kesempatan untuk membuktikan jika dirinya memiliki potensi untuk maju. Hal itu lebih baik daripada peran yang biasa dia ambil, hadir beberapa menit saja.

"Oke, aku terima tawarannya. Tapi, aku harap kamu gak hanya omong kosong dengan janjimu yang akan membantuku berkembang, bahkan menjadi pemeran utama!" Sam berkata penuh kesungguhan.

Pria di hadapannya itu mengangguk, dia menyodorkan surat perjanjian yang harus ditandangani oleh Sam. "Baca dan tanda tangan!" ucap pria tersebut sambil mengenakan kacamatanya.

Sam mengambil pena di sampingnya, dia hanya membaca sekilas lalu menatap pria di hadapannya itu sebelum menandatangani kontrak tersebut.

"Bagus! Aku suka dengan keputusanmu itu! Aku akan jamin kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan dengan sedikit usaha lagi tentunya."

Pria tersebut mengambil surat kontrak tersebut dan menyimpannya. Setelahnya dia bangkit berdiri dan menghampiri Sam yang masih terlihat kesal. "Kamu percaya kepadaku, kan, Sayang?" tanya pria tersebut sambil mengangkat dagu Sam dengan telunjuk untuk menatapnya.

Sam menepis tangan pria itu yang dibalas dengan senyum licik. "Mau ke mana?" tanya pria tersebut saat Sam hendak bangkit. Pria tersebut menekan bahu Sam kuat.

"Apa yang mau kamu lakukan? Urusan kita sudah selesai!" Sam menatap tajam pria di hadapannya itu yang malah tertawa mengejek.

"Jangan kamu lupa dengan janjimu! Aku sudah menepati janji dan sekarang giliranmu!" Pria tersebut mengerlingkan matanya nakal. Dia menarik tangan Sam dan memaksanya untuk ikut, bahkan tidak peduli saat Sam menolak.

***

Candra meminta Airi memasak untuknya, dia bahkan meminta Airi untuk menemaninya makan malam dan dengan senang hati Airi melakukannya.

"Apa kamu betah tinggal di rumah mamaku, Airi?" tanya Candra di sela kegiatan makannya. Dia terlihat begitu menikmati masakan yang dibuat Airi.

Airi tentu saja mengangguk. Dia tidak dapat membohongi betapa dirinya begitu bahagia tinggal bersama Moa. Tidak hanya karena Moa baik, tetapi karena Moa sudah mengetahui siapa dirinya dan tetap menerimanya.

"Aku betah, Mas. Mama orang yang baik dan kurasa kami memiliki banyak kesamaan!" ucap Airi senang. Namun, berbeda dengan Candra yang tampak tidak senang mendengarnya.

Candra berdeham rendah lalu berkata, "Aku harap kamu ingat, meski mamaku itu mertuamu, jangan sampai dia tahu siapa kamu sebenarnya!" Candra berbicara tanpa peduli sama sekali perasaan Airi. Dia kembali mengingatkan Airi.

"Tapi kenapa, Mas? Aku juga istri kamu dan aku berhak diakui oleh mama kamu, kan, sebagai menantu?" tanya Airi penuh emosional.

Candra meletakkan sendok yang dipegangnya dengan kasar. Dia lalu mencengkram tangan Airi yang berada di meja dengan kuat. "Kamu tanya kenapa? Apa kurang jelas yang pernah aku katakan?" Candra sama sekali tidak peduli kesakitan yang Airi rasakan.

"Mas, sakit," pekik Airi kesakitan. Dia mencoba melepaskan tangan Candra.

"Sampai kapan pun, menantu yang harusnya diakui mamaku hanya Sam. Dia yang pantas. Lagipula lihat dirimu, apa ada yang menarik?" Candra memperhatikan penampilan Airi yang begitu sederhana, berbeda dengan Sam yang mengerti fashion.

"Kalau memang begitu, seharusnya kamu ceraikan aku, bukannya terus pertahanan aku, Mas!" Candra menggeram kesal, dia makin kuat mencengkeramnya.

"Jangan sekali-kali kamu mengaturku!" Setelah itu dia melepaskan tangan Airi dan beranjak pergi meninggalkan Airi seorang diri di ruang makan.

Candra menjadi begitu kasar hanya karena Airi yang menginginkan dapat perlakuan sama seperti Sam. Candra tidak dapat melakukan itu, baginya sudah cukup saat di awal pernikahan dia membuat Airi bahagia.

***

Sam menutup pintu kamar dengan sangat pelan. Dia mengira Candra sudah tertidur. Namun, ternyata dia dikejutkan dengan lampu kamar yang tiba-tiba saja menyala.

Sam gemetar melihat sorot mata Candra yang tajam kepadanya. "Mas, belum tidur?" tanya Sam, dia tidak beranjak sejengkal pun dari tempatnya.

Candra menghampiri Sam dan menarik tangannya. Sam kira Candra akan marah kepadanya karena pulang sampai larut malam, ternyata Candra menyuruh Sam duduk di sofa. "Tunggu di sini!"

Sam hanya mengangguk dan terus memperhatikan Candra yang mengambilkan air minum untuknya di nakas. "Minumlah. Pasti sangat sulit untukmu sampai pulang larut!"

Sam menerima gelas dari Candra. Dia meminumnya sambil terus melirik Candra yang hanya menatapnya tanpa ekspresi. "Sudah, Mas!" Candra mengambil gelas yang isinya masih setengah itu dan meletakkan di nakas kembali.

"Kamu gak marah sama aku, Mas?"

Candra menggeleng. "Aku tahu kamu pasti lelah. Lagipula aku gak bisa melarang kamu untuk menggapai impianmu, meski ada sedikit ketidaksukaanku!"

"Makasih, Mas!"

"Tapi, kenapa sampai larut malam? Apa saja yang kalian bahas?" Candra ikut duduk di samping Sam, dia meraih tangan Sam dan menggenggamnya.

"Eem, itu ... ada masalah kecil yang kami bahas dan selesaikan," jawab Sam gugup.

Candra menyelipkan anak rambut Sam di balik telinganya. "Tapi kenapa gak kasih kabar dan ponselmu gak aktif? Lalu peran apa yang kamu dapat?"

Sam berdecak sebal. Dia kembali mengingat peran yang diterimanya dengan terpaksa. Dia menarik tangannya dan mengepalkannya. "Maaf, Mas, aku sudah buat kamu kecewa, tapi ponselku mati karena habis daya. Dan untuk peran, aku terpaksa menerima tawaran peran sebagai pembantu!"

Candra menghela napas pelan lalu mengangguk. "Lain kali jangan membuatku cemas!"

Sam mengangguk patuh. "Aku akan mendukungmu, apa pun impianmu. Apa pun peran yang kamu ambil karena aku yakin kamu sudah memikirkannya matang-matang, sama seperti saat kamu memutuskan berhenti menjadi model!"

Sam mengangguk lega. "Sekarang lebih baik kamu istirahat, aku akan menyelesaikan pekerjaanku dulu!" Candra memeluk Sam sebentar sebelum beranjak keluar dari kamarnya dengan membawa laptop.

"Hah, kukira dia akan marah besar karena aku pulang telat!" Sam menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa memejamkan matanya. Dia merasa begitu lelah.

"Akh, aku benci banget sama pria tua itu. Dia benar-benar jahat!" Sam yang teringat dengan kata-kata manis pria tua itu menjadi begitu kesal, bahkan mengacak rambutnya frustasi.

"Sial!" Sam tiba-tiba saja menggeram, merasakan sakit pada pergelangan tangan kirinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!