Samantha berenang hingga ujung kolam renang sore itu. Setelah sampai, ia mengusap wajahnya sembari menarik dan menghembuskan napas pelan.
Ia masih malas untuk beranjak dari sana, sehingga ia terlihat berdiri di ujung kolam renang dengan mata tertutup. Membiarkan air membasahi hingga batas dagu.
Samantha yang mulai menggigil karena sudah beberapa jam berenang akhirnya pun naik dan duduk di pinggir kolam. Melihat air yang tidak tenang karena pergerakannya tadi.
Ia pun menengadah, membiarkan tubuhnya terkena sinar mentari yang warnanya mulai memucat. Beberapa saat lamanya ia seperti itu, hingga Samantha menatap air kolam dan menghembuskan lagi napas pelannya.
Kepalanya kini memikirkan sesuatu yang lain. Tentang ia yang selalu bersikap seenaknya, selalu bertindak melawan aturan yang ada.
Tak terkecuali memikirkan tentang rasa sukanya terhadap Bryan.
Apakah perasaan ini yang sesungguhnya? atau hanya pelarian? batin Samantha.
Tak dipungkiri lagi jika selama ini pikiran-pikiran liarnya selalu berpusat pada diri seseorang yang lain.
Seseorang yang tidak seharusnya selalu mengisi fantasi-fantasi di dalam kepalanya.
Samantha berdiri dan menghampiri kursi santai juga sebuah meja bundar kecil tempat ponsel yang tadi ditinggalkannya berada.
Dipakainya semacam bathrobe untuk menutupi tubuh indahnya yang hanya mengenakan swimsuit two piece berwarna biru.
Ia duduk dengan menyandarkan punggung hingga kepala pada sandaran kursi pantai yang terletak di pinggir kolam renang. Matanya memejam, mencoba kembali membawa bayangan pria itu ke dalam benaknya.
Oh sh*it.... gumamnya pelan sembari mengibaskan kepalanya beberapa kali guna mencoba mengusir bayangan wajah itu. Namun selalu saja gagal.
Samantha mengambil ponsel dan mengerutkan kening setelah melihat pesan yang baru saja masuk.
"Bryan?" gumam Samantha.
Hey gorgeous.... ntar sore gue jemput ya. Ada suatu tempat yang pasti lo suka.
Pesan teks dari Bryan.
Senyum Samantha mengembang. Jemari lentiknya pun mulai menuliskan kalimat demi kalimat balasan di layar ponselnya.
....
Samantha menarik dan menghembuskan napas berulang-ulang. Tangannya me*remas-re*mas gaun yang ia kenakan dengan gemas.
Sedari tadi gadis itu terlihat mondar-mandir tak karuan, berjalan dari ujung kamar ke ujung yang lain. Intinya Samantha saat ini tidak bisa diam.
"Aduh Sammy.... lo yang tenang dong, tarik napas.... huufftt.... buang napas...."
Samantha melakukan apa yang Amel suruh. Tapi rasa gugupnya seakan tidak pernah bisa hilang.
"Ya Alloh Sammy.... lo yang tenang dong, gue jadi ikutan panik gini. Gue sampe lupa udah berapa puluh ribu rupiah tadi, sumpah," timpal Jully yang tengah menghitung uang hasil jualan ciloknya.
"Ya ampun Ly, lagian ngapain lo bawa-bawa uang receh lo segala sih?" dengus Amel kesal.
"Eh gini-gini juga uang Mel, lo harus hargai berapa pun nilainya." Jully kini mulai menghitung kembali beberapa lembar uang ribuan beserta kepingan-kepingan uang logam di dalamnya dengan sedikit cemberut.
"Udah-udah! gue yang panik malah kalian ribut sendiri. Lagian lo Ly ngapain juga ngitung uang di kamar gue, hah? Emang lo pikir kamar gue Bank, apa?"
"Hehehe sorry Sam, habisnya di sekolah tadi gue gak sempet ngitung, kan gue penasaran sama pemasukan usaha cilok gue hari ini."
Samantha dan Amel kompak geleng-geleng kepala melihat jiwa bisnis Jully yang sudah mirip seperti cece-cece dan koko di daerah Pecinan.
"Lo udah cakep kok Sam, tinggal di poles aja dikit bibir lo."
"Ish ogah, ntar jadi aneh gue." Samantha menolak ketika Amel hendak mengusapkan lipstick warna merah maroon.
"Nggak bakal aneh, Sammy... lo malah jadi cantik ntar."
"Gak! Gak mau gue! Lagian gue udah pake lipsgloss." Samantha menggeleng kuat-kuat.
"Ya kali lipsgloss lo warna nude gitu malah kliatan pucet,Sam."
Tok...tok...tok..
Terjadi perdebatan alot antara kedua gadis itu, tiba-tiba suara ketukan terdengar di luar pintu kamar.
"Non... non Sammy... ada temennya di luar," suara mbak Pur terdengar dari luar pintu kamar.
Samantha berjalan ke arah pintu dan membuka knop pintu.
Mbak Pur memandang Samantha dengan mata membelalak lebar. Ragu apakah gadis yang ada di hadapannya saat itu benar-benar nona majikannya.
"Mbak Pur!" ucap Samantha mengagetkan.
"Ngapain bengong? Emang siapa yang ada di luar? Cowok?" tanya Samantha memastikan.
"Cowok non, orangnya cakep deh non, tadi namanya....Bry...Bry...."
"Bryan?" sela Amel cepat.
"Iya non Amel, namanya Bryan... wuihhh cakep non.... ya sebelas-dua belas lah sama kang Asep cowok Mbak Pur, hehehe...." cerocos si mbak Pur.
Amel dan Lilly pun tersenyum geli mendengarnya, sementara Samantha mendengus pelan melihat kelakuan genit maid yang satu ini.
"Ih ya udah suruh tunggu."
"Siap non." Mbak Pur pun berlalu dari hadapan Samantha dan kembali menuruni anak tangga untuk melaksanakan perintah yang nona mudanya perintahkan tadi.
"Gimana penampilan gue?"
"Cakep.... udah sana lo turun temui Bryan." Amel menjawab dan di sambut anggukan kepala setuju dari Jully.
"Eh sebentar deh...." Amel mengambil satu lipstick dan memaksa Samantha untuk diam di tempat.
"Mel... ntar jadi jelek gue...."
"Trust me, baby... lo diem aja ntar kalo kecoret-coret baru lo keliatan aneh." Amel memoleskan lipstick warna peach.
Selang satu menit kemudian, Amel menarik napas panjang dan berbangga hati akan satu maha karya yang ia ciptakan.
"Nah cantik lo Sam."
"Iya Sammy cantik banget lo..." timpal Jully berdecak kagum.
"Kalian gak ikut turun?"
"Ntar deh kita masih mo ngadem di kamar lo, hehehe." cengir Amel.
"Ih dasar...."
Samantha pun keluar dari kamar dengan perasaan berkecamuk. Deg-deg an dan juga bahagia.
Untung hari ini Maya, sang mama belum pulang dari Cafe, dan juga Samuel yang masih berada di kantor sore ini. Jadi Samantha tidak harus menjawab pertanyaan-pertanyaan soal Bryan yang mungkin akan diajukan oleh Maya.
Dan juga Samantha pun terbebas dari beberapa wejangan-wejangan yang akan ayahnya ceramahkan sore itu.
...
"Kita berangkat sekarang?" tanya Bryan memastikan.
"Hm," angguk Samantha.
"Mama-Papa kamu?"
"Moms-Dad masih ada urusan, kita berangkat aja."
"Tapi lo udah pamit kan sama mereka?"
"Udah, tadi gue teks mereka. Lo tenang aja." Samantha mengangguk meyakinkan.
"Benua? Kembaran lo gak di rumah?"
"Ish si kampret itu paling juga sedang bertelor di kamarnya. Udah ah ayo berangkat."
"Oh oke...." angguk Bryan.
Keduanya pun berjalan keluar dari rumah besar dengan arsitektur Eropa modern.
Bryan pun dengan sigap membukakan pintu mobil untuk Samantha.
Baru beberapa menit keduanya berada dalam mobil berjenis SUV warna hitam. Ponsel pintar Samantha tiba-tiba berdering.
Samantha menarik keluar ponsel dari dalam tasnya dan melihat nama si penelfon tersebut.
Samudra? batinnya.
Membuat ekspresi Samantha tiba-tiba saja berubah.
"Siapa?" tanya Bryan memastikan sambil menatap ke arah Samantha.
"Eh-Sam--- eehh-Sam-- Samudra. Kakak gue," cicit Samantha.
Jemari Samantha tiba-tiba terasa kaku, ragu untuk menjawab telepon dari Samudra.
Samantha tidak ingin Samudra mengetahui jika saat ini dia tengah bersama seorang teman cowoknya.
Dan jika ia nekat berbohong, Samantha yakin Samudra bakalan tahu kebohongan itu. Selama ini Samudra memang selalu over protective padanya. Entah kenapa.
"Kenapa gak dijawab?" tanya Bryan heran.
Samantha hanya bisa menggeleng dan menarik sedikit senyuman canggung.
"Nanti saja," jawabnya singkat.
Dan hanya ada respon anggukan kecil dari Bryan. Kendaraan mewah itu pun kini semakin melaju kencang melintasi trafic Jakarta sore itu.
to be continue....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments